Harus diakui adanya manfaat dan mudharat pada flatform media social, karena ia lahir dari perkembangan teknologi dan peradaban manusia modern, dampak positifnya kita nikmati akan tetapi dampak negatifnya kita kendalikan dengan kebijakan social (social policy). Secara kebijakan sosial cara mengendalikan dampak negative adalah dengan melakukan kebijakan “defence” masyarakat, baik itu dengan pendekatan moral, etika dan agama (non penal policy), maupun dikedalikan dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal policy). Kebijakan secara “PENAL” contohnya sebagaimana terdapat dalam UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU No.11 Tahun 2008 jo UU No 19 Tahun 2016) sebagai pedoman dan rambu-rambu hukum di media social yang diancam dengan sanksi pidana, artinya perbuatan ini dinyatakan sebagai SUATU KEJAHATAN.
Oleh : Syaifudin*
SCNEWS.ID-Banjarmasin. Sebagaimana yang saya tulis di bagian kedua, pada suatu kebijakan social (social policy) dalam “politik hukum pidana” disamping melakukan kebijakan yang sifatnya mensejahterakan masyarakat (social welfare policy), terdapat kebijakan yang sifatnya menjaga ketahanan masyarakat dalam artian menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat itu, dilakukan dengan melakukan kebijakan yang bersifat “non penal” (non penal policy) yang contohnya sebagaimana saya utarakan pada bagian 2 tulisan ini.
“Non penal policy” dengan mengembangkan dan menegakan norma etika dan moral serta agama, kepatuhannya didasarkan atas kesadaran individu dari anggota masyarakat. Oleh karena itu secara realitas social kepatuhannya sering dilanggar dan masyarakat memberikan sanksi social atau secara agama merupakan perbuatan “dosa” yang akan dipertanggungjawabkannya di akhirat kelak.
Dengan realitas social yang seperti inilah, maka kehadiran dan keberadaan kebijakan dengan membentuk hukum (undang-undang) dengan sanksinya yang tegas dan nyata menjadi pilihan akhir (ultimum remedium) untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut.
Proses pembentukan hukum pidana dalam politik hukum pidana yang disebut “kriminalisasi’ atas suatu perbuatan yang “dianggap” jahat tersebut, berujung dari terbentukanya Unndang-Undang yang dalam pengaturannya untuk ketaatan masyarakat diancam dengan sanksi pidana. Dan pada saat perbuatan yang dilarang itu telah diancam dengan pidana, maka logika dalam hukum pidana mewajibkan masyarakat untuk tidak melakukan perbuatan tersebut, dan kalau melakukannya juga, maka akan dipidana.
Begitulah alur fikir yang juga bisa kita pakai dalam memahami gejala social yang disebut “media social”, dimana pendekatan non penal sudah dilakukan dan pendekatan penal juga dilakukan untuk “memaksa” masyarakat agar tidak menyalahgunakan teknologi informasi yang merugikan orang lain, sebagaimana yang terdapat dalam UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU No.11 Tahun 2008 jo UU No 19 Tahun 2016).
Dalam salah satu pertimbangan pembentukannya disebutkan bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya, masyarakat Indonesia. Dan salah satu tujuannya adalah memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Pada Bab VII ditentukan perbuatan yang dilarang dan dari sekian perbuatan dilarang itu, terdapat ketentuan pidana yang menurut pengamatan penulis sering di abaikan atau tidak disadari oleh mereka yang asik bermedsos, yaitu ketentuan yang terdapat pada pasal 27, 28 dan 29. Untuk lengkapnya saya cuplikan secara utuh ketentuan pasal tersebut, berikut ini :
Pasal 27 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (3) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 (1) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Pasal 29 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Khusus untuk pasal 27 penjelasannya telah dirubah menjadi sebagai berikut :
Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Eletronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ayat (4) Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Begitulah norma hukum yang wajib kita hindari karena sudah diberi sanksi pidana dan tentu akan sangat Panjang kalau saya bahas dan jelaskan dari sisi keilmuan hukum pidana dalam tiga permasalahan pokoknya, yaitu tentang perbuatan pidananya, pertanggungjawaban pidananya dan sanksi pidananya serta korban tindak pidananya. UNTUK INI BAGI MASYARAKAT ATAU NITIZEN CUKUP MELIHAT PENEGASAN TENTANG ISI PASAL 27 DAN 28 DAN 29 YANG MELARANG KITA MEMBUAT DAN MENYEBARKAN (MENSHARE) KONTEN YANG MEMUAT UNSUR MELANGGAR KESUSILAAN, PERJUDIAN, PENGHINAAN DAN ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK, PEMERASAN DAN ATAU PENGANCAMAN, RASA KEBENCIAN DAN ATAU PERMUSUHAN.
SALAM WISDOM SPRITUAL
*Alumni Mawadan87, Founder Jurist Solution, Dewan Redaksi dutatv dan dutatv.com, Dewan Redaksi scnews.id, Pendiri Yayasan Banua Media Utama, Pengajar Luar Biasa di Pascasarjana UIN Antasari