Abdurrahman Ad-Dakhil Sang Penakluk Andalusia
Oleh: Robensjah Sjachran
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Dendam mampu membinasakan martabat kemanusiaan, demikian kata sastrawan Ahmad Tohari. Coba kita ikuti catatan sejarah pergelutan kekuasaan di masa pasca Khulafaur Rasyidin (sesudah tahun 632 – 660 M) bagaimana dendam dan kebencian yang tak berkesudahan membuat hilang martabat manusia. Kini, kita dapat membayangkan bagaimana kesedihan melanda umat manusia ketika itu dengan binasanya martabat kemanusiaan. Simak cerita berikut ini:
Setelah nabi Muhammad wafat 12 Rabiul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632, pemimpin umat Islam diteruskan oleh para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat terbunuh di masjid agung Kufah (kini Irak) 29 Januari 661, ia diganti Hasan, anaknya; namun dalam beberapa bulan kemudian kekhalifahan diserahkannya kepada Muawiyah bin Abu Sufyan dengan harapan akan terjadi perdamaian, jauh dari kekerasan dan pertumpahan darah. Namun harapan Hasan hanya tinggal harapan.
Sejak itu berdirilah Dinasti Umayyah (diambil dari nama kakek buyut, great grandfather Muawiyah), dimana selanjutnya ketika khalifah berganti, yang naik tahta adalah keturunannya, tidak lagi dipilih secara musyawarah. Dinasti Umayyah berkuasa di jazirah Arab sejak tahun 661 hingga tahun 750. Walau berkuasa hanya 90 tahun, tapi Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus (Suriah) telah bertindak luar biasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan.
Ekspansi ke Afrika Utara telah merebut Tunisia, Aljazair, Maroko, kemudian ke benua Eropa bagian selatan yang dikenal sebagai Andalusia, sekarang sebagai Spanyol dan Portugal, dimana waktu itu kerajaan-kerajaan Sevilla, Malaga, Elvira, Cordoba, Zaragoza, bahkan ibukota Spanyol waktu itu, Toledo, turut direbut. Demikian juga pulau-pulau di Laut Tengah seperti Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cyprus, dan Sicilia penguasanya telah bertekuk lutut. Di Asia Tengah, sekarang kita kenal wilayah Pakistan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, Khazakstan, Uzbekistan, Afghanistan, dengan cepat dapat dikuasai.
Bani Abbasiyah yang sejak awal tidak setuju dengan Kekhalifahan Dinasti Umayyah, berhasil merebut kekuasaan dengan menaklukkan semua daerah yang dikuasai Dinasti Umayyah. Maka, sejak tahun 750 berdirilah Dinasti Abbasiyyah, dan pusat pemerintahan dipindah dari Damaskus (Suriah) ke Kufah, kemudian ke Baghdad (Irak). Dinasti Abbasiyyah bertahan lebih dari 5 abad hingga 1258, dan akhirnya runtuh oleh kekuatan militer bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan. Nama dinasti ini merujuk kepada paman & sahabat Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul Muthalib. Selama Dinasti Umayyah berkuasa, warga Bani Abbasiyah ini merasa tertindas, padahal dalam hubungan kekeluargaan merasa lebih dekat dengan garis keturunan nabi.
Ketika Bani Abbasiyyah naik tahta menggusur Dinasti Umayyah, seluruh laki-laki keluarga Bani Ummayah oleh Khalifah pertama Dinasti Abbasiyyah, Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad As-Saffah dan pengikutnya dibantai habis.
Saat dibai’at menjadi Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abu al Abbas berpidato di kota Kufah (Irak): “Wahai penduduk Kufah, kalian adalah tempat berlabuh kecintaan kami, dan rumah idaman kasih sayang kami. Dan tidaklah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, dan kalian tidak tergoda oleh tindakan para pembangkang sampai Allah mendatangkan kekuasaan kami. Kalian adalah orang yang paling berbahagia dengan adanya kekuasaan kami di tengah kalian. Kalian adalah orang yang paling mulia di mata kami. Dan kami telah menambah gaji kalian seratus dirham. Bersiaplah kalian, karena saya adalah penumpah darah yang halal (al-saffah al-mubih) dan pembalas dendam yang siap membinasakan siapa pun juga (al-tsa’ir al-mubir).” Sejak itu ia bergelar Khalifah ass Saffah, Sang Penumpah Darah.
