Sukses tidak berhenti sampai pada titik lulusnya pendidikan bagi seseorang. Sebab sukses dari pendidikan, harus pula dibarengi dengan anak bekerja, berpenghasilan, dan mampu membiayai, setidaknya kepentingan dirinya sendiri. Setelah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka ada kewajiban lain yang menanti, mengangkat martabat keluarga, agar memiliki hidup yang lebih bermakna
Oleh Tjipto Sumadi*
SCNEWS.ID-Banjarmasin. Ketika sepasang keluarga muda melahirkan anaknya, maka doa yang mengalir dari para sejawat adalah semoga kelak ananda dikaruniai kesuksesan, menjadi anak yang sholeh atau sholehah, berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Bahkan, doa kedua orangtuanya pun tidak pernah putus dipanjatkan ke haribaan Tuhan, agar kelak anaknya dilimpahi kesehatan, kesuksesan, dan kebahagiaan di dunia serta di kehidupan selanjutnya.
Ukuran sukses tentu amat berbeda bagi setiap orang. Dalam pandangan keluarga religius, sukses ditandai dengan memiliki anak yang dapat menghafal 30 juz al Quran, menjadi qori, atau menjadi mubaligh terpandang dengan ilmu pengetahuan yang cemerlang. Bagi seorang pebisnis, ukuran sukses tentu keberhasilan anak keturunannya dalam menjaga dan mengembangkan kerajaan bisnis orangtuanya, hingga menjadi konglomerat yang hartanya tak terhitung. Bahkan bagi seorang pesepakbola, keberhasilan dirinya diturunkan kepada anaknya agar kelak anaknya pun menjadi pesepakbola handal yang terkenal ke seluruh pelosok dunia.
Lalu, bagaimana ukuruan sukses bagi keluarga yang sederhana? Ukuran sukses bagi keluarga yang sederhana adalah ketika anaknya berhasil lulus dari sekolahnya saja, sudah dapat melelehkan air mata; tanda kesyukuran. Bersyukur karena orangtua sudah mampu menyekolahkan anaknya hingga jenjang yang mampu ditempuh dan dibiayai. Ranking bukan menjadi persoalan, sekalipun lulus dengan predikat terbaik “paling bawah”, tetap dinikmati dan disyukuri. Apa tah lagi, anaknya dapat lulus sebagai yang terbaik dan dapat melakukan studi lanjut.
Saya teringat program Beasiswa Bidikmisi di eranya Pak Muhammad Nuh sebagai Mendikbud. Program ini memiliki visi yang jelas berpihak kepada kaum dhuafa. Itu sebabnya diberi nama Beasiswa Bidikmisi, artinya membidik anak dhuafa dengan misi agar menjadi sarjana. Program ini sukses mengantarkan sejumlah anak-anak yang berasal dari kaum dhuafa menjadi sarjana, bahkan ada yang menjadi dokter. Sementara itu, dalam mengiringi kesuksesan putra-putrinya, orangtuanya hanya dapat menderaikan air mata sebagai bukti rasa syukur dan kebahagiaan yang tiada tara.
Tentu, sukses tidak berhenti sampai pada titik lulusnya pendidikan bagi seseorang. Sebab sukses dari pendidikan, harus pula dibarengi dengan anak dapat bekerja, berpenghasilan, dan mampu membiayai; setidaknya kepentingan dirinya sendiri. Setelah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka ada kewajiban lain yang menanti, mengangkat martabat keluarga, agar memiliki hidup yang lebih bermakna.
Sukses hidup berikut adalah kemampuan mewujudkan silaturahim, baik untuk diri anak itu sendiri, maupun dengan kerabat dan sahabat orangtuanya. Menjaga silaturahim anak dengan sahabat-sahabat orangtuanya merupakan ajaran yang dianjurkan dalam Islam. Sabda Rasulullah; Sesungguhnya perbuatan yang paling baik adalah menyambung tali silaturahim kepada teman-teman bapaknya, sesudah bapaknya meninggal (H.R. Muslim).
Dalam konteks Keluarga Besar Mahasiswa Teladan Nasional 1987, silaturahim ini perlu dibangun dan dikembangkan terus, apalagi saat ini. Menurut Mas Petir, yang baru saja mensyukuri atas kehadiran cucu pertamanya, yang disebutkannya sebagai “Generasi Ketiga Mawadan87”, maka silaturahim antar-generasi sebagai upaya mewujudkan sunnah rasul, perlu diteruskan dan ditingkatkan. Meskipun, era pandemik telah menyita waktu dan segala perhatian kita: agar menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker, namun silaturahim tetap perlu terus digelorakan. Boleh jadi melalui Duta TV dan SC Channel, ditampilkan Generasi Kedua Mawadan87 untuk saling berbagi cerita tentang perjalanan hidupnya masing-masing. Semoga dari berbagi kisah itu, terlahir gagasan baru dalam membangun silaturahim antar-generasi yang dimulai dari Keluarga Besar Generasi Mawadan87.
Semoga Bermanfaat.
Salam Wisdom Indonesia
*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987. Dosen Universitas Negeri Jakarta