PENDARATAN DARURAT DI SYRACUSE, NEW YORK
Hikmah apa yang dapat dipelajari dari peristiwa ini, pertama sehebat apapun negara adidaya tetap memiliki kelemahan, namun kedewasaan dan kesadaran berteknologi tinggi, membuat para pelakunya cepat menyadari apa yang terjadi, sehingga mereka cepat mengambil keputusan tepat, seperti yang tergambarkan dalam film Executive Decision. Kedua, kadang awal dari ketentuan yang diberikan Tuhan, tidak kita disadari. Kesadaran itu baru muncul saat kita telah merasakan nikmat dan kebahagiaan yang kita dapatkan. Saat itu kita akan mengatakan, inilah hikmah di balik sebuah peristiwa. Andai Northwest tidak mengalami kerusakan, maka mungkin penulis tidak akan pernah melintas di atas Colorado; This is The Blessing in Disguise. Ketiga, setiap manusia pasti akan kembali kepada-Nya, hanya saja kalau boleh berharap dan memilih, semoga kematian yang akan terjadi tidak jauh dari kampung halaman, supaya isteri/suami, anak, dan cucu kita dapat menziarahi pusara peristirahatan terakhir kita.
Oleh Tjipto Sumadi*
SCNEWS.ID-JAKARTA. Saat menulis ini, penulis sambil menonton film berjudul Executive Decision. Film ini berkisah tentang sebuah pesawat B-747 yang dibajak dalam perjalanan menuju Amerika Serikat. Akan tetapi tulisan ini tidak diperuntukkan sebagai resensi film itu. Tulisan ini akan berbagi pengalaman tentang perjalanan penulis dari bandara Syracuse New York menuju Detroit, Amerika Serikat, dan mendarat darurat di Syracuse International Airport.
Di penghujung bulan September, saat udara hangat di Benua Amerika bagian utara mulai pergi, dan orang-orang pun mulai menggunakan pakaian tebal untuk membalut tubuhnya agar tetap merasa hangat. Saat itu pula, penulis bergegas akan meninggalkan “benua impian”, untuk kembali ke tanah air, setelah tinggal beberapa bulan di negeri Uncle Sam ini. Dengan menggunakan maskapai North West Airlines, penulis menuju Detroit. Rencana perjalanannya, dari Detroit menuju Narita, lalu ke Singapura, dan ke Jakarta. Namun, cerita perjalanannya menjadi berubah, karena ternyata pesawat yang telah lepas landas 1 jam dari Syracuse, harus kembali ke Syracuse New York, karena mengalami gangguan mesin.
Entah telah berapa kali penulis melakukan penerbangan di berbagai penjuru dunia, tetapi baru kali ini merasakan kegundahan yang luar biasa. Penulis yakin, perasaan ini pun, dapat muncul pada semua orang yang sedang berada di udara dan saat pilot mengumumkan bahwa; “Setelah satu jam perjalanan menuju Detroit kita tempuh, ternyata kita harus kembali ke Syracuse, karena ada gangguan pada pesawat ini.” (After an hour’s journey to Detroit, we found that we had to return to Syracuse, because there was a problem with this plane). Mendengar pengumuman itu, sontak semua wajah para penumpang menjadi pucat pasi. Betapa tidak, dari pengumuman tersebut dapat dipastikan bahwa pesawat ini masih akan berada di uadara selama 1 jam untuk mencapai bandara Syracuse. Dalam keadaan seperti ini, maka apapun dapat terjadi dengan mesin pesawat. Tampak semua wajah menengadah, berdoa, berharap, dan dengan raut tak berdaya, pasrah menghadapi apapun yang akan terjadi. Sementara para pramugara dan pramugari sibuk mondar-mandir mengatur segala sesuatu yang harus mereka kerjakan. Tawaran kopi hangat atau teh manis bahkan wishky yang disampaikannya, tak ada lagi yang menggubris. Semua penumpang sibuk dengan dirinya dan imajinasinya sendiri-sendiri.
