KEBERCUKUPAN (SERI SECANGKIR KOPI SERIBUSATU INSPIRASI)

KEBERCUKUPAN

Oleh : Syaifudin

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! beranjak dari memperhatikan dan merenungkan perilaku kita pada bulan ramadhan ini, khususnya yang terkait dengan keperluan berbuka puasa dan amaliah materi menjelang hari Raya Idhul Fitri, telah menginspirasi saya untuk menuliskan tentang “kebercukupan” ini.

Mari kita perhatikan betapa sibuknya kita membeli keperluan untuk berbuka puasa dengan berbagai macam jenis makanan dan kue serta minuman yang banyak dijual selama bulan ramadhan, sehingga terkadang memenuhi meja makan kita untuk disantap saat berbuka, baik itu di rumah maupun dirumah makan atau restoran. Begitu juga kondisi orang-orang yang mempersiapkan diri untuk mendapatkan zakat, infaq dan sedekah, munculnya manusia gerobak, para pengemudi becak yang hanya memakirkan becanya dipinggir jalan, orang oraang yang keliling dari rumah ke-rumah meminta zakat dengan berbagai macam tingkah dari mengiba sampai setengah memaksa.

Pada gejala menyiapkan berbuka puasa, tercermin puasa kita telah menimbulan keinginan yang kuat untuk “dihargai” oleh diri kita sendiri mendapatkan imbalan makanan yang “enak” saat berbuka yang menurut diri kita, kita pantas mendapatkannya karena sudah berjuang menahan haus dan lapar. Namun setelah kita berbuka puasa dengan takjil (kurma + air putih + kue basah), kita sudah merasa kenyang, sehingga makanan selanjutnya sudah terasa “berat” menghabiskannya, kecuali kita memaksakan makanan tersebut menurut selera makan yang akan mengakibatkan “kekenyangan”.

Ada banyak kejadian makanan yang “berlimpah” yang seolah olah pada siang hari kita dapat habiskan, ternyata tidak bisa dihabiskan, sehingga baru disadari apa yang kita persiapkan untuk berbuka puasa tersebut “berlebihan”. Terhadap hal yang seperti inilah urgensinya untuk menentukan “cukup” yang berarti kita sudah dapat mengukur kemampuan diri kita yang sebenarnya terhadap makanan, sehingga tidak mengikuti maunya “nafsu” makan saat kita berada dalam posisi lapar dan haus dari puasa tersebut.

Pada gejala orang-orang yang “berburu” zakat, infaq dan sedekah, juga terlihat adanya keinginan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, sehingga ada yang kalau diberi dengan nilainya sedikit, maka ia akan menolak atau bahkan kalau jenisnya bukan berupa uang, bisa saja ia hamburkan ke tanah dan saya pernah mendapati mereka yang diberi uang recehan malah kemudian dilemparkannya, atau bahkan marah-marah lantaran diberi yang nilainya kecil. Gejala ini menggambarkan juga adanya kondisi dalam diri mereka yang merasa belum “cukup” pada sesuatu yang dikasihkan kepada mereka tersebut.

Sahabat ! meresa cukup atau kebercukupan pada diri kita bukanlah masalah sedikit atau banyak, akan tetapi masalah bagaimana kita menyikapi adanya berbagai macam dan kuantitas keinginan yang ingin kita penuhi, dan menjadi sifat dasar manusia umumnya merasa tidak ada batas kepuasan untuk memenuhinya, mau lagi, mau lagi dan mau lagi hingga tanpa batas dari satu jenis kejenis lain, dari jumlah sedikit ke jumlah yang banyak lagi dan seterusnya.

Sikap ini telah menjadikan hidup kita selalu merasa kurang dan terus disibukan dengan usaha atau kegiatan mencari dan mencari terus, sehingga melupakan sisi sisi lain yang penting dalam hidup ini, seperti “berbagi” kepada sesama dan makhluk lainnya atau juga alam semesta ini. Terhadap masalah inilah mesti dibangun adanya kesadaran untuk menetapkan batas “kebercukupan” dalam setiap tahapan pencarian apapun dalam kehidupan ini dan berlaku pada semua level sosial dalam kehidupan kita. karena mereka yang sudah bisa mengakatan “cukup” lah akan menjadi manusia yang pandai bersyukur dalam kehidupan dan berbagi atas setiap rejeki atau anugerah yang telah diperolehnya dalam kehidupan ini.

Pribadi yang berkecukupan bukanlah orang yang berlimpah kekayaan atau tinggi kekuasaan atau banyak ilmunya, akan tetapi mereka adalah orang yang menyadari kapasitas cukup dalam dirinya untuk kemudian dibagikan kepada sesama atau mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang kepentingannya. Namun perlu dicatat, kesadaran kebercukupan bukanlah kemudian berhenti berikhtiar untuk medapatkan harta, kekuasaan dan ilmu yang lebih banyak, akan tetapi pada setiap level setelah ia menyadari kebercukupannya, maka ia akan melimpahkannya kepada orang lain atau sesama atau alam semesta ini. Ia ibarat sumur yang airnya melimpah yang alirannya dirasakan oleh mereka yang berada disekitar sumur tersebut, walapun sesunggunya ia bisa saja menggali lebih dalam untuk membuat air itu tidak melimpah keluar.

Semoga kita termasuk orang yang merasa berkecukupan dalam segala hal.

Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini