DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Karena rasa bangga serta ikut berbahagia, isi pidato pengukukan Guru Besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku, di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia dari Prof Dr drg Ella Nurhaella Hadi, MKM, pada tanggal 21 Desember 2022, saya baca dan saya ringkaskan dan diberi apresiasi kritis sesuai pendapat saya.

Sebuah desertasi berisi pengetahuan tentang Determinan Sosial Masyarakat, yang awalnya dicetuskan WHO, pada tahun 2011 dengan istilah Social Determinant of Health (SDH) dan didifinisikan  sebagai kondisi lingkungan tempat individu dilahirkan, hidup, belajar, bekerja, bermain, beribadah dan menua yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidupnya.

Determinan Sosial Masyarakat merupakan faktor non medis yang berpengaruh terhadap kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup individu maupun masyarakat dan terbukti lebih penting daripada pelayanan kesehatan ataupun gaya hidup dalam mempengaruhi kesehatan, sehingga diyakini dapat menjadi kunci dalam mengurangi disparitas kesehatan.

Determinan Sosial Kemasyarakatan pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari teori klasik Blum ke dalam bentuk pelangi kebijakan atau Policy Rainbow berdasarkan diagram Dahlgren dan Whitehead. Sebuah diagram yang disusun  dengan memperkaya empat faktor pengaruh dari derajat kesehatan masyarakat dengan faktor berpengaruh pada kesehatan individu, para anggota masyarakat.

Faktor-faktor tersebut adalah: faktor biologis, yang tak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin serta faktor genetik lain dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti gaya hidup, jaringan sosial, kondisi tempat tinggal, status pendidikan, pekerjaan, ketersediaan pangan, kondisi lingkungan kerja, tersedianya air bersih dan sanitasi, akses layanan kesehatan, kondisi perumahan serta kondisi adat istiadat, tradisi budaya, sosio ekonomi, maupun lingkungan lainnya.
Setelah 10 tahun sejak dicetuskannya, baru diperkenalkan secara konsepsional dalam bentuk desertasi dan bisa dirasakan bahwa Rainbow Policy ini akan sangat berharga untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang terkenal dengan berbagai pelangi indah perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan. Adalah sangat mungkin disparitas kesehatan di Indonesia terjadi karena berbagai perbedaan itu.

Nusantara yang besar dengan banyak pulau yang tentu berlingkungan berbeda disertai oleh beragam adat, istiadat serta budaya, sudah saatnya mempunyai kebijakan bidang kesehatan spesifik untuk masing masing keunikannya itu dan untuk itu diperlukan juga para penentu kebijakan yang benar benar memahami prinsip dasar dari Rainbow Policy.

Sudah saatnya meninggalkan era satu kebijakan untuk satu indonesia dan menganti dengan banyak kebijakan sesuai dengan banyaknya keunikan nusantara dan dengan begitu para penentu kebijakan daerah harus cerdas dan bukan sekedar seorang peniru konyol yang sangat tangguh. Peniru konyol akan meniru begitu saja tanpa modifikasi apalagi kreasi penyesuaian dengan kondisi serta kearifan setempat.

Begitulah, khabar mencerahkan tersebut dibawa oleh seorang perempuan munggil berdarah sunda dari keriuhan daerah Cipete di Jakarta, untuk anak bangsa di seluruh tanah airnya. Sukses selalu profesor, semoga selamat.

Banjarmasin
23122023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini