LIMA M (5M) DAN SATU M (1M)
“Mewujudkan 5M sampai 1M atau manut atau kepatuhan tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, karena 1M mesti diperjuangkan untuk memperoleh atau mendapatkannya. PPKM level 4 hanyalah satu metode yang belum menyentuh akarnya, akan tetapi tetap kita perlukan untuk mengajarkan dengan cara “paksa” agar kita mematuhinya. Oleh karena itu dalam Bahasa bijak “manut” tanpa perlu banyak bertanya terkadang bijak untuk dilakukan, karena kita berprasangka baik terhadap penyelenggara kebijakan dalam rangka untuk kebaikan hidup masyarakat kita secara keseluruhan, dan kita mesti menghormatinya”.
(Syaifudin)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, istilah 5M sangat popular dimasa pendemik covid 19 kita sekarang ini, karena 5 M yang berarti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas diyakini sebagai merode yang efektif untuk meng-iliminir dan atau mengendalikan penyebaran virus covid 19. Oleh karena itu eksistensi 5M telah menjadi kesepahaman umum yang diyakini kebenarannya, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun demikian sebagaimana yang pernah di tulis oleh IBG Dharma Putra dalam seri opininya “APRESIASI PENANGGULANGAN TSUNAMI COVID DI INDONESIA”, sebenarnya masyarakat Cuma perlu melakukan 1M saja, yaitu Manut.
Sahabat ! saya mencoba melihatnya dari sisi “komunukasi” dan “kajian sosiologi hukum”, yang menempatkan posisi 5M sebagai informasi berisi “pesan” yang dikomunikasikan oleh komonikator kepada atau dengan pihak lain, baik itu masyarakat atau pribadi sebagai komunikan. Selaras dengan ini kajian sosiologi hukum yang salah satunya membahas “efektifitas hukum” menempatkan “hukum” sebagai “pesan” yang dimasukan kedalam kehidupan manusia yang berisi perintah atau larangan dengan tujuan “pesan” itu dipatuhi.
Sahabat ! bagaimana kemudian nasib “pesan” dari sisi komunukasi akan menghasilakn pengetahuan dan pemahaman dari komunikan yang efektif, begitu pula dari sisi efektifitas hukum,pesan itu apakah diketahui dan difahami sampai kepada penghayatan atas pesan (hukum) sehingga menimbulkan kesadaran untuk mentaatinya.
Sahabat ! ternyata manusia itu bukanlah “robot” atau “mesin” yang apabila dimasukan (entri) perintah atau larangan, maka langsung akan mentaatinya seperti saat kita memasukan koin kedalam mesin penjualan minuman, yang saat kita masukan koin dan kemudian berproses mengeluarkan minuman dalam box mesin sebagai tujuan kita saat memasukan koin itu. Karea manusia mempunyai sisi “unik” saat mencerna sebuah perintah yang masuk ke dalam dirinya, perintah itu setelah diketahuinya, kemudian difahaminya, kemudian dihayatinya, barulah kemudian ia memberikan respon terhadap perintah itu, berupa mematuhi, mematuhi sebagaian (besar atau kecil) dan tidak mematuhinya.
Sahabat ! uniknya lagi setiap orang (manusia) berbeda proses “pencernaan” pengetahuan,pemahaman dan penghayatannya tersebut sangat beragam tergantung kondisi objektif yang ada pada diri mereka masing-masing, dari sinilah adanya perbedaan Pendidikan, kecerdasan, latar belakang kehidupan, pengalaman hidup, kondisi lingkungan dan pandangan serta keyakinan kehidupannya, akan melahirkan sikap atau respon yang berbeda atas ketaatannya terhadap pesan yang terkandung dalam hukum itu.
Sahabat ! beranjak dari sinilah maka kalau 5M kita sepakati sebagai suatu “pesan” yang mesti kita sampaikan kepada masyarakat, maka yang menjadi pertanyaan apakah sekedar kita sampaikan begitu saja dan dianggap sudah selesai saat sudah tersampaikan lewat media-media penyampai pesan ? tentu mestinya tidak, karena kalau sekedar sampai pada pengetahuan terhadap pesan maka itu belum berarti apa-apa, karena manusia itu bukan “mesin” yang langsung menerima dan melakukan pesan.
Sahabat ! sebuah pesan 5M mesti kita internalisasi kedalam diri masyarakat kita dengan berbagaimacam metode yang cocok dengan kondisi masyarakat masing-masing, sampai masyarakat kita benar-benar dapat memahami isi atau substansi pesan 5M itu dan kemudian sampai kepada pemahaman yang menjadikannya menghayati isi pesan 5M, sehingga kemudian ia secara otomatis akan mematuhinya dengan penuh kesadaran, bukan kepatuhan karena ada sanksi atau penyekatan.
Sahabat ! ternyata 1M atau manut atau kepatuhan ini tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, karena 1M mesti diperjuangkan untuk memperoleh atau mendapatkannya. PPKM level 4 hanyalah satu metode yang belum menyentuh akarnya, akan tetapi tetap kita perlukan untuk mengajarkan dengan cara “paksa” agar kita mematuhinya. Oleh karena itu dalam Bahasa bijak “manut” tanpa perlu banyak bertanya terkadang bijak untuk dilakukan, karena kita berprasangka baik terhadap penyelenggara kebijakan dalam rangka untuk kebaikan hidup masyarakat kita secara keseluruhan, dan kita mesti menghormatinya.
Salam secangkir kopi seribu inspirasi.