TURBULEN : GONCANGAN DAN PEMAHAMAN

SCNEWS – “In a time of turbulence and change, it is more true than ever that knowledge is power ” – John F. Kennedy

Memandangi situasi saat ini, badai pandemi ibarat lobang besar tak terduga yang harus ditemui dalam sebuah penerbangan, sehingga menyebabkan turbulen. Meski tidak terduga, tapi lazimnya pilot berpengalaman, sebetulnya semua tanda-tanda alam sudah terlihat. Dari gumpalan awan, bahkan kadang cuaca buruk. Meski kadang ada kondisi istimewa yang tak biasa, dimana kita terlena dengan ketenangan udara, lalu tiba-tiba terperosok dalam lubang tak terduga.

Kita semua gagap dan gugup menghadapi pandemi covid-19, bukan hanya tentang penanganan virusnya, tapi dampak ikutan yang menyertainya. Meski korban terus berjatuhan di depan mata, tak menghentikan perdebatan pro-kontra yang terjadi. Bahkan saat pasien-pasien bergeletakan menunggu antrian penanganan, nakes kelelahan, terkapar dan terpapar, tak menghentikan perdebatan seputar ada dan tiadanya sumber penyebab. Kalau toh bergeser topik debatnya, saling tuding siapa diuntungkan dan mengapa ‘bukan kami’ tapi ‘mereka’, atas keistimewaan dan fasilitas-fasilitas. Kehebohan adu urat leher, adu narasi tidak menghentikan paparan. Kemarahan yang tak terkendali menguasai mereka yang putus asa, karena banyaknya tekanan akibat pandemi ini. Berteriak, memaki, bahkan melakukan hal-hal yang dianggap tak masuk akal bagi orang lain. Hal itu dilakukan sekedar meluapkan kesesakkan, kepedihan dan hanya melihat kegelapan tanpa solusi. Putus asa yang menghimpit diri.

Berapa banyak tangis anak kehilangan orang tuanya, dan banyak orang tua menahan sakit di dada harus kehilangan anak-anak. Saat ini, setiap saat kita bisa meneteskan air mata, dengan hati remuk redam mendengar kabar sanak saudara, sahabat dan orang-orang yang harus berpulang mendahului dengan cap positif covid-19. Banyak hati teiris perih menyaksikan orang tersayang ke tempat peristirahatan terakhir hanya melalui virual, tak bisa menunaikan kewajiban atas jenazah, dengan memandikannya. Hanya menyolatkan, terkadang hanya doa melalui shalat ghoib yang bisa dipanjatkan.

Kepiluan bagi yang terdampak ini tak menyurutkan semua debat, yang entah dimana kebenarannya. Masing-masing dengan argumennya, yang masih kita tunggu hasil akhirnya. Ibarat lingkaran setan, mana ujungnya sudah sulit dilihat. Siapa menyebabkan apa, menjadi debat kusir yang sulit dilihat ujungnya. Paling mudah adalah saling menyalahkan. Kelompok besar, yang secara strata tak berdaya menjadi alasan dibalik analisa keadaan yang semakin memburuk. Tetapi jika dicermati, mereka yang kecil dengan akses dan kekuasaan besar, menentukan kebijakan yang terus berubah, ketegasan yang setengah-setengah, meminta ‘previlage’ pada berbagai penunjang solusi, bahkan meminta kenyamanan atas fasilitas. Bahkan kadang mereka abai saat harusnya mematuhi peraturan yang sudah ditentukan. Meski mungkin selalu ada alasan dibalik sebuah keputusan. Selalu ada jawaban atas ketidakpatuhan pada aturan yang ditentukan, entah untuk kepentingan besar atau mungkin sekedar kamuflase untuk pembenaran. Semua menambah keruwetan di lubang besar yang menganga ini, sehingga menyebabkan turbulen besar yang memutar dan menghempas pesawat perjalanan ini.

Pilot terombang-ambing mencari kestabilan, dan tidak ada jalan lain selain berupaya menyelamatkan agar tidak terjadi ledakan. Keluar dari lubang dan menembus gumpalan awan tebal adalah solusi yang wajib diambil. Lubang besar dengan segala varian mutan dan datang bertubi-tubi. Entah dengan kebenaran atau sebuah label yang semakin membuat tertekan dan mencekam. Pilot, co pilot dan pemandu harus piawai agar pesawat tak terus terjerembab semakin dalam, dengan goncangan makin hebat. Harus berani tetap naik dan menghadapi tantangan berikutnya, awan tebal dari dampak turbulen. Menghadang wajah-wajah putus asa atas pekerjaan yang hilang, bisnis yang terpuruk, kondisi sosial ekonomi yang berantakan menyebabkan sumber daya manusia menjadi layu. Gampang tersulut dan terprovokasi.

Benturan dilema akan datang, antara ketulusan dan hitung-hitungan jasa yang bisa ditulis dan disematkan menuju hajatan besar politik yang akan segera menjelang. Bagai arisan semua menuntut giliran, mengguncang dengan keras dan berharap keluar sebagai pemenang yang akan berlaga. Bagi mereka dengan hasrat libido politik yang begitu besar, segala kepedihan dan kesedihan bisa menjadi panggung untuk beraksi, entah sebagai alasan narasi debat, hujat atau pembenaran opini. Melupakan apa yang menjadi solusi, berpikir sempit hanya untuk mengamankan semua jalan.

Tetapi jika keadaan ini dijadikan panggung sehingga mereka yang akan berlaga berlomba memberikan solusi terbaik, bukan sekedar adu urat leher. Berbagi yang berdampak positif, pencitraan atau apapun namanya yang membuka peluang pekerjaan. Kesombongan yang membuahkan simpati dan berbagi nyata kepada mereka yang membutuhkan, biarlah ini terjadi. Karena pada akhirnya niat itu urusan yang bersangkutan dengan Tuhan. Ketulusan itu ada waktu berjalan yang akan menjadi juri. Bukan ‘permisif’ terhadap keburukan, tetapi menakar wilayah abu-abu yang masih bisa diambil kebaikan, sebagai ongkos sebab akibat memanfaatkan panggung.

Semua menjadi tampak ruwet jika kita berpikir ruwet. Pada akhirnya benang kusut ini harus diurai. Satu hati, satu pikiran tak bisa menenangkan turbulen hebat yang sedang dan masih terjadi. Cara terbaik adalah memperbaiki diri agar tidak menjadi bagian yang berkontribusi negatif pada keadaan. Berhenti dulu berpikir sebab akibat, tapi mulailah dengan solusi atas apa yang terjadi. Saat diri sendiri sudah bisa dikendalikan, maka tangan yang stabil bisa menggandeng kelompok kecil kiri kanan untuk menularkan energi positif agar mempunyai ketenangan yang sama. Terus dan terus, sehingga membesar. Gaung ketenangan dari kelompok kecil menjadi besar akan meredakan keresahan dan berpikir jernih untuk solusi. Jika kita tidak bisa memikirkan solusi untuk masa depan, setidaknya kita tahu apa yang harus dilakukan untuk hari ini dan esok.

Semua ketenangan akan terbangun jika kita memahami, bahwa sebab atas sebab adalah ijinNYA. Maka pada ketidakmampuan memikirkan hal besar dibalik semuanya, cukup mengembalikan padaNYA sebagai pemilik dan penguasa segalanya. Menguatkan mental spiritual, akan menjadi pelumas yang meringankan langkah kita. mata menjadi tajam melihat kiri kanan untuk berbagi dan berbuat. Hati menjadi lembut untuk mudah membantu tanpa berhitung sebanyak apa saldo kita. Dan tangan lebih peka untuk menyangga siapa yang perlu disangga.

Kadang dalam goncangan yang begitu hebat dan luar biasa, Tuhan hanya ingin kita meraih pemahaman dan ilmu yang paling sederhana. Kita makhlukNYA dan DIA Sang Penguasa.

DhyRozz

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini