HUJAN, SEBUAH MAKNA DAN KENANGAN

SCNews —”Setiap penglihatan tentang keindahan akan lenyap. Setiap perkataan yang manis akan memudar” (Rumi)

Tahukah kau, rintik hujan itu mengingatkan akan keindahan, pada payung dan kesejukkan. Sesuatu yang meresap dalam ingatan, tertanam dalam helaan. Bahkan saat hati diguyur kegersangan, melepaskan payung dan berlari menjemput setiap tetes hujan adalah obat yang mengairi kesunyian itu. Menetes menembus semua luka dan duka.

Adakah ingatan seperti ini di hatimu ?? Di hidupmu ?? Coba kau pejamkan mata, renungi, dan kau hirup rasanya, lalu perlahan hidupkan kembali kenangannya. Betapa, dalam hitungan detik, ketika kau munculkan keindahan itu, dukamu hari ini seakan meredup. Kepedihan dan kepenatanmu berganti senyum. Meski sesaat, kenangan indah, kesejukan, dan tiap tetesan hujan itu seakan melumasi roda kehidupanmu hari ini, yang tengah kerontang karena deraan hidupmu.

Darimana asalnya itu ? Semua adalah tabungan kenanganmu, yang bisa kau hidupkan saat kau bermuram durja. Mari kita berhitung, sebanyak apa kenangan indah dalam hidup yang kita punya ??

Jika kau kesulitan mengeluarkan kenangan itu, karena begitu kosongnya hidupmu dari keindahan, mari bersama kita terbang menuju masa lalu. Apa saja yang kau serap dalam setiap langkah hidupmu ?? Kemarahan, kekecewaan, dan semua penyakit hati yang kau ijinkan untuk memenuhi benakmu ?? Setiap jengkal ingatan buruk dalam hidupmu, adalah karena kau ijinkan dia bertahta di situ. Berfoya-foya merampas kebahagiaanmu, mengikis setiap kesempatan untuk bahagia.

Mengapa semua bisa terjadi ?? Karena kau tidak mencintai diri sendiri. Kau terlalu berfokus pada sesuatu di luar dirimu. Kau dijajah standar kehidupan yang tak teraih olehmu. Kau ijinkan nalarmu dianiaya oleh ambisimu, dan kemarahan merajalela membakar setiap jengkal nafasmu. Maka kau bagai dewa dewi api, yang selalu melihat kekurangan di sekitarmu, memandang dengan sudut keburukan pada setiap fokusmu. Ambisi, rasa marah, penyakit hati yang kau pelihara, dengan digdaya menutup rasa syukur di sudut nuranimu. Sehingga tak ada hal yang bisa membuatmu bahagia, tidak pada hal-hal besar yang meleset dari anganmu, apalagi hal kecil yang mengelus dirimu. Semua menjadi gersang, kau ijinkan itu tersimpan dalam bawah sadarmu. Menjadi tabungan hidupmu kelak, yang menyiksamu karena mengikis rasa damai dalam benakmu. Kau tak pernah bisa selesai dengan dirimu, dan akhirnya kau tidak punya waktu untuk sekitarmu. Hidupmu hanya fokus dirimu, kau sadar itu ???

Hari ini, disini, saat kulihat derasnya hujan, aku mencoba menghadirkan satu per satu kenangan. Kutatap derasnya air, dari balik jendela, perlahan naik memenuhi halaman. Kecemasan mulai melandaku, genangan air mataku sama derasnya dengan turunnya hujan.

Kau tahu, hujan ini berubah menjadi laksana air bah, bergulung tercurah, bahkan mendatangkan gelombang duka. Banjir dimana-mana, dan teriakan tangis mereka yang terseret terngiang di telinga, meski hanya kusaksikan di dunia maya. Dalam kecemasan dan  duka ku, kucoba tak mengutuki limpahan air ini. Kau rasakan yang sama ???

