SANDAL LARUT (SERI SECANGKIR KOPI SERIBU INSPIRASI)

SANDAL LARUT

“Esensinya “saat larut model pertama dan kedua, bisa saja kita larut dalam artian lupa diri jadi orang linglung tak waras, namun saat model ketiga ini bisa saja kita larut dalam kegembiraan karena terlepas dari beban berbagai keinginan yang dihormati oleh makhluk, karena saat kita bisa melepaskan diri dari berbagai keinginan “titel” duniawi, maka saat itu kita “sakau” asyik berdekatan dengan yang Maha Kuasa. Dan inilah tingkat tertinggi hakikat “sandal larut”.

Oleh : Syaifudin

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, ada kiriman foto dari Sahabat kita Abdul Haris Makkie yang diberi judul “sandal larut” yang saya cermati memang fotonya memperlihatkan sandal sebelah atau tidak sepasang berada di atas air sungai yang berdasarkan imajinasi saya sungai itu mengalir, sehingga sandal ini ikut “larut” bersama aliran air tersebut. Tentu saya meyakini ada pesan yang ingin disamaikan oleh Sahabat kita ini, namun apa pesan yang sebenarnya yang ingin disampaikan tentunya beliau sendirilah yang paling tahu.  Adapun dampaknya justeru ke dalam fikiran saya kesana kemari memaknainya, nah kesana kemari inilah yang ingin saya ceritakan hari ini, dan saya minta maaf kalau “kekacauan fikiran” saya memaknainya membuat ada sahabat yang tersinggung, dan tentu niat saya menulis ini bukan untuk menyinggung siapapun.

Pertama saya kaitkan dengan reuni akbar fakultas hukum ULM yang begitu gegap gempita di salah satu Hotel Bintang empat berlangsung sangat meriah, namun saya berhalangan datang, mengapa ? karena saya termasuk “sandal larut” yang dari awal panitia bekerja dan mengundang, tidak pernah melihat posisi saya sebagai Dosen yang pernah mengajar kurang lebih 29 Tahun, dan baru pensiun dini bulan November 2017 yang lalu, ada undangan di WA group  hanya melihat posisi saya pada kelompok alumni angkatan S1 saya difakultas Hukum dan sama sekali Panitia tidak memposisikan status “mantan dosen”, kok mantan dosen, ya istilah mantan ini saya gunakan untuk memadankan dengan sandal yang hanya sebelah, karena sebelahnya posisi aktif dosen PNS sudah tidak melekat lagi, dan hal inilah dugaan saya menjadikan saya dianggap “sandal larut” yang sudah tidak berguna lagi he he he… Tentu saya tidak kecewa dianggap sandal larut, karena tokh semua orang nanti pada masanya akan larut dan pada orang yang berada di hulu sungai memang wajar menganggap  tidak berguna, namun Insyaallah di hilir Sungai akan ada saja orang yang melirik kita, karena kemampuan kita untuk berguna bagi mereka. Namun bisa juga karena saya larut di tempat yang baru yang lebih baik, maka merekapun melupakan asal saya, nah ! keren kan dugaan ini he he…

Kedua, saya kaitkan dengan pelantikan dekan Fakultas Hukum ULM, Rektor sudah memutuskan pilihan terhadap Calon yang dalam proses pemilihan di tingkat senat Fakultas suaranya lebih sedikit dari pada calon petahana, saya percaya pilihan rektor pasti sudah dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan yang secara wisdom tentu tidak hanya melihat jenjang jabatan dan gelar atau kemampuan profesional, namun banyak hal lain yang dipertimbangkan dan dalam kajian “sosiologi hukum” beliau sendirilah yang paling tahu alasan sebenarnya. Namun saat teringat “sandal larut” ini berarti tidak dilantiknya beliau sebagai dekan bisa dianggap sebagai “sandal larut” yaitu pihak yang sengaja dilarutkan mengalir dalam aliran sungai “akademis”. Dan manakala melihat dari sisi kekecewaan, maka tidak akan ada habis-habisnya, namun sebagaimana pengalaman saya di atas, larutnya kita anggap saja tidak berguna lagi bagi satu sisi sungai saat larut, namun akan tetap bermanfaat dan dimanfaatkan orang lain di hilir sungai yang melihat potensi fungsi kita yang lain.  Oleh karena itu terkadang “dilarutkan” itu menyimpan hikmah kebaikan walaupun awalnya terasa sakit. Dan harus kita ingat yang sekarang di ambil (dipilih) dengan melarutkan kita itupun nantinya sesuai masa jabatan juga akan larut, baik itu dilarutkan ataupun karena alam akan larut dengan sendirinya.

Ketiga saya kaitkan dengan fikiran, maka istilah larut ini sering dipadankan dengan “kekacauan” fikiran sehingga disetarakan dengan “orang yang sakit jiwa”, nah kalau bidang ini yang ahli adalah dr IBG Dharma Putra yang bisa menjelaskannya secara ilmiah, namun bagi sisi wisdom saya hanya bisa mengkalkulasi bahwa “larut” itu sama dengan efek sakau yang membuat kita lupa dimana bumi dipijak dan ada halunisasi pada objek tertentu, sehingga “larut” tidak selalu bermakma negatif seperti “gila” tersebut, namun suatu kondisi yang justeru kita bisa merasakan keindahannya.

Sahabat ! esensinya “saat larut model pertama dan kedua di atas, bisa saja kita larut dalam artian lupa diri jadi orang linglung tak waras, namun saat model tiga ini bisa saja kita larut dalam kegembiraan karena terlepas dari beban berbagai keinginan yang dihormati oleh makhluk, karena saat kita bisa melepaskan diri dari berbagai keinginan “titel” duniawi, maka saat itu kita “sakau” asyik berdekatan dengan yang Maha Kuasa. Dan inilah tingkat hakikat “sandal larut”.

Terimakasih Sahabat Abdul Haris Makkie, umpat larut jua nah dangsanak. Salam secangkir kopi seribu inspirasi.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini