PERANG
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Jejak sebuah perang besar sering kali diawali oleh adanya dendam, yang memperoleh jalan pembalasan dan gagal dicegah dengan tegas, bahkan diakomodasi sehingga ditiru lakukan oleh yang lain.
Pembalasan dendam kesumat akan mudah mendapat dukungan, jika deritanya terasakan oleh banyak orang dan akan semakin menggebu, jika disertai dengan sulitnya tekanan ekonomi dalam kehidupan sehari hari.
Perang Dunia II diawali oleh lampiasan dendam Jerman karena dipaksa bersetuju sanksi berat penjanjian versailles, tahun 1919, berkombinasi dengan kondisi ekonominya yang menjadi lebih kaya dari negara sekitar saat depresi ekonomi, tak disikapi dengan tegas Liga Bangsa Bangsa, bahkan terkesan diakomodasi melalui bebagai perjanjian bilateral hingga pelampiasan dendam tersebut, ditiru oleh Italia dan Jepang.
Faktor terpenting yang menjadi latar keinginan pembalasan dendam adalah kebencian. Benci mudah terjadi didalam perbedaan, khususnya yang menyangkut SARA. Benci pada umumnya diawali oleh praduga hingga akan mudah timbul pada