BUKIT ZAITUN (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)

BUKIT ZAITUN

Himah apa yang dapat diperoleh dari pengalaman ini, pertama kematian adalah sebuah pintu akhir kehidupan, setiap insan pasti akan melewatinya, yang berbeda hanyalah caranya. Kedua, menyakini sesuatu adalah sebuah keimanan, dan sebuah keimanan tidak harus dibuktikan dengan fakta hari ini, tetapi boleh jadi akan dibuktikan pada kehidupan di kemudian hari, Imam Mahdi, Surga, dan Neraka adalah keyakinan yang tidak harus dibuktikan hari ini, substansi dari keyakinan ini adalah keimanan kepada sesuatu yang ghaib. Manusia tidak pernah mengerti makna cinta yang sesungguhnya, tetapi dapat merasakan buah dari cinta yang dilakukannya. Ketiga, sudah ribuan tahun lalu, tempat pemakaman telah menjadi “taman”, sehingga tidak mengherankan jika kini banyak kaum pemodal membuat “taman pemakaman” dengan harga yang boleh jadi lebih mahal dari sekedar rumah tinggal. Hidup memang mahal, tetapi ternyata mati juga tidak lebih murah.

Oleh Tjipto Sumadi*

SCNEWS.ID-JAKARTA. Bukit Zaitun dalam bahasa Ibrani disebut Har HaZeitim, sedangkan dalam bahasa Arab disebut sebagai Jabal az-Zeitun, sementara dalam bahasa Inggris disebut Mount of Olives atau Mount Olivet. Bukit ini merupakan pengunungan yang tidak terlalu tinggi yang berlokasi di bagian timur kota Yerusalem. Di bukit ini terdapat  puncak yang membentang dari utara ke selatan, yang tertinggi disebut bukit at-Tur, dengan ketinggian 818 meter dpl. Bukit ini diberi nama Bukit Zaitun, karena dahulunya di bukit ini terdapat perkebunan zaitun yang menghijau di lereng bukit yang membujur dari arah timur ke barat menuju arah Masjid Al Aqsho. Bukit ini memiliki hubungan kesejarahan yang erat dengan ketiga agama samawi;  YahudiNasrani, dan Islam. Di tempat ini pula terdapat kuburan orang-orang Yahudi yang sudah ada sejak 3000 tahun lalu dan memuat sekitar 150,000 makam. Dewasa ini, di daerah ini juga dimakamkan jenazah umat Nasrani. Sejak dahulu diyakini, bahwa bukit ini merupakan tempat yang sakral, sehingga banyak para nabi atau keturunannya yang dimakamkan di lokasi ini. Termasuk nabi Zhakaria juga diyakini dimakamkan di tempat ini.

Umat Nasrani sedang Berziarah di Bukit Zaitun (Dokumen Pribadi)

Dalam sebuah sejarah dikisahkan, tentara Romawi dari Legio X Fretensis yang bermarkas di bukit ini, pernah mengepung Yerusalem  pada tahun 70 M. Bukit ini juga menjadi tempat melakukan upara keagamaan bagi kaum Yahudi. Banyak pula para penziarah dari mancanegara yang berziarah ke bukit ini. Begitu bersejarahnya bukit ini, maka penduduk di lokasi ini pernah mendapatkan kompensasi sebesar £100 setiap tahunnya, agar warga tidak merusak bukit ini. Itu sebabnya, hingga saat ini pemakaman di bukit ini tetap lestari. Jadi, bukan hanya tanah Palestina atau Yerusalem yang menjadi perebutan tanah suci, bahkan Bukit Zaitun pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perebutan yang terjadi di tanah suci ketiga agama ini.

Sisi lain Pemakaman Umat Nasrani di Bukit Zaitun (Dokumen Pribadi)

Ketika penulis dan rombongan melakukan tour de kompleks Masid Al Aqsho yang didampingi Imam Besar Masjid Al Aqsho Syekh Yusuf Abdelwahab Abu Snena, dan saat tiba di bagian timur kompleks, beliau menjelaskan bahwa: “Nanti pada saatnya, Nabi Isa akan turun ke bumi di Bukit Zaitun (sambil tangannya menujuk ke arah Bukit Zaitun), dari sana beliau akan menuruni bukit dan memasuki kompleks Masjid Aqsho ini melalui pintu yang memiliki dua tiang besar.” Pintu yang dimaksud Syekh Yusuf adalah tiang yang berada pada sebuah bangunan megah yang memiliki pintu gerbang besar, dengan dua buah penyangga besar di sisi kiri dan kanannya. Bangunan ini pernah dijadikan sekolah oleh masyarakat Arab Palestina, namun sekarang ditutup oleh tantara pendudukan Israel. “Dari tempat inilah nantinya Isa Al Masih akan menata kembali kehidupan beragama dan menyatukan semua umat tauhid sebagai Imam Mahdi.” Setidaknya itu yang diceritakan Imam Masjid Al Aqsho, yang penulis fahami.

Pemandangan Masjid Al Aqsho dari Bukit Zaitun (Dokumen Pribadi)

Bersebrangan arah menghadap ke Masjid Al Aqsha, artinya di bagian timur dari Bukit Zaitun ini, dan sedikit ke arah selatan, terdapat makam seorang syuhada muslim yang terkenal, yaitu Salman Al Farisi. Salman Al Farisi adalah sahabat yang hidup di masa Nabi Muhammad SAW. Nama Salman Al Farisi terkenal karena menyarankan pembuatan parit yang besar sebagai pertahanan, yang kemudian terkenal dengan “Perang Khandak”. Usai Perang Khandak, Sahabat Salman Al Farisi, turut berjuang membebaskan Yerusalem dari dominasi nonmuslim, hingga syahid dan dimakamkan di dekat Bukit Zaitun ini.

Himah apa yang dapat diperoleh dari pengalaman ini, pertama kematian adalah sebuah pintu akhir kehidupan, setiap insan pasti akan melewatinya, yang berbeda hanyalah caranya. Kedua, menyakini sesuatu adalah sebuah keimanan, dan sebuah keimanan tidak harus dibuktikan dengan fakta hari ini, tetapi boleh jadi akan dibuktikan pada kehidupan di kemudian hari, Imam Mahdi, Surga, dan Neraka adalah keyakinan yang tidak harus dibuktikan hari ini, substansi dari keyakinan ini adalah keimanan kepada sesuatu yang ghaib. Manusia tidak pernah mengerti makna cinta yang sesungguhnya, tetapi dapat merasakan buah dari cinta yang dilakukannya. Ketiga, sudah ribuan tahun lalu, tempat pemakaman telah menjadi “taman”, sehingga tidak mengherankan jika kini banyak kaum pemodal membuat “taman pemakaman” dengan harga yang boleh jadi lebih mahal dari sekedar rumah tinggal. Hidup memang mahal, tetapi ternyata mati juga tidak lebih murah.

Semoga Bermanfaat.

Salam Wisdom Indonesia

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

    Dosen Universitas Negeri Jakarta

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini