HOLIDAY: Libur
Oleh Tjipto Sumadi*
SCNEWS.ID-JAKARTA. Dengan menggunakan pendekatan wild Thinking, tulisan ini coba akan mengurai seputar Holiday. Suatu saat, ada kesempatan berkeliling di kota Telaviv, Israel. Meskipun Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, ternyata hubungan bisnis wisata, masih tetap dapat dijalankan. Fakta ini, sama dengan yang terjadi dengan “negara” Taiwan. Juga meskipun secara diplomatik Indonesia tidak memiliki hubungan, akan tetapi perjalanan wisata dengan “negara” ini tetap bagus dan mulus. Tentu semua itu merujuk pada satu kepentingan, yaitu devisa negara.
Seperti sudah disampaikan pada pembuka, tulisan ini menggunakan pendekatan wild thinking untuk menyampaikan makna holiday. Di Telaviv, termasuk Israel pada umumnya, hari Sabtu atau Sabath adalah hari istirahat. Di hari itu, kami berziarah ke makam Nabi Daud AS., bertemu dengan para “santri” yang tengah membaca dan mengkaji Kitab Suci Taurat. namun tanpa suara. Menurut informasi dari pemandu, mereka sedang menghargai hari Sabath, makanya mereka membacanya di dalam hati, tanpa suara; sebab sesungguhnya mereka sedang istirahat.
Jika diurai secara etimologis, maka kata Holiday terdiri atas dua sukukata, yaitu holy yang bermakna suci, dan day yang berarti hari. Jadi, Holiday dapat dimaknai sebagai hari yang suci. Boleh jadi, pada awalnya, holiday diperuntukkan bagi hari Sabath yang merupakan hari suci atau Hari Istirahat. Sementara itu, libur hari Minggu, menjadi keputusan lembaga keagamaan sejak 7 Maret 321 M (Wikipedia: 2022). Dengan demikian, sejak saat itu ada dua hari istirahat; Sabtu dan Minggu yang berlaku. Sementara di negara-negara yang berlandaskan keislaman, hari libur dilaksanakan pada hari Jumat sebagai saidul ayyam. Berbeda pula dengan di negeri Sakura, di hari Jumat, Sabtu, bahkan Ahad, karyawan tetap harus bekerja, jika dituntut oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Bahkan, di hari besar dunia beberapa hari lalu, tepatnya MInggu, 25 Desember 2022 kemarin, anak kami tetap diminta bekerja (magang) oleh perusahaannya di Hokkaido. Hal ini dapat dimaknai, bahwa ketika kepentingan bisnis mejadi pilihan utama, maka libur berdasarkan keagamaan dapat diabaikan.
Terlepas dari asal-muasal hari libur dan praktik libur di atas, pada setiap akhir tahun dan iedul fitri, di negeri ini menikmati masa libur, dan sekaligus berlibur. Libur dan berlibur telah menjadi kebutuhan setiap manusia, terutama yang sudah bekerja atau belajar. Libur adalah hak tubuh untuk beristirahat dari kepenatan bekerja atau belajar. Sedangkan berlibur adalah upaya menjadikan badan dan pikiran agar dapat kembali segar (fresh). Itu sebabnya libur dan berlibur harus dapat membuat refresh bukan de-fresh, happy bukan un-happy, dan relaxation, bukan un-relaxation.
Libur dan berlibur dalam perspektif muslim, dapat merujuk pada S.Q. Ali Imran (137) “Sungguh telah berlaku sebelum kamu sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi…” Dari ayat itu, dapat dimaknai bahwa, setiap manusia justru diperintahkan untuk to see the world. Melihat dunia, bukan sekedar berlibur karena libur, tetapi sekaligus untuk mengambil pembelajaran, bagaimana orang lain atau negara lain membangun negerinya. Belajar dari kesuksesannya, sekaligus belajar pula dari kegagalannya.
Wallahu’alam bishowab. Semoga bermanfaat.
*Dosen Uiversitas Negeri Jakarta
Masya Allah.. Kmren pas hari natal.. Di ponpes tmpt sy mengabdi jg diadakan rapat wali kls.. Dan itu sdh biasa bagi kami.. Krna tdk ada hari libur.. Selain hari besar Islam.. Itu pun majelis guru ( guru2 umum) tetap hrs dtg utk menghadiri acara nya..
Luar biasa Prof, selalu penuh pencerahan.. Tks
Happy2 Hooleedayyyy
Amazing dan inspiratif bgt tulisannya. Terimakasih prof Tjipto
Mencerahkan Prof…