LITERASI PEMILIH CERDAS, “MEWARASKAN PILKADA”
Oleh: Noorhalis Majid
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Banyak yang putus asa, bahkan hopeless, bahwa proses Pilkada secara kualitas hanya bentuk pengulangan dari apa yang sudah terjadi pada Pileg dan Pilpres. Nanti serangan fajar yang lajimnya sembunyi-sembunyi, justru dilakukan terang-terangan. Bansos dan money politik yang biasanya disebar secara acak, akan terstruktur dan masif menggunakan daftar warga, memanfaatkan instrumen formil.
Penyalahgunaan wewenang, kedudukan dan jabatan yang biasanya sungkan, malu-malu karena diawasi penyelenggara, besar kemungkinan marak dan semarak, sebab tahu saksinya tidak berdampak.
Seburuk apapun sangkaan praktik Pilkada, dan sebesar apapun potensi pengulangan kecurangan Pileg dan Pilpres, tidak boleh berputus asa. Literasi pemilih harus tetap dilakukan, bahkan sejak sekarang, sebab waktu yang tersedia begitu sempit lagi mendesak.
Kenapa harus dilakukan, karena “pemimpin itu potret warga pemilihnya”. Bila pemilihnya pragmatis, suka money politik, gemar disuap dengan sembako, bakul dan uang tunai, jangan menyesal yang terpilih adalah pemimpin korup. Pemimpin yang cara berpikir dan bekerjanya juga pragmatis.
Padahal yang kita inginkan pemimpin yang berpikir strategis, cerdas, berorientasi membangun kesejahtraan bersama. Karena itu untuk mewujudkannya tidak ada pilihan, kecuali mencerdaskan pemilih, yang memiliki hak otoritas dalam menentukan pemimpinnya.
Bila pemilihnya cerdas, bukan hanya memilih dengan akal sehat, tapi juga peduli dan berani berpartisipasi mengawasi hasil pilihannya agar tidak diubah di tengah jalan, dijual perolehan suaranya, diperdagangkan layaknya barang oleh penyelenggara yang korup.
Begitu pentingnya mewujudkan pemilih cerdas, karena kualitas Pilkada ditentukan oleh pemilihnya.
Siapa yang bertanggungjawab melakukan literasi pemilih cerdas? Tentu saja semua elemen masyarakat, termasuk para tokoh di lingkungan masing-masing, termasuk para ketua RT, RW. Jangan kemudian para tokoh tersebut justru menjadi agen-agen money politik, yang memperburuk kualitas Pilkada – menjadikan prosesnya tidak waras. (nm)