Empat puluh menit pun berlalu, dan pramugari mengumumkan bahwa beberapa saat lagi pesawat akan mendarat di Syracuse International Airport. Mendengar pengumuman tersebut, ada perasaan lega, dan harapan besar, setidaknya kalau pun pesawat jatuh, pasti tidak terlalu jauh dari Syracuse. Wajah para penumpang pun terlihat mulai ceria, walaupun keadaan masih belum pasti. Detik-detik pendaratan pun sudah mulai mendekat. Daratan sudah terlihat lebih jelas. Sesaat kemudian bandara pun sudah tampak di hadapan pesawat. Kondisi ini semua dapat dilihat dari kamera yang tersedia di sekitar kursi penumpang. Kamera dirancang sedemikian rupa, sehingga penumpang dapat melihat arah depan, bawah, dan samping kiri juga kanan.
Sesaat roda pesawat B-747 yang ditumpangi menyentuh landasan, terlihat di kiri-kanan sejumlah kendaraan khusus mengiringi pesat yang mendarat darurat ini. Dari kendaraan lapis baja, pemadam kebakaran, ambulan, dan kendaraan polisi, serta bus yang semuanya membunyikan sirene dan lampu hazard yang berkedip. Semua kendaraan itu mengawal pendaratan darurat ini. Sebelum mendekat apron, pesawat pun diarahkan ke lokasi yang cukup jauh dan berjarak cukup aman dari gedung terminal bandara. Ketika pesawat telah benar-benar berhenti pun penumpang belum diperbolehkan keluar pesawat, katanya ada prosedur pemeriksaan yang harus dijalani terlebih dahulu. Usai pemeriksaan dan pesawat dinyatakan aman, barulah penumpang diperkenankan keluar dari badan pesawat.
Setelah semua penumpang berada di gedung terminal bandara, diumumkan bahwa pesawat dalam perbaikan, kira-kira memerlukan waktu satu hingga dua jam lagi. Faktanya hingga 4 jam belum selesai. Akhirnya pihak maskapai Northwest Airline menawarkan, apakah akan menginap di hotel atau ganti pesawat. Penulis pun memilih menginap di hotel yang ditentukan oleh pihak maskapai. Tentu biaya hotelnya free.
Rupanya keesokan harinya, tidak ada penjadwalan Northwest yang akan menuju Jepang dan Singapura. Pihak maskapai pun menawarkan alternatif perjalanan penerbangan, yaitu tujuannya tetap ke Singapura, tetapi rutenya Syracuse – Detroit – Paris – Singapura atau Syracuse – Los Angeles – Singapura. Setelah mempertimbangkan banyak hal, penulis memilih alternatif kedua, dengan menggunakan Singapore Airlines. Dalam perjalanan menuju Los Angeles, ternyata rute pesawat ini melintas di atas Grand Canyon Colorado. Sebuah pemandangan yang menarik luar biasa. Bagi penulis ini adalah pemandangan yang dialami hanya sekali seumur hidup. Melintas di atas Colorado, dengan pilot agak “nakal” yang sengaja memiringkan pesawatnya ke kiri dan ke kanan, sambil menginformasikan ketinggian dan pemandangan yang indah di bawah sana.
Pembaca yang Budiman
Hikmah apa yang dapat dipelajari dari peristiwa ini, pertama sehebat apapun negara adidaya tetap memiliki kelemahan, namun kedewasaan dan kesadaran berteknologi tinggi, membuat para pelakunya cepat menyadari apa yang terjadi, sehingga mereka cepat mengambil keputusan tepat, seperti yang tergambarkan dalam film Executive Decision. Kedua, kadang awal dari ketentuan yang diberikan Tuhan, tidak kita disadari. Kesadaran itu baru muncul saat kita telah merasakan nikmat dan kebahagiaan yang kita dapatkan. Saat itu kita akan mengatakan, inilah hikmah di balik sebuah peristiwa. Andai Northwest tidak mengalami kerusakan, maka mungkin penulis tidak akan pernah melintas di atas Colorado; This is The Blessing in Disguise. Ketiga, setiap manusia pasti akan kembali kepada-Nya, hanya saja kalau boleh berharap dan memilih, semoga kematian yang akan terjadi tidak jauh dari kampung halaman, supaya isteri/suami, anak, dan cucu kita dapat menziarahi pusara peristirahatan terakhir kita.
Semoga Bermanfaat.
Salam Wisdom Indonesia
*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987
Dosen Universitas Negeri Jakarta