PERGESERAN RESONANSI
Oleh :
Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! Kehidupan ini terus ber”putar” dalam berbagai peristewa dalam ruang dan waktu yang kita tempati dan lewati, ada peristewa yang secara sadar kita rencanakan terjadinya bahkan kita berusaha mewujudkan peristewanya, ada yang tidak kita rencanakan akan tetapi kemudian kita amini dan nikmati peristewanya, ada yang tidak kita rencanakan dan sama sekali tidak kita inginkan namun terpampang di depan kita dan bahkan kita ada dalam peistewa itu sendiri. Itulah kehidupan yang kita jalani sejak detik pertama “live time” kehidupan kita dinyalakan oleh Yang maha Kuasa, sehingga ada beragam peristewa yang berbeda masing-masing kita dalam menjalani dan menyaksikannya, yang sedemikian beragamnya “ibarat satu garis lurus” kita pada setiap “part” ada yang lurus, ada yang sigsag, ada yang melengkung, ada yang tidak beraturan dan sebagainya, yang mudahnya secara “value” kita sebut sebagai hitam dam putih, baik dan buruk, suka dan duka.
Sore itu kembali Bram melangkahkan kaki ke warung Kakek Dino, semenjak pertemuan pertama kemaren, ada semacam magnet yang menariknya untuk bertemu kakek ini lagi, yang dalam bahasa diskusi #2 kemaren frekuensi anak muda dan orang tua ini sudah mulai sejalan, sehingga pembicaraan mereka kemaren terus menggetarkan nurani Bram. Assalamualaiku kek, sapa Bram, Alaikum salam warahmatullah hiwabarakatuh, jawab kakek “nak Bram duduk dululah dan cari posisi enaknya aja” jawab kakek yang masih sibu membuat kopi, maklum di sore itu terlihat ada 4 orang “berumur” pelanggan kopi kakek yang lagi mesan kopi dan ngobrol disudut warung.
Bram memilih duduk disudut Barat yang berlawanan arah dengan 4 orang tersebut, dan kembali ia sesekali melirik Kake Dino yang asyik meracik kopi untuk pelanggannya tersebut, kembali ia menyaksikan wajah tua yang ceria dan memancarkan aura kedamaian, mulutnya komat kamit bersholawat yang hakikatnya berdoa kepada Allah untuk menempatkan Rasulullah ini di “Maqam” tertinggi sebagai kekasihNya dan kita bangga serta bersyukur menjadi umatnya. Dengan wajah senyum ia kemudian mengantarkan 4 gelas kopi itu kepada tamunya sambil mempersilahan untuk menyeruputnya, kemudian ia menuju ke tempat Bram duduk.
Nak Bram weel come back to my office kata kakek sambil tertawa, kok office kek, ya nak warung kopi ini ibarat kantor bagi kakek, tempat kakek mendedikasikan diri di sisa usia, sehingga kakek membuat suasana yang senyaman mungkin bagi orang yang mampir ke warung kakek ini, ini kantor kebanggaan kakek, karena disini banyak ketemu dengan berbagai macam orang, karena pencinta kopi itu ternyata lintas generasi dan staus sosial, sehingga kakek jaga warung dan ngobrol bersamanya seperti sedang berlayar di samudera ilmu yang luas, ber “trans over” dari disiplin ilmu yang pernah kakek dalami pada masa lalu. Anehnya kakek saat mengmebalikannya pada ilmu kakek, ada semacam ilmu yang tercerahkan. Oh ya nak Bram, mau minum kopi apa, jadi kelupaan kakek, karena asyik ngobrol, ha ha ha… kek saya pesan kopi pahit lagi kali ini. Kakek pun beranjak menuju dapur kopinya.
Kopi hitam tanpa gula dikenal oleh pecinta kopi sebagai hidangan kopi yang sehat, karena kandungan gizi dan kafeinnya tidak tercampur dengan pemanis (gula) sehingga lebih segar, namun ntuk menghindari rasa pahit, bisa dinetralisir dengan tingkat sangrai sekitar 70 sd 80 persen, maka rasa kopinya terasa “kecokeletan” namun bagi mereka yang memang suka pahit, maka tingkat sangrai (kegosongan) bisa mencapai 90 sampai 100 persen. Ini nak kopinya sapa kakek menyodorkan kopi digelar yang terang dan nampak hitam kecokelatan, terimakasih kek, ayo kek mumpung pelanggan lain belum datang, Silahkan duduk dekat saya, kita ngobrol ngobrol lagi.
Kek saya akui, walaupun saya masih muda, namun sudah banyak melakukan perbuatan “tercela” yang dalam bahasa spritual saya telah melakukan dosa. Begitu juga banyak saya saksikan peristiwa keburukan dalam hidup ini, sehingga mereka-mereka itu dengan meminjam istilah kakek kemaren telah melakukan perbuatan yang getarannya negatif. Getaran negatif ini juga menyebar kesegala penjuru dan ditangkap oleh radar yang bersifat negatif dan radar yang bersifat positif, artinya dua getaran yang berbeda ini membuat jalurnya masing-masing yang bersifat berbeda. Lantasan apakah kemudian bisa orang yang semula berada pada getaran negatif berubah ke getaran positif dan sebaliknya, dan bagaimana ia bisa menangkap padahal masing-masing berbeda.
Nak Bram, perlu kakek sampaikan dalam semua peristiwa yang kakek alami dan saksikan sampai di usia tua sekarang ini, telah banyak mengalami dan menyaksikan yang nak Bram tanyakan tersebut, Kakek menyebutnya sebagai kehidupan yang “dinamis”, perubahan dari getaran negatif ke positif itu dikarenakan dalam diri manusia terdalam (qalbu) terdapat sifat fitrah kebaikan yang melahirkan getaran kebaikan, akan tetapi getaran itu tertutup oleh “pilihan bebas” yang diselimuti oleh nafsu negatif yang tak terkendali, oleh karena itu pada hakikatnya “manusia itu merindukan mewujudkan getaran positif tersebut”.
Nak Bram ! suatu saat dalam menjalani kehidupan akan muncul kesadaran yang bisa di picu oleh suatu peristiwa tertentu ataupun mendapatkan hidayah dari Yang Maha Kuasa, ia kemudian menyadari telah mengabaikan getaran negatif itu, sehingga ia kemudian mampu menangkap dan menyerap dan kemudian melakukan getaran positif. dan ternyata pintu perubahan ini dimulai dengan “pintu perpindahan” yang disebut “tobat”. Pintu ini selalu terbuka sepanjang kita “tidak dibutakan dan ditulikan” mata dan telinga lahiriah dan batiniah kita oleh Yang Maha Kuasa.
Bram termenung dan terlihat berfikir mendengar istilah pintu tobat ini, maklum usianya masih muda dan penjelasan kakek ini terhenti karena ada pelanggan warung kopi yang datang dan kakekpun kembali ke dapur kopinya untuk melayani tamunya. “nak Bram nanti kita sambung lagi ya, ada tamu kantor kakek yang datang” potongnya sambil tersenyum dan diikuti oleh senyuman Bram. (Bersambung).