“Terdapat renungan yang mendasar dan mendalam kenapa bisa banjir seperti sekarang ini, namun rasanya tidak tepat kalau dikatakan sekarang seperti banyaknya penyebaran gambar, video (termasuk editan), narasi yang menyalahkan seseorang atau kelompok orang yang cenderung sebagai fitnah, ujaran kebencian dan tidak kontekstual. Karena sekarang justeru yang sangat diperlukan adalah membantu masyarakat kita yang terkena kebanjiran ini”
Oleh : Syaifudin*
SCNEWS.ID-Banjarmasin. Sudah beberapa hari ini, tanggal 13, 14, 15, 16, 17 Januari 2021 dan sampai tulisan ini ditulis, kondisi Kalimantan Selatan dilanda Banjir, terdapat 10 Kabupaten/Kota yang terkenan musibah ini, termasuk di Banjarmasin. Berdasarkan laporan dari berbagai sumber kondisi ini diawali dengan hujan deras yang tarus menerus selama beberapa hari ini hampir diseluruh wilayah Kalimantan Selatan, dari kota-kota di Kabupaten Kota sampai didaerah pegunungan meratus. Dengan demikian secara logika umum saja, akibat air turun dari pegunungan dengan jumlah banyak, menyebabkan daerah didekat aliran sungai kebanjiran, kemudian air yang turun itu bertemu dengan genangan di perkotaan dan kemudian terjadi pasang air laut, sehingga telah menyebabkan Banjir yang dalam dan merata diberbagai tempat di Kota Banjarmasin ini. Secara subjektif saya katakana bahwa selama perjalanan usia saya sekarang dan 40 tahun tinggal di Bajarmasin belum pernah menemui kondisi banjir yang seperti ini.
Memang berbagai macam pendapat dan atau kajian bisa saja diungkapkan, mengapa hal ini bisa terjadi, yang intinya bisa dilihat dari dua hal utama, yaitu yang mengkaitkan dengan “kerusakan lingkungan”, dan kerusakan akibat “perilaku manusia” yang tidak bersahabat dengan alam dan atau sampai pada kerusakan moral. Artinya ada variable yang diakibatkan oleh interaksi dengan alam dan ada variable kekuasaan Yang Maha Kuasa, dimana manusia berperan dan bertanggungjawab atas alam lingkungan, sementara besarnya intensitas hujan menjadi domainnya Yang Maha Kuasa.
Di masyarakat Banjar ditemukan istilah “pasang surut” dan “pasang dalam” saat melihat kondisi sungai dan hujan yang terjadi. Istilah pasang surut adalah istilah yang umum digunakan untuk melihat debit air di sungai, ada saat surut dan ada saat pasang yang terjadi sepanjang tahun, dan ini menjadi kearifan masyarakat yang mengandalkan transportasi sungai. Saat pasang kapal atau perahu dapat merapat kedaerah hulu, sedangkan saat surut kapal hanya bisa sampai di daerah hilir atau muara sungai. Oleh karena itu pasang surut adalah konsisi debit air yang bertolak belakang, seperti layaknya dikotomi atau “keberduaan yang bertolak belakang” dalam gejala kehidupan.
Berbeda dengan pasang surut, maka istilah “pasang dalam” adalah istilah yang sebenarnya kembar dengan kualifikasi atau derajat yang berbeda, karena pasang itu sendiri adalah kondisi debit air disungai yang dalam, maka saat ditambah kata “dalam” lagi menjadi bermakna “dalam yang dalam” atau kedalaman (debt air) airnyanya lebih dari sekedar “dalam” biasanya. Oleh karena itu saat muncul istilah pasang dalam, maka menggambarkan suatu keadaan pasang yang dalam dan tidak sekebar dalamnya pasang saja.
Lantas mengapa sampai terjadi kondisi “pasang dalam” ini ? pertama bisa disebabkan oleh puncanya pasang yang biasa dikaitkan denga bulan purnama, dan kedua dikaitkan dengan adanya pasang yang dibarengi oleh curah hujan yang tinggi. Dan keduanya ini bisa bergabung, yaitu puncak pasang dan curah hujan yang tinggi, maka terjadilah apa yang disebut “pasang dalam” tersebut.
Saat pasang dalam ini, masyarakat Banjar masih menganggapnya kondisi normal dan bisa sering terjadi pada kondisi-kondisi yang disebutkan di atas, dan karenanya tidak menyebutnya dengan istilah “banjir”, melainkan dengan istilah “calap. Oleh karena itu yang Namanya “calap” air genangan air bisa sampai halaman rumah atau bahkan sampai ke dalam rumah yang semata kaki (orang banjar menyebutnya kacap-kacapan) pada daerah-daerah yang dekat dengan sungai.
Dengan demikian kondisi calap dan kacap-kacapan ini sesungguhnya sudah biasa dalam tradisi masyarakat Banjar. Akan tetapi kondisi sekarang, bukan lagi calap dan acap-acapan, air sudah meluber ketetmpat-tempat yang selama ini tidak terkenan calap dan bahkan sangat tinggi, mencapai 1,5 meter. Oleh karena itulah terminology yang dikatakan bukan lagi calap, tapi BANJIR.
Terdapat renungan yang mendasar dan mendalam kenapa bisa banjir seperti sekarang ini, namun rasanya tidak tepat kalau dikatakan sekarang seperti banyaknya penyebaran gambar, video (termasuk editan), narasi yang menyalahkan seseorang atau kelompok orang yang cenderung sebagai fitnah, ujaran kebencian dan tidak kontekstual. Karena sekarang justeru yang sangat diperlukan adalah membantu masyarakat kita yang terkena kebanjiran ini.
Secara sederhana metode yang dipakai oleh kita yang mempunyai kemampuan adalah secara berjenjang berdasarkan kemampuan kita menempatkan prioritas dengan berbagai bantuan seperti makanan, uang, pakaian dan tempat penampungan sebagai berikut:
# Bantu tetangga,
# Bantu keluarga,
# Bantu rekan kerja kita
# Bantu sahabat kita
# Bantu masyarakat kita
Dengan metode yang seperti ini insyaallah kita sudah berperan membantu meringankan beban masyarakat secara keseluruhan. Mari kita berdoa, semoga Banjir ini cepat berhenti, kemudian kita dapat melanjutkan hidup seperti biasa.
Salam Wisdom Spritual.
Syaifudin adalah Alumni Mawadan87 dan Dewan Redaksi dutatv.com dan scnews.id