PUASA, MEMBENTUK ETIKA, ADAB DAN KEDISIPLINAN (SERI AMBIN DEMOKRASI NOORHALIS MAJID)

PUASA, MEMBENTUK ETIKA, ADAB DAN KEDISIPLINAN
Oleh: Noorhalis Majid

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Diskusi buka puasa sore itu (22/3/2024) yang diselenggarakan LK3, narasumber menyampaikan pengalamannya ketika tinggal di Jepang. Dia mengatakan, di sana pendidikan dasar dari kelas 1 sampai kelas 3, hanya mengajarkan soal etika, adab dan kedisiplinan. Belum belajar baca tulis, apalagi berhitung dan menghafal berbagai definisi.

Penanaman etika, adab dan kedisiplinan itulah yang menyebabkan Jepang menjadi negara paling maju di antara negara-negara di dunia. Sumber daya manusianya tercerdas di dunia, pendapatannya tertinggi, dan segala bentuk capaian kemajuan diraih mereka.

Semuanya bukan tanpa rekayasa, sejak tragedi Hirosima dan Nagasaki, mereka merancang kebangkitan Jepang masa depan yang lebih unggul. Dibuatlah program komprehensif, terutama menyangkut pendidikan sumber daya manusia, dimulai dari mengidentifikasi guru-guru sebagai pondasi membentuk dan menciptakan sumber daya manusia.

Semunya dirancang dan diprogram, sejak manusia masih dalam kandungan, saat bayi, pendidikan pra sekolah, usia sekolah, kuliah, hingga memasuki dunia kerja. Agar menghasilkan manusia-manusia unggul dengan tingkat kecerdasan tinggi. Bahkan, cara duduk, cara cuci tangan, cara makan, cara antri, bersikap dan berkomunikasi, semua yang bagi orang lain tidak penting, di sekolah-sekolah Jepang, diajarkan dengan sangat disiplin dan menjadi mata pelajaran utama, kata narasumber tersebut.

Lantas, puasa yang dilaksanakan setiap tahun oleh umat muslim Indonesia sejak masih kanak-kanak, bukankah mengajarkan etika, adab dan kedispilinan, tapi kenapa seperti tidak membekas?

Bahkan sudah dimudahkan melalui contoh rujukan manusia agung yang dapat ditauladani, yang memiliki etika, adab dan kedisiplinan tertinggi, yaitu Nabi Muhammad, SAW.

Pertanyaan ini layak menjadi renungan, tentang hakekat puasa dalam rangka membentuk manusia unggul. Jangan-jangan ada yang salah dalam rutinitas puasa tersebut. Jangan-jangan yang didapat hanya “ritual”, sedangkan hikmah dan pesannya tidak pernah jadi pembelajaran. (nm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini