MEMBERSIHKAN YANG BERSIH

Oleh : Syaifudin

SCNEWS.ID – BANJARMASIN. Sahabat ! ijinkan saya melanjutkan tulisan tentang kebersihan yang dimuat pada edisi sebelumnya yang sudah bicara tentang kebersihan fisik manusia, kebersihan fungsi fisik dan kebersihan fikiran yang secara sederhana bisa kita lakukan dengan aksi bersih bersih, merubah perilaku dan ucapan serta mengisi fikiran dengan pandangan yang positif, termasuk pemilihan narasi positif saat kita memberikan respon terhadap kehidupan ini. Namun pada saat mau menulis kebersihan hati muncul dalam hati saya untuk memilih narasi “membersihkan yang bersih” ketimbang “membersihkan yang kotor”.

Pemilihan narasi “membersihkan yang bersih” ini didasarkan atas pertimbangan (1) kalau membersihkan yang kotor rasanya sudah sangat lumrah, karena kalau kotor ya memang harus dibersihkan. (2) hati yang kotor pada level tertentu (paling bawah) sulit dirasakan atau disadari oleh seseorang, karena ia tidak merasa hatinya kotor, sehingga tidak muncul usaha untuk membersihkannya. Dengan dua pertimbangan inilah saya lebih memilih narasi membersihkan yang bersih agar siapapun kita, apakah kita yang merasa kotor atau sudah merasa bersih, agar terus berusaha membersihkan hati kita.

Sahabat ! bagaimana memulai membersihkan hati ini ? oleh orang bijak kita disarankan untuk mengecek kondisi hati kita. (1) Apakah pada saat melakukan yang tidak baik, kita merasakan bahwa hal itu tidak baik ? (2) apakah ada penyesalan dalam diri kita saat kita telah melakukan perbuatan yang tidak baik ? 3) saat ada pertarungan dalam diri untuk berbuat baik dan tidak baik, kita masih merindukan perbuatan yang tidak baik ? (4) apakah diri kita sudah stabil atau konsisten dalam kebaikan ?

Silahkan kita menjawab pertanyaan itu, abalila kita masih berada pada titik pertanyaan nomor 1 dan merasa bangga terhadap perbuatan yang tidak baik, maka kondisi hati kita gelap tanpa cahaya, untuk itu mesti diberi cahaya dengan ilmu untuk awal menangkap cahaya kebaikan agar hati kita mulai hidup. Kalau berada pada titik nomor 2 yang menyesal telah melakukan perbuatan baik, maka hati kita perlu terus diberi nutrisi dengan latihan (riyadah) untuk menguatkan cahaya yang sudah mulai hidup. Kalau berada pada titik 3 dimana kita sudah tidak ingin mealukan perbuatan tidak baik, namun terkadang masih tergoda untuk melakukan perbuatan tidak baik, maka kita perlu terus bertekad kuat (mujahadah) untuk menghulangkan bayangan gelap itu dalam hati kita. Tapi kalau kita sudah berada pada titik stabil dalam berbuat kebaikan dan merasakan kebahagiaan saat melakukannya, maka terus istiqomah dalam kebaikan itu.

Sahabat ! Puasa adalah salah satu riyadah atau latihan untuk kita membersihkan hati dari penyakit hati yang umumnya kita berada pada posisi orang awam di nomor 2 tersebut, karena dengan cara “melaparkan” perut dan menahan hawa nafsu, maka kita akan terus dapat menangkap cahaya dalam diri kita untuk membersihkan hati kita untuk naik pada level diatasnya.

Dalam konteks membersihkan hati inilah, maka kita terus belajar agar puasa tidak sekedar dijalankan, akan tetapi berusaha naik ke tingkat “menikmati” puasa, dan saat kita sudah bisa menikmatinya sebagai hamba yang patuh, yang berkorban untuk kebersihan hati, yang bagian dari perjuangan kita menyucikan diri, yang menjadi jihad kita, yang kita ikhlas melakukannya, agar benar benar sadar bahwa puasa itu memang dirancang untuk kebaikan seluruh aspek kehidupan kita, sehingga sesungguhnya ia santapan yang nikmat, semoga.

Salam secangkir kopi seribu satu inspirasi.

*Catatan : diolah dari sumber ngaji filsafat Fahrudin Faiz Mesjid Sudrman Jogjakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini