PERUBAHAN BUDAYA “Didekasi Buat Prof. Dr. Ir. Gusti M. Hatta” (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

PERUBAHAN BUDAYA

Tantangan terberat kepemimpinan dengan keteladanan adalah memperbaiki diri sendiri. Mengapresiasi diri secara kritis produktif harus dibiasakan dan dipelajari, melihat diri secara objektif dan mencoba melihat kelemahan diri dari setiap kejadian yang buruk bukanlah hal yang mudah. Karena itulah maka mengkoreksi diri dan memaafkan diri perlu dipelajari. Jika lulus niscaya mengkoreksi orang lain tidak perlu belajar lagi.

Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BALI. Saya tidak mengerti, kenapa tiba tiba teringat kepada seorang mantan menteri yang sangat rendah hati, bukan hanya dirinya yang rendah hati, tapi juga istri dan anak anak beliau. Saya berani memberi kesaksian ini, karena sudah bergaul dekat dengan keluarga itu. Dan kerendah hatiannya semakin tampak hebat karena mereka berasal dari keluarga cendikiawan sangat cerdas.

Dan ingatan itu membawa saya pada salah satu peristiwa yang pernah saya alami dalam kehidupan saya. Sebuah peristiwa budaya, yang berkait erat dan sebagai akibat relasi serta atensi sang menteri kepada penugasan saya di sebuah rumah sakit. Dan peristiwa ini akan selalu teringat kembali jika saya merasa mendapatkan penugasan baru.

Ingatan saya itu juga yang membuat saya menulis tentang perubahan budaya yang melihat budaya dari sudut operasional emperis keseharian yang ada di benak saya. Bahwa budaya merupakan cara hidup yang berkembang di sebuah komunitas dan biasanya dibanggakan serta diwariskan kepada anak cucunya.

Pelantikan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Kertayasa Bali

Dalam bentuknya yang paling umum dapat berupa perilaku dan kebiasaan unik ataupun cara berpakaian yang khas. Tetapi secara keseluruhan, budaya dapat menjadi ciri sebuah komunitas karena keunikannya hingga menjadi pembeda komunitas yang satu dan yang lain.

Sebagai ciri budaya bersifat dinamis dan bukan statis. Budaya yang satu tetap bisa saling mempengaruhi dengan budaya yang lain sehingga akan selalu berubah sesuai dinamika pergaulan manusia. Budaya bersifat terbuka dan selalu menyesuaikan dengan zaman dan mengikuti perubahan nilai dari anggota komunitasnya.

Budaya dapat bertumbuh dan tetap menjadi cara hidup karena budaya mengedepankan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi sehingga harus dijaga dengan komitmen dan dijadikan pedoman bersama dalam bersikap maupun beprilaku. Tanpa komitmen budaya akan semakin memudar dan sirna.

Serah Terima Direktur Utama RSU Kertayasa Bali

Dan saya cukup beruntung karena pernah menjadi saksi terjadinya sebuah perubahan budaya di tempat saya bertugas dan sebagai saksi mata dari perubahan itu, saya akhirnya berpendapat bahwa perubahan budaya memerlukan unsur pemaksa berupa ketidak nyamanan jika budaya tersebut tidak dipatuhi atau tidak dijalankan

Cerita tentang perubahan budaya yang saya saksikan, bermula dari kemurah hatian, Bapak Prof Dr Ir Gusti M Hatta, sebagai Menteri Lingkungan Hidup, yang memberikan hadiah IPAL, Instalasi Pengolahan Air Limbah kepada Rumah Sakit yang saya pimpin dan dalam waktu yang tidak lama IPAL sudah bisa mulai difungsikan.

IPAL tersebut memaksa semua civitas hospitalia, mengubah caranya membuang sampah. Dari membuang sebarang sampah disebarang tempat menjadi membuang sampah dengan kesadaran penuh untuk lebih dahulu memilahnya dan membuang sesuai dengan tempatnya yang sudah disediakan.

Ternyata membangun budaya buang sampah yang terkendali itu sangat susah dan ketidak patuhan berakibat pada sering mampetnya saluran pembuangan limbah yang akhirnya membuat IPAL pecah meledak dan pecahnya diikuti oleh serangan bau kotoran manusia yang menyebar keseluruh hidung manusia yang ada di rumah sakit.

Sebuah hukuman maha dasyat itu tidak akan berhenti jika IPAL tidak segera diperbaiki, bagian pecahnya ditambal dan saluran yang tersumbat dilancarkan. Hukuman maha menjijikan ini, mengenai semua orang dan berakibat semua orang terpaksa mematuhi aturan pembuangan sampah yang baru.

Dengan hukuman yang sehebat itu saja, budaya membuang sampah sesuai ketentuan, baru bisa menjadi kebiasaan setelah terjadi ledakan serta pecahnya IPAL sebanyak empat kali. Artinya empat kali hukuman sangat berat baru mampu mengubah budaya. Dan bisa diduga bahwa akan sangat lama waktu yang diperlukan untuk menimbulkan perubahan jika tidak ada faktor pemaksa itu.

Sebagai pelaku sekaligus saksi yang merangkap korban, dari proses perubahan budaya, saya merasakan bahwa perubahan budaya sangat tidak mudah terjadi dan tidak hanya mengandalkan faktor pemaksa tapi juga memerlukan kepemimpinan tegas dengan sistem pengawasan ketat, kecepatan koreksi, dan keterbukaan. Perubahan budaya harus dihadapi dengan tegas dan di masa awalnya harus disikapi bak memecah batu karang.

Begitu rumitnya sebuah perubahan budaya sehingga saya berpendapat untuk mengubah budaya diperlukan perubahan mind set semua anggota organisasi. Dan harus saya katakan secara pasti, berdasarkan pengalaman saya itu, bahwa mengubah mind set semua anggota organisasi memerlukan kekuatan dan kemampuan serta keberanian yang lebih dari biasanya.

Pemimpin yang dipercaya untuk melakukan perubahan harus berani melakukan pendobrakan dan pantang mundur, meninggalkan ( sementara ) stafnya yang belum ataupun tidak berubah karena mempunyai keyakinan bahwa, pada akhirnya, mereka akan berubah.

Perubahan akan terjadi pada semuanya, karena tekanan budaya yang sudah semakin baik dan karena dihadapkan pada pilihan hitam putih yang ada didepannya. Hanya ada satu pilihan dari dua pilihan yang bisa dipilihnya, yaitu malu dan tertinggal atau mengikuti perubahan itu.

Pemimpin perubahan wajib bisa menanamkan prinsip pokok perubahan, kedasar otak setiap anggota organisasi yang dipimpinnya, bahwa datangnya perubahan tak akan meminta ijin. Perubahan tidak peduli dengan kesiapanmu, kemauannmu, kesenanganmu. Perubahan menuntutmu untuk bersikap dan penyikapan itu yang akan menentukan kesuksesanmu.

Poin penting yang harus disadari untuk tidak kehilangan semangat pembaharuan adalah bahwa seorang pembaharu, memang sangat sedikit jumlahnya dan hanya akan diikuti oleh sedikit sekali orang yang cepat berubah, sementara bagian terbanyak dari anggota organisasi, akan melihat dulu, menghitung untung ruginya sebelum ikut berubah, bahkan ada sebagian kecil, akan tetap menentang perubahan.

Karena kondisi mayoritas penuh perhitungan maka pemimpin perubahan wajib memberikan teladan karena mengajak selalu lebih mudah dibandingkan dengan menyuruh. Pemimpin dengan keteladanan akan lebih mudah mengarahkan staf dan tak akan terlalu mendapat tantangan maupun hambatan resistensi, karena perintahnya sesuai dengan yang dilakukannya.

Tantangan terberat kepemimpinan dengan keteladanan adalah memperbaiki diri sendiri. Mengapresiasi diri secara kritis produktif harus dibiasakan dan dipelajari, melihat diri secara objektif dan mencoba melihat kelemahan diri dari setiap kejadian yang buruk bukanlah hal yang mudah. Karena itulah maka mengkoreksi diri dan memaafkan diri perlu dipelajari. Jika lulus niscaya mengkoreksi orang lain tidak perlu belajar lagi.

Pendapat akhir yang dapat ditarik dari semua keruwetan diatas adalah bahwa perubahan budaya tak akan bisa dibendung dan tak memerlukan ijin untuk mendatangi kehidupan, dan akan lebih mudah terjadi jika disikapi dengan tepat melalui keteladanan disertai pembiasaan dengan kontrol ketat dan hukuman bagi yang tidak melaksanakannya.

Dan pendapat itulah yang menginspirasi saya disetiap penugasan, sebuah inspirasi dari seorang tokoh idola yang sangat rendah hati sehingga menjadi wajar jika tulisan ini didedikasikan untuk beliau yang amat sangat membanggakan sekaligus saya hormati dan sayangi. Terima kasih Pak Hatta dan salam sangat hormat untuk bapak serta ibu.

Bali Barat
25102021

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini