KRISIS KEPERCAYAAN
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Krisis Kepercayaan adalah kemelut mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang disebabkan oleh tidak adanya pengakuan pada kejujuran ataupun kemampuan seseorang yang menduduki jabatan dalam menjalankan amanah jabatannya.
Jika dibaca dengan cara seksama serta detail, akan ditemukan masalah kunci terjadinya krisis kepercayaan yaitu adanya kegiatan berpotensi bahaya dan petugas dengan kemampuan serta kejujuran yang diragukan sehingga berakibat kegiatan berjalan tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Kondisi tersebut mirip walaupun tidak serupa dengan kejadian saat pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan anggota kegislatif lalu. Dikatakan mirip karena sangat terasa tak ada pengakuan terhadap kejujuran dan keadilan pelaksana dan dikatakan tidak serupa karena keputusan MK tak menemukan bukti penyebab dari ketidak percayaan itu.
Walaupun begitu, aroma tidak sedap akibat ketidak percayaan yang berlanjut bukan tidak mungkin, akan menimbulkan krisis kepercayaan saat digelarnya pemilihan kepala daerah secara serempak diseluruh Indonesia, diwaktu tak lama lagi karena perhelatan pilpres maupun pilkada, dikelola oleh pelaksana yang sama.
Jika krisis kepercayaan itu terjadi maka dapat diduga kondisinya akan lebih tak terkendali dan dapat berakibat sangat fatal karena kapasitas rutin pemerintah daerah serba terbatas hingga diduga tak mampu mengatasinya. Disamping karena para pelaku dan korbannya berada pada lokasi domisili berdekatan dan setiap saat bisa berhadap hadapan.
Respon cepat yang bersifat antisipatif bahkan proaktif, dimungkinkan dengan mengeluarkan keputusan kepala negara atau kepala daerah untuk dukungan secara administrasi sehingga kegiatan penanggulangan krisis kepercayaan, dapat dilakukan dengan mengunakan anggaran pemerintah daerah secara legal dan selayaknya sudah dilakukan mulai saat ini.
Dukungan proaktif tersebut diusulkan karena penanggulangan tidak hanya pada saat krisis tapi meliputi pencegahan, mitigasi, kesiagaan dan pengelolaan. Diperlukan fasilitasi secara bersungguh sungguh, dalam mengidentifikasi potensi penyebab dan penyelesaian masalah dengan kearifan lokal dan melatihkannya demi kemandirian penyelesaian.
Secara sederhana, sistimatika dan pentahapan kegiatan dapat dilakukan dalam tiga masa yaitu masa pra krisis, disaat krisis dan paska krisis. Ketiga masa tersebut punya kekhasan kegiatan dan prioritas ataupun penekanan kegiatannya masing masing yaitu prencanaan dan persiapan di era pra krisis, pelaksanaan tindakan di masa krisis, dilanjutkan analisis disertai apresiasi kritis berdasarkan kenyataan di era paska krisis.
Secara konsepsi, dengan analisis paska krisis berdasarkan kenyataan, akan didapat model arsitektur krisis sesuai kondisi wilayah. Model krisis akan diterapkan sejak sebelum adanya krisis untuk memastikan jadwal serta type kerja dan berbagai persiapan yang diperlukan. Hal tersebut berarti kegiatan krisis pada hakekatnya adalah bergerak sesuai rencana.
Krisis kepercayaan potensial muncul berulang karena sifat alamiah kekuasaan yang memiliki daya rangsang untuk memunculkan sisi tergelap manusia berupa kecurangan untuk bertahan di kekuasaannya. Krisis kepercayaan hanya akan sirna jika ada saling bicara dan akhirnya saling memahami untuk berkomunikasi.
Secara sengaja membuat sistem pengawasan yang disepakati bersama sebagai bagian dari pembiasaan hidup berdampingan dengan krisis kepercayaan adalah hal yang amat disarankan. Dalam kondisi seperti itu aturan bersama akan menjadi garis pemisah antara selamat dan tidak selamat dari terjadinya krisis. Bahwa mengikuti aturan identik dengan tidak ada krisis.
Banjarmasin
19052024