MODAL PEMILU, “MANIMPASAKAN PARANG URANG”
Oleh: Noorhalis Majid
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. “Tidak semua caleg memiliki banyak duit dan tidak semua yang punya duit mau turun menemui warga. Saya memanfaatkan caleg yang punya duit, namun karena kesibukkannya, tidak sempat turun langsung menyapa warga. Uang yang dia miliki, saya manfaatkan sekaligus untuk pemenangan dia dan saya – kami buat satu paket”, kata seorang caleg bercerita.
Memang tidak harus menggunakan uang sendiri. Kalau pandai membangun relasi dengan caleg di atasnya, bisa saja caleg di tingkat Kabupaten atau Kota, memanfaatkan dana caleg Provinsi atau Pusat. Tentunya caleg dimaksud yang tajir, para bohir yang banyak duitnya.
“Hitung-hitung sebagai penyalur, tapi bersamaan itu ikut mengkampanyekan diri sendiri. Karena kebetulan saya juga punya sedikit uang, maka jumlahnya saya tambahkan, sehingga besarannya sesuai dengan paket suara yang dimintakan dukungannya”, kata caleg tersebut menambahkan.
Kepandaian memanfaatkan dana yang dimiliki orang lain untuk kepentingan diri sendiri, sering terjadi dalam berbagai hal. Kebudayaaan Banjar menyebutnya “manimpasakan parang urang”.
Tidak harus menggunakan parang sendiri. Sebab belum tentu memilikinya. Kalau pun memiliki, belum pasti lebih tajam dan berdaya guna. Parang yang tumpul dan tidak berkualitas, tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan. Bila ada parang yang lebih bagus, manfaatkan, walau pun itu milik orang lain.
Orang bijak mengatakan, “parang yang tajam dan bagus, separuh penyelesaian pekerjaan”. Maksudnya, kalau ingin pekerjaan cepat selesai, cari dan gunakan peralatan kerja yang terbaik. Problemnya, peralatan yang baik itu bukan milik kita, tapi milik orang lain. Maka kemampuan menegosiasikan kepentingan, sangat diperlukan. Sehingga dengan alat yang ada, pekerjaan kita dan pekerjaan pemilik alat, dapat diselesaikan sekaligus.
Pemilu juga demikian, ternyata ada caleg yang tidak punya uang tapi menang berjaya, ternyata pandai “manimpasakan parang urang’. (nm)