LOGIKA BERMITRA RASA
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Para lelaki mengolah hidupnya dengan logika sehingga segala masalahnya ditanyakannya pada kepala dan jawaban ada dalam otak di benaknya. Dengan jumawa, mengajarkan cara berlogika pada semua, tanpa hirau diperlukan olah rasa pada para wanita. Logika dibuatnya mendegradasi rasa, menciptakan dunia seolah hanya milik para lelaki perkasa dan wanitanya hanya assesori semata.
Wanita sepertinya, menuruti sandiwara yang dikehendaki prianya dengan memendam rasa, tidak berani bicara, ketakutan berdosa dengan segala akibatnya. Wanita tunduk takluk pada dogma yang dijejalkan kedalam telinganya, sejak usia balita.
Otak wanita disiksa, dipaksa belajar logika, seolah akan berguna tetapi sebenarnya tak. Waktunya sia sia, karena baginya logika bukan apa apa dan yang diperlukannya adalah cara memadukan rasa. Wanita jadi tanggung logika dan mungkin tak tajam rasa. Tumpulnya rasa membuat wanita tertinggal jauh oleh prianya.
Wanita terlena karena dimanja, sampai lupa kodratnya, dipaksa terbiasa dalam kerumitan logika padahal seharusnya mengelola dirinya dengan rasa. Mereka terperangkap, tak kenal tempat bertanya. Wanita diharapkan terjaga, mulai membaca pustaka, mengetahui tempat bertanya rasa pada bagian tubuhnya yang dipenuhi kumpulan syarat rasa, dileher didekat telinga dan tersebar didinding organ intimnya.
Bagian tubuh wanita yang teramat mulia dan sebagai sumber bertanya rasa, dipersepsikan hina, dihinakan dan sengaja dihina dibuat hina oleh para pria sampai para wanitapun berpikir sama dan tak berani bertanya pada tubuhnya.
Menjadi salah bertanya pada otaknya, hingga selalu mendapat jawaban logika.
Belajar bertanya pada bagian tubuhnya dan mendengar jawabannya, selayaknya segera dilakukan wanita. Wanita selayaknya mampu mendengar suara rasa dan dada lapang pada pikiran terbuka akan sangat membantunya. Sebagai tandanya, dia akan mengetahui jika tubuhnya mulia serta bukan pemuas nafsu belaka. Tak boleh diperlakukannya semena mena.
Kemampuan mendengarkan suara rasa, membuat wanita mampu mengolah rasa serta mempunyai kecerdasan rasa, mampu merasa, bisa mengekpresikan semua rasa, berempati pada rasa dan bersilaturahmi rasa. Tak ada lagi salah paham, tak ada lagi yang dikiranya something ternyata nothing.
Wanita dengan kompetensi rasa, menjadikan pria tak jumawa, rela bermitra, memperkaya logika dengan rasa untuk menjadi mulia. Ujung akhir kemitraan pria wanita adalah cerahnya dunia, tidak tersisa hina dan derita, yang ada hanya ceria yang mengubah suka menjadi bahagia.
Banjarmasin
17032024