Akan tetapi rupanya Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Ternyata ada 2 orang keturunan Bani Umayyah yang lolos melarikan diri, Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Malik, ada yg menyebut ketika itu 18 tahun, ada juga 21 tahun, dan adiknya Hisyam, 13 tahun. Kedua cucu khalifah waktu itu, ketika menyeberang sungai Eufrat untuk lolos dari kejaran pasukan Abbasiyah, Hisyam nggak kuat berenang & balik, ya dihabisi oleh pemburunya. Selama 3 tahun Abdurrahman mengarungi padang pasir, gunung, lembah, dan sungai, …dari Suriah, Lebanon, Palestina, gurun Sinai, Mesir, Libya, Tunisia, gurun sahara, hingga tempat asal keluarga ibunya suku Berber di negeri Maghribi, Maroko, tidak kurang berjarak 6 ribu km.
Di Maroko, Abdurrahman dilindungi oleh keluarga sang ibu, orang-orang Berber. Menyimpang dari cerita, kawan yang suka bola tentu kenal Zinedine Zidane (Zizou), nah beliau itu keturunan suku Berber yang lahir di Marseille, Perancis. Abdurrahman ingat pesan kakeknya, Khalifah terakhir Bani Ummayah, Hisyam bin Abdul Malik, yang memintanya untuk membina Andalusia. Sebagian Andalusia ketika itu sudah dikuasai Dinasti Ummayah melalui ekspedisi awal yang dipimpin Tariq bin Ziyad & panglima besar Musa bin Nushair.
Maka, dengan dibantu suku Berber …Abdurrahman menyeberang Selat Gibraltar menuju wilayah Andalusia (kini wilayah Portugal & Spanyol) yang ketika itu bercokol raja-raja kecil, baik para emir keturunan Dinasti Umayyah maupun para pangeran dari bangsa Visigoth, yang masing-masing menguasai kota tertentu. Banyak penguasa lokal yang tunduk kepada Abdurrahman hanya karena ketajaman penanya, tapi tidak sedikit takluk karena pedangnya.
Sejak Abdurrahman yang bergelar Ad-dakhil (yang masuk) ke Andalusia, peradaban Islam maju dan berkembang luar biasa di sana. Bahasa Arab menjadi bahasa utama dan lingua franca (bahasa pergaulan), kebudayaan Islam maju pesat, para khalifah sesudahnya sangat toleran dengan masyarakat Yahudi dan Kristen di sana. Tidak sedikit orang-orang Yahudi dan Kristen menduduki jabatan tinggi di pemerintahan. Penemuan di bidang sastra, kedokteran, farmasi, astronomi berkembang luar biasa. Para intelektual bermunculan, antara lain Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, Ziyad, Ibnu Yahya, Umm al Hassan, Ahmad bin Ibbas, dan banyak lagi.
Namun sayang, sekali lagi dendam dan kebencian ditambah nafsu berkuasa membuat antar penguasa muslim di Andalusia saling berebut pengaruh. Para Emir dan Sultan, juga elit penguasa, jenderal dan panglima perang saling berseteru untuk mencapai puncak kekuasaan. Tidak jarang yang tadinya lawan menjadi kawan untuk berperang melawan musuh yang tadinya kawan. Akhirnya, karena kesulitan ekonomi, bangkitnya semangat penduduk lokal yang menghendaki “Spanyol untuk Spanyol”, ditambah dendam dan kebencian tak berkesudahan, tahun 1492 penguasa terakhir di Granada, Andalusia terusir ke Maroko setelah melalui masa reconquista.
Tahun 2013 dan 2018, dengan niat ingin melihat sisa-sisa peradaban Muslim di Spanyol, saya memasuki Andalusia melalui Tangier, Maroko dan sebelumnya dari Milan menuju Casablanca menumpang Royal Air Maroc, dengan menyeberangi Selat Gibraltar. Dari selatan Spanyol, singgah di kota Granada, Cordoba, Sevilla, terus bergerak ke utara hingga kota Valencia, Castellon, Madrid, Zaragoza, Toledo dan Barcelona. Inilah sekadar foto-fotonya. Bens
Sumber:
* Maria Rosa Menocal, Sepotong Surga di Andalusia: Kisah Peradaban Muslim, Yahudi, Kristen Spanyol Pertengahan (750-1492)
* Yusuf al-Isy: Dinasty Abbasiyah
* Republika.co.id, Sejarah Para Khalifah: Abdurrahman Ad-Dakhil, Sang Penakluk
* Geotimes Ind, As-Saffah (Sang Penumpah Darah): Khalifah Pertama Abbasiyah
* Wikipedia
DOKKUKENTASI FOTO PENULIS :