MEMANTASKAN, DIPANTASKAN

SCNEWS – Istilah “memantaskan diri” menjadi sebuah kalimat yang sering dihubungan dengan hubungan romantis antara dua insan. Kalimatnya berbau romantis sekaligus sakral, merujuk pada usaha keras memperjuangkan sebuah hubungan, salah satu caranya dengan memperbaiki diri sendiri. Karena ibaratnya energi yang tidak bisa hilang, hanya berubah menjadi bentuk yang lain, seperti itu pula sebuah usaha memantaskan diri. Bahwa orang yang baik akan bersama orang yang baik pula.

Tetapi jika kita perluas, sesungguhnya ini bukan hanya tentang hubungan romantis, bahkan dalam keseharian, orang yang pandai memantaskan diri sesuai dengan lingkungan dan juga apa yang dilakukannya akan mendapat tempat lebih baik. Memantaskan diri adalah kata kerja, dimana mencerminkan sebuah usaha yang optimal dari sebuah keadaan. Bisa tentang karir, hubungan interpersonal atau dalam sebuah organsisasi. Seseorang yang memantaskan diri dengan posisinya atau mungkin posisi yang diinginkannya, maka saat kesempatan itu ada, dia sudah siap memenangkan kompetisi untuk menduduki posisi tersebut.

Memantaskan identik dengan melayani. Menguatkan optimalisasi potensi diri dengan berbagai kemampuan, tetapi melakukan keseimbangan dengan memberikan ‘pelayanan’ terbaik terhadap sekitar. Mengapa diidentikan dengan melayani, karena kepantasan itu akan terlihat dari sebuah sikap. Dan sikap terbaik dalam sebuah interaksi adalah pelayanan terbaik atau ‘service excellence’. Seseorang yang mampu menyeimbangkan saat mendaki mencapai puncak kemampuan diri dengan tetap mengasah jiwa dan perilaku untuk melayani dengan baik, dia akan memiliki kebahagiaan yang paripurna. Hidupnya menjadi berwarna, tidak kosong dan terhindar dari jumawa di atas singgasana kepongahan pencapaian hidup. Seseorang dengan pencapaian tertinggi potensi dalam hidupnya, baik secara materi, status sosial, dan kondisi lainnya, jika tidak diimbangi dengan jiwa melayani dan mampu memantaskan diri dan orang disekitarnya, akan terjebak pada kesombongan sekaligus kekosongan.

Seseorang dengan posisi terbaik dengan potensi maupun status sosial jika cenderung selalu ingin ‘dipantaskan’ atau ‘dilayani’, maka hidupnya menjadi kering. Hal ini karena posisi seseorang yang ‘dipantaskan’ cenderung terjebak pada standar dan ekspektasi tertentu. Ketika apa yang diharapkan tidak sesuai, bisa menimbulkan kekecewaaan, bahkan kemarahan. Tentu saja hal ini akan sangat merusak kesehatan mental. Jika selalu memposisikan seseorang yang ‘dipanaskan’ dan ‘dilayani’, dalam memandang orang sekitar pun menjadi ‘sub-ordinat’, berdasarkan kepantasan hirarki dan mungkin posisi sosial. Jika kita terbelenggu dalam posisi ini, hidup akan kering, kosong dan emosi pun cenderung meningkat, sehingga gampang tersulut.

Jika kita memilih untuk tetap bisa ‘memantaskan’ dan melayani meskipun secara posisi kita diperlakukan oleh orang lain sebagai seseorang yang ‘dipantaskan’, maka kita akan mendapatkan energi yang sangat positif, baik dari dalam diri kita maupun dari pandangan sekitar. Seseorang yang masih mau memantaskan orang lain, meski di posisi yang sangat tinggi akan mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Karena memantaskan sekitar bukan perbuatan yang buruk, tapi sebagai sebuah kemampuan mengelola mental yang baik, dan menajdi sebuah karakter jika dilakukan terus menerus. Dampak secara emosi ke dalam diri kita yang mampu memantaskan orang lain adalah rasa tenang, tidak gampang emosi dan memiliki empati serta permakluman yang tinggi jika ada hal yang mungkin di luar ekpektasi kita. Yang harus dicatat, memantaskan atau melayani bukan berarti kita merendahkan diri, tetapi justru kita sedang mendaki kepuasan dan kebahagiaan tertinggi karena berhasil mengalahkan ego dan emosi yang membelenggu.

Jadi jika dipertanyakan mana yang lebih baik ‘memantaskan’ atau ‘dipantaskan, maka jawabannya adalah memberikan keseimbangan diantara keduanya. Kita paham untuk menjaga marwah baik karena memegang amanah posisi sosial maupun struktur, maka kita mengikuti apa yang menjadi kemelekatannya, diantaranya aturan-aturan agar kita dipantaskan. Tetapi meskipun begitu, kita jangan seperti duduk di menara gading sehingga lupa menunduk, tetapkan menerapkan sikap dan sifat ‘memantaskan’ yang disesuaikan. Jangan gengsi untuk tetap menghormati dan melayani orang lain, dalam keadaan dan posisi apapun. Karena kebaikan yang kita tebarkan, akan berbalik menjadi kebaikan yang lebih luar biasa untuk kita. Setidaknya hidup kita tidak kering, terasah dengan baik dan melengkapi proses pencapaian dalam kehidupan.

DhyRozz

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini