SCNEWS – Dalam sebuah wawancara dengan Prof. Malkianus Paul Lambut, Ems, atau dikenal dengan Prof. Lambut, menceritakan betapa sungai bagi ‘urang banjar’ adalah nadi kehidupan, bahkan kehidupan itu sendiri. Leluhur urang banjar adalah orang sungai, bahkan hampir semua nama tempat yang telah lama ada di banua menyiratkan tentang sungai. Nama-nama seperti Banjarmasin, Kalimantan, Martapura, Hulu Sungai, Hulu Banyu, Amuntai adalah nama tempat yang identik dengan sungai. Sehingga urang Banjar dinamakan sebagai manusia sungai, yaitu manusia yang hidup mati dengan sungai. Inilah perbedaan ‘Urang Banjar” dan “Urang Dayak” yang tinggal di pegunungan, terutama Pegunungan Meratus. “Urang Banjar” adalah manusia sungai, sementara ‘Urang Dayak” disebut sebagai Manusia Gunung.
Menurut Prof. Lambut, ciri utama Manusia Sungai, mereka hidup karena menghidupi alam. Ketika alam dirusak, budaya dan watak Manusia Sungai sontak kehilangan arah. Urang Asli Banjar akan selalu menjaga sungai dengan berbagai ‘pamali’ yang menjadi pakemnya. Sehingga pada jaman dulu, sungai begitu bersih dan jernih. Dalam filosofi orang Banjar, sungai diyakini bernyawa lantaran masih dianggap dingsanak (saudara). Maka, pamali untuk membuang sampah ke sungai. Pamali berarti pantangan yang jika dilanggar bakal mengundang kesialan.
Prof. Lambut mengisahkan, sekembali dari Amerika Serikat pada tahun 1951, dia masih bisa meminum air Sungai Martapura tanpa harus diolah. Langsung diciduk dengan tangan. Bahkan, anak Sungai Barito itu begitu bersih, tidak tercemar baik oleh limbah rumah tangga maupun industri. Sehingga pada saat itu ada ungkapan ‘banyu mati’. Maksudnya, air sungai itu sebenarnya hidup dan bisa diminum langsung, tapi jika dimasak atau istilahnya ‘dijarang’ akhirnya mati.
Seiring berjalannya waktu, pamali itu telah dilupakan. Prof. Lambut mengutip sebuah hasil penelitian, bahwa jika tak ada upaya berbenah, maka pada tahun 2030, sungai yang sebelumnya merupakan sumber kebanggaan, bakal berubah menjadi sumber masalah. Hal ini karena kadar logam berat di Sungai Martapura sudah lima kali lipat melampaui ambang batas. Kondisi ini, jika diminum ibu hamil, bisa menyebabkan anak yang dilahirkan menderita cacat. Jika perusakan sungai tak dihentikan, kita sedang menuju bunuh diri massal.
Prof. Lambut sangat mengharapkan peran ulama dan tokoh masyarakat, untuk bisa memberikan masukan kepada masyarakat, agar kembali menjaga ‘pamali’ terhadap sungai, sehingga sungai bisa kembali dijaga kebersihan, dan dikembalikan fungsinya sebagai sumber kehidupan.
Untuk mengembalikan sungai seperti awalnya, diperlukan usaha dan ketekunan dengan tahapan yang diusulkan Prof. Lambut sebagai berikut :
- Normalisasi sungai : dari 120 sungai yang ada sebelumnya, saat ini hanya ada 3 sungai yang mengalir, dan sisanya 117 sungai airnya hanya pasang surut, tidak mengalir. Ini yang harus diupayakan agar bisa mengalir agar sungai menjadi hidup. Karena sungai yang tidak mengalir akan kotor, berlumut, dan menjadi sumber penyakit. Tata kelola rumah juga harus diperbaiki, dapur dan pembuangan tidak diarahkan ke sungai, sehingga sungai tidak dijadikan tempat pembuangan sampah terpanjang. Pada jamandulu tidak ada mesjid dan mushola yang tidak menghadap ke sungai, karena sungai menjadi sumber air wudhu yang jernih, bersih tidak terkena najis.
- Tahap Refungsionalisasi sungai Sungai harus memiliki fungsi dalam kehidupan : Dan sungai menjadi sumber penghidupan, karena ikan, udang semua hidup dengan baik di sungai yang bersih. Kita jaga sungai, agar sungai bisa memberikan penghidupan untuk kita. Sungai yang mengalir baik, akan menjadi transportasi yang lancar
- Tahap Revitalisasi : Membuat sungai menjadi perkasa
- Tahap Revavilasi sungai, menghidupkan kembali sungai.
Membahas soal sungai, menjadi sangat relevan dengan kondisi saat ini, dimana ketika curah hujan begitu tinggi, dan tanah di hulu-hulu sungai tidak lagi dapat menyerap air hujan dengan baik karena sudah beralih fungsi, ditambah dengan sungai-sungai pun tidak dapat lagi mengalirkan airnya dengan baik. Musibah banjir menjadi pelajaran semua pihak, bagaimana kita harus menjaga kearifan dalam mengelola alam, baik hutan maupun sungai.
Selengkapnya penjelasan Prof. Lambut, silahkan klik link youtube di bawah ini. Selain berbicara tentang sungai, juga dikupas tentang profile seorang Prof. Malkianus Paul Lambut yang sangat mencintai sungai dan lingkungan.
Banjarmasin, 28 Januari 2021
(DR)