HEDON DAN PAMER
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Kehebohan yang ditimbulkan oleh cara hidup para anggota polisi, dilanjutkan dengan heboh berujung heboh kehidupan para pegawai pada kementrian keuangan, khususnya kejanggalan penghasilan pegawai pajak dan pegawai bea cukai, membuat ingin menulis tentang hedon dan pamer.
Hedon adalah pilihan sikap mengedepankan kepuasaan dunia tanpa bisa menata skala prioritas. Pilihan tersebut merupakan pilihan secara tak sengaja karena mengikuti ajaran atau pandangan bahwa kesenangan ataupun kenikmatan merupakan tujuan hidup maupun tujuan dari tindakan manusia.
Jika diperhatikan dengan seksama ternyata ditemukan berbagai cara hedon, yang sangat mungkin dipengaruhi juga oleh pandangan dan sejarah hidup para hedonis tersebut. Setidaknya ada tiga gaya hedon yang tampak dikeseharian dengan tidak melupakan gaya keempat yang diperlihatkan oleh para hedonis ikut ikutan, hedonis tanpa ideologi.
Gaya yang pertama sesuai dengan ajaran dari Aristipus, seorang pria berasal dari afrika utara, merupakan murid socrates dan dengan tekun mengajarkan salah satu cabang dari ajaran gurunya, yang bernama Cyrenaics, yang mengajarkan bahwa satu-satunya kebaikan intrinsik adalah kesenangan, yang berarti bukan hanya tidak adanya rasa sakit tetapi juga sensasi yang menyenangkan secara positif. Ajaran ini mengakui nilai kewajiban sosial dan bahwa kesenangan dapat diperoleh dengan memberi perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Para hedonis tipe ini, sering kumpul arisan sambil melakukan pengabdian masyarakat, tentunya dengan memamerkan gaya hidup hedonnya.
Gaya yang kedua sesuai dengan ajaran dari Epicurus, seorang filsuf yunani, pengajar konsep mengejar kepuasan melalui tulisannya bernama Letter of Menoeceus. Sebuah tulisan dengan dasar pemikiran bahwa bahagia itu hanya bisa didapatkan melalui kepuasan dunia dan tindakan di luar mengejar kepuasan dunia nantinya hanya akan menyebabkan rasa sakit dan berakhir pada kematian.
Gaya yang ketiga sesuai dengan ajaran Jeremi Bentham, cendekia pendiri utilitarianisme, pandangannya menempatkan utilisasi sebagai penghasil manfaat, untung, kesenangan, baik atau bahagia. Pandangan ini pada dasarnya merupakan suatu paham etis, menempatkan tindakan baiklah yang berguna sedangkan tindakan buruk akan memberi kerugian. Para hedonis ini, mirip dengan hedonis gaya hedon Aristipus, sering membantu orang orang sekitar yang baik terhadapnya secara mencolok dibandingkan dengan yang tidak senang dengan keberadaannya.
Tak ada yang salah dengan prilaku hedon dari sudut keduniawian, tetapi akan mulai timbul keraguan akan prilaku tersebut jika tersadar bahwa hidup didunia cuma untuk mampir minum semata, dan hidup yang kekal adalah di akhirat nantinya. Menjadi lebih menyakitkan perasaan jika nantinya tersadari bahwa upaya pengejaran terhadap kepuasan dunia ternyata merugikan orang lain. Bagaimanapun sebagai makhluk sosial, interaksi antar manusia tidak terhindarkan dan kepuasan duniawi berlebih pada seseorang berpotensi mengurangi atau merampas kepuasan orang lainnya.
Hedon tidak lengkap tanpa pamer dan pamer baik yang bersandiwara maupun sungguhan, keduanya berisiko negatif. Pamer sandiwara dilakukan oleh hedonis miskin dan berpotensi akan berakhir pada hidup amburadul penuh hutang serta caci sedangkan hedon sungguhan berpotensi diperiksa KPK dan bukan tak mungkin masuk penjara seperti kumpulan grazy rich di berbagai daerah.
Hedon dan pamer berpotensi negatif bagi kehidupan sehingga selayaknya dihindari. Tak akan pernah terjadi impian para hedonis yang berharap semasa kecil dimanja, besarnya hidup kaya dan sampai tua mampu berfoya foya, nanti matinya masuk sorga. Harapan khayal yang berakibat sesal kemudian tidak berguna.
Karenanya hedon dan pamer harus dihindari, dengan menata jiwa dan hati nurani sekaligus disertai dengan menata tujuan jangka panjang dan pendek, dilengkapi dengan deretan skala prioritasnya. Dan mendasari penghindaran tersebut adalah penyikapan yang bijaksana terhadap keberadaan uang.
Uang bukan tujuan hidup, uang adalah sarana untuk mempermudah tercapainya tujuan mulia kehidupan, jangan disikapi salah dengan mengunakannya semata mata sebagai bahan tampilan penambah status, bukan juga untuk dihindari tetapi tidak juga semata diagungkan untuk menghambakan diri sebagai budaknya uang. Begitulah kehidupan wajib ditata untuk mencapai kebahagian lahir batin di dunia dan di akhirat.
Banjarmasin
14032023