Tuhan, KAU ingin aku memaknai apa dari pelajaran hidup hari ini ?? Seketika aku tersentak, kuredam semua hal buruk dengan rasa syukur, kubuka lembar demi lembar kenangan. Berapa banyak keindahan yang telah kunikmati dari hujan. Kupejamkan mata, kularikan jiwaku pada lautan bahagia atas semua yang telah kunikmati selama ini. Bagai ‘deja vu’, semua muncul di hadapan, mengurangi kepedihan, menenangkan dan menguatkan rasa syukur

Saat diriku sudah membaik, maka tangan dan pikiranku menjadi produktif. Meluaskan manfaat diri untuk menjadi bagian solusi atas apa yang terjadi. Langkah kecil yang kulakukan, mungkin berarti besar bagi yang membutuhkan. Saat hatiku telah tenang, maka mendengarkan keluhan, tangisan dan teriakan bahkan cacian mereka yang merasa teraniaya oleh keadaan, tidak membuat hidupku memburuk. Empatiku bertumbuh, rasaku meluas bagai samudera, dan tanganku begitu lincah menghubungkan satu dengan yang lain. Waktu pun terasa begitu sempit, tapi hidupku merasa begitu berarti, setidaknya ada kesejukan merembes di sudut-sudut hatiku. Terus mengetuk, menggetarkan, dan mengalunkan rasa syukur. Karena Tuhan ingin aku bersyukur, pada apapun yang menjadi ketentuanNya.

Dan Kau, mengapa kau masih disitu, mengutuki setiap jengkal yang terjadi. Apapun menjadi salah bagimu. Siapapun menjadi sasaran kemarahanmu. Kau terbakar oleh hatimu, dan aku prihatin karena hidupmu menjadi kerontang, jiwamu kering terbakar oleh amarahmu.

Wahai kau, sudahilah kau menganiaya jiwamu. Meski mungkin kau tak bisa pejamkan matamu, untuk menarik tabungan keindahan dalam hidupmu, setidaknya kau mulai dengan rasa syukur hari ini. Kau bukan bagian dari yang bergulung dengan arus. Jika kau ingin menabung keindahan di masa depan, singsingkanlah sedikit egomu, lakukanlah yang terbaik. Tetapi kumohon, saat bersama mereka yang tengah berduka, jadilah pelipur lara, bawalah semangkuk kehangatan, secawan pelepas dahaga, dan selembar selimut ketenangan.

Pada saatnya nanti, kau, aku dan mereka harus menyamakan langkah, memberikan manfaat untuk kepentingan bersama. Saat itu, mari kita duduk, mengurai data, membeberkan fakta, menganalisa yang ada, menemukan siklus sebab akibat dan mendudukan pada sunatullahNya, pada hukumnya dan pada aturannya.

Saat itu kita tentukan langkah yang tepat, membidik di gelanggang yang tepat, memanah di sasaran yang seharusnya. Tidak ada kata terlambat, yang ada hanyalah langkah yang tepat, pada waktu yang tepat. Mari kita mencatat, semua yang harus ditulis kelak, mengumpulkan panah-panah terbaik agar argumen dan data bisa diluncurkan dan sampai pada titik yang akurat. Karena disana, dan saat itulah perjuangan yang sebenarnya terjadi. Kau, Aku dan Mereka, bersama.

Wahai kau dan aku, saat ini, mari kita tadahkan sedikit tangan, tampung sang hujan, basuhkan pada wajah ini. Biarkan dinginnya menceritakan, apa yang ingin disampaikannya. Teruskan sampai ke hati, endapkan.

Dan Sang Hujan berkata, tak ingin memisahkan aku dan kau juga mereka, karena kita adalah satu, teraniaya pada saat yang sama, dan harus berjuang bersama

Banjarmasin, 21 Januari 2021

Catatan Dhy Rozz

#perempuansetengahabad #perempuanindonesia #catatandhyrozz #refleksi #kontemplasi #satir #monolog #podcast #ceritahariiniuntuknanti

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini