JENDELA SERIBU SUNGAI
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Jendela Seribu Sungai adalah cerita tentang banjar dari orang Banjar, bernama Arian, yang lahir di Banjar, tumbuh besar dan bersekolah di Banjar serta akhirnya mengabdikan dirinya sebagai abdi pemerintah di tanah tempatnya dilahirkan. Arian yang bangga dengan tanah leluhurnya, berupaya menampilkan semua pemandangan indah dan ikonik, bunyi musik serta tarian tradisional daerahnya kepada penonton.
Arian yang mensimbolkan sungai sebagai ibunda, sebagai sebuah kesadaran masyarakat Banjar pada keterikatan ataupun keterkaitan kehidupan masyarakat terhadap sungai. Hal itu terjadi karena sebagian besar dari mereka adalah petani. Sungai harus tetap diperhatikan untuk mengirigasi lahan tanpa melupakan fungsi lain sebagai sumber air minum, jalur transportasi, daerah wisata agar semua orang bisa menikmati keindahannya atau fungsi lain. Bukankah ini sebuah inspirasi untuk mengelolanya pada kaidah proportional water sharing
Arian menjadikan Jendela Seribu Sungai, amat menginspirasi melalui cerita pengalamannya. Sejak prolog sampai akhir cerita, ditampilkan berbagai inspirasi, berisikan berjuta pesan keseharian, tentang budaya, kesehatan, pendidikan, terbalut religius dalam rangkaian kisah bernuansa banjar sangat kental, mengusung ide besar kebaikan, seperti semangat mengejar asa, pencarian jati diri dan mengisi hidup dengan pengabdian serta kewajiban menuntaskan amanah, bahwa jika sudah mulai sebaiknya diselesaikan.
Arian membuat ceritanya di Jendela Seribu Sungai menjadi tontonan sekaligus tuntunan, bagi masyarakat, khususnya generasi milineal.
Sebuah cerita mencerahkan tentang budaya banjar yang perlu dipahami, didalami untuk dilestarikan. Bahwa banjar dengan kekentalan religinya selalu berjalan harmoni beriringan dengan spiritualitasnya. Islam di banjar bukan sekedar simbol tetapi sekaligus mengandung esensi.
Pola prilaku masyarakat banjar yang religius tertangkap dengan tepat dan amat jelas oleh Arian. Masyarakat yang sadar, bahwa hidup tidak selamanya suka, terkadang ada duka nestapa. Pasang surutnya rasa, tidak harus membuat mereka lupa pada sang pencipta, dan dengan lapang dada, hidup tetap dijalani, dengan sabar dipenuhi syukur. Menerima yang nyata terjadi sebagai takdir sehingga berakhir bahagia.
Manusia banjar adalah manusia dengan niat baik, penuh kesabaran dan selalu bersyukur serta tidak pernah bosan berharap disertai berupaya berada dalam rahmat Tuhan YME. Sebuah cerita bangga yang harus disadari agar karakter baik yang diwariskan para leluhur tidak semakin menipis karena aus digosok kepentingan sesaat yang bersifat pribadi.
Harmoni simbol dan esensi dari kepercayaan pada Tuhan dapat dengan jeli dilihat oleh Arian dalam bentuk loyalitas masyarakat Banjar terhadap NKRI dan Panca Sila melalui adegan upacara bendera. Adegan yang wajib membawa ingatan masyarakat pada sebuah proklamasi yang dikumandangkan sekaligus menyatakan bahwa masyarakat banjar merupakan bagian dari masyarakat NKRI. Proklamasi unik dan hanya dilakukan oleh orang banjar bagi bangsanya. Orang Banjar mempunyai ketaqwaan kepada Tuhannya, ketaatan pada bangsanya dan mengedepankan prinsip silaturahmi untuk sesamanya, dibalut semangat patriotis, yang bercirikan nasionalis religius.
Arian sangat cerdas dan kecerdasannya itu membawanya pada ketepatan dalam melihat masalah masyarakat banjar dari dulu hingga kini. Potensi masalah berhasil dipetakannya secara garis besar bermodel helikopter view. Timbulnya duka sebagai akibat kelambatan mengakses pelayanan, baik karena penyebab geografis, ekonomi ataupun sosial budaya adalah masalah yang perlu dicarikan jalan keluar segera. Peta masalah yang telah tampil perlu dielaborasi sampai ke penyebabnya yang paling awal untuk mendapat penuntasan secara tepat. Narasi telah menjadi inspirasi dan akan berlanjut dengan timbulnya gagasan maha cemerlang.
Kegalauan Arian tentang kesejahteraan masa depan masyarakatnya memerlukan eksekutor berani yang memahami karakter banjar. Dalam kegalauannya, Jendela Seribu Sungai menampilkan pemimpin bersahaja dan lembut hati. Diperankan secara khusus oleh Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina. Sepertinya peran ini didahului dengan survei, sehingga sangat sesuai dengan karakter sebenarnya dari Sang Walikota. Kesesuaian itu, membuat peran Walikota bisa dimainkan tanpa gagap serta gugup walaupun dapat dipastikan tanpa didahului latihan peran. Kesibukan Walikota tak memungkinkannya untuk berkatih.
Ibnu Sina tergambarkan secara genuin, sesuai aslinya, sebagai pemimpin yang mewajibkan diri, menggunakan pengaruh bagi perbaikan bumi dan masyarakat yang dipimpinnya serta bukan untuk keuntungan pribadinya semata.
Seorang pemimpin yang menempatkan kerja dan pekerjaannya dalam nurani kemanusiaan, sehingga pekerjaan adalah tentang perasaan dan bukan deretan uraian tugas belaka dan memimpin adalah jati dirinya bukan jabatan formal dalam sebuah struktur organisasi dan tata kerja saja. Pemimpin yang mempelajari dengan tekun dan penuh ketelitian tumpukan kitab ilmu menejemen untuk dipahami tetapi tak untuk dijiplak mentah dalam pelaksanaan pemerintah sehari hari.
Pemimpin yang bersahabat, ingat pada janji dan mengelola sumber daya dengan kearifan sehingga pemerintah dapat dibuat berjalan secara partisipatif tanpa perlu teriakan dan aba aba karena otomatis berjalan dalam kendali kepeduliannya. Dengan model kepemimpinannya, Kantorpun akan berubah dari bangunan menjadi hati serta pikiran bersama, dipenuhi cinta, keadilan dan membuat kangen untuk selalu bersua.
Pesan pesan berat yang disampaikan oleh Arian dalam Jendela Seribu Sungai bergulir spontan tanpa terasa lama, bak perjalanan hidup Arian yang mengalir indah, mengikuti jejak kuridingnya. Sebuah model bercerita yang diprediksi akan ditonton banyak orang karena berhasil menampilkan tuntunan kebaikan dalam jalinan yang sesuai dengan minat tontonan. Sebuah cerita nostalgik, yang memancing keharuan dan keluarnya air mata, serta ditutup dengan nyanyian manis pembuat rindu.
Banjarmasin
10072023