TERJEBAK DI HUBUNGAN YANG SALAH

SCNEWS – “Terkadang, meski ada 1000 alasan untuk meninggalkannya, kita tetap mencari sebuah alasan untuk bisa bertahan” – D’ArtComm
Membangun hubungan harmonis dengan orang lain membutuhkan kerja sama yang baik antara kedua belah pihak. Adalah hal yang sangat wajar, jika dalam suatu hubungan ada pasang surutnya, menemui batu sandungan, apakah cekcok atau tidak sepakat pada suatu hal. Namun, jika dalam suatu hubungan, terus menerus bermasalah, dan membuat salah satu pihak merasa tertekan dan terancam, maka harus mulai hati-hati dan melakukan evaluasi. Kondisi ini bisa jadi tanda hubungan yang tidak sehat atau huubungan yang salah, dalam beberapa istilah dikenal secara populer sebagai hubungan beracun atau toxic relationship.
Hubungan yang salah atau ‘toxic’ ini  tidak hanya berlaku dengan pasangan, tetapi bisa juga terjadi dalam pertemanan atau organisasi bahkan pekerjaan. ‘Toxic relationship’ adalah hubungan yang membuat salah satu pihak merasa tidak didukung, direndahkan, atau diserang. Bentuk tindakan negatif yang bisa mempengaruhi kesehatan mental seseorang ini bisa serangan secara fisik, psikologis, atau emosional.
‘Toxic Relationship’ oleh para psikolog diartikan hubungan yang bersifat merusak karena konflik, tidak saling mendukung, muncul persaingan, sampai hilangnya rasa hormat dan kekompakan. Tidak bisa kita pungkiri bahwa setiap hubungan niscaya mengalami pasang surut. Namun, pasang surutnya hubungan tersebut berbeda dari toxic relationship. Hubungan dikatakan toksik apabila sisi negatifnya berkepanjangan sampai menguras energi. Menurut Penyebab toxic relationship bisa beragam, tergantung latar belakang dan kondisi seseorang.
Perilaku toksik bisa dilatari masalah kesehatan mental yang tidak terdiagnosis, seperti depresi, gangguan kecemasan, atau trauma. Hubungan beracun juga bisa timbul karena ketimpangan kepribadian pasangan. Misal, orang yang berwatak keras dan suka mengontrol berhadapan dengan orang tipe suka mengalah. Kondisi ini  bisa muncul secara bertahap apabila salah satu pihak terus-menerus egois, tidak sopan, menuntut, dan bersikap negatif lainnya. Hubungan toksik terkadang tidak hanya ditandai dengan perilaku dan omongan kasar semata. Isyaratnya terkadang bisa samar lewat kata atau tindakan sehari-hari yang kerap tidak disadari. Berikut beberapa ciri toxic relationship yang dirasakan seseorang dan perlu diwaspadai :
  1. Merasa sudah berjuang sampai energi terkuras, tetapi tidak dihargai
  2. Harga diri lambat laun menurun
  3. Merasa tidak didukung, kerap direndahkan, diserang, atau salah paham
  4. Komunikasi sering berakhir dengan cekcok, lelah akut, atau meninggalkan rasa tertekan
  5. Muncul keinginan untuk balas dendam karena tindakan tidak menyenangkan
  6. Setiap saat khawatir karena tidak ingin diserang jadi harus ekstrahati-hati
  7. Kerap perlu usaha mati-matian sampai mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk menghibur salah satu pihak
  8. Segala sesuatu yang dilakukan salah
Apabila dalam sebuah hubungan kita sudah merasakan hal-hal tersebut, maka segera harus segera dicari solusinya. Dapatkan bantuan orang terdekat atau orang yang tepercaya, apalagi jika hubungan toksik sampai mengancam fisik dan keselamatan. Toxic relationship yang tidak segera ditangani lambat laun merusak kesehatan mental dan fisik seseorang.
Tetapi saat menentukan solusi, pertimbangan banyak hal, termasuk juga bagaimana cara kita keluar dari hubungan tersebut. Ketika kondisi masih bisa ditolerir, maka dengan bantuan pihak ketiga, atau dengan melakukan diplomasi komunikasi, maka kita bisa meninggalkan dengan cara yang baik. Karena tidak ada yang bisa menjamin jika di masa depan kita bisa kembali berkomunikasi atau bekerja. Tetapi jika sudah begitu berat, maka memutuskan meninggalkan dan memutus jalan untuk kembali mungkin menjadi jalan terbaik, apalagi jika hubungan toxic ini sudah menekan mental yang menyebabkan trauma.
Idealnya, saat kita harus meninggalkan sebuah hubungan yang salah bahkan beracun, entah itu pasangan, pertemanan atau mungkin lingkungan kerja, sebaiknya dengan cara baik-baik. Tetapi setiap orang punya kekuatannya masing-masing untuk mengukur. Jika kita cenderung lemah, dan bahkan bisa kembali ke kondisi yang sama jika kita memberikan toleransi terhadap kondisi itu, maka sebaiknya tinggalkan dengan cepat dan tidak perlu memberi akses untuk kembali. Tetapi jika kita mempunyai kekuatan untuk meminimalisir trauma, atau rasa ketidaknyamanan atas sebuah hubungan, maka memberi jarak pada sistem dan komunikasinya, tapi tidak pada orangnya adalah jalan terbaik.
Kunci untuk bisa melepaskan sebuah hubungan yang salah, adalah belajar untuk bisa mengatakan tidak pada sesuatu yang salah. Saat kita bisa tegas pada sesuatu yang menurut ukuran kita tidak pada tempatnya, maka kita sudah memimpin hubungan tersebut, paling tidak kita berada pada level dan frekuensi yang sama, bukan sub ordinat yang bisa menyebabkan pihak lain menjadi punya kesempatan untuk menekan dan sewenang-wenang.

DhyRozz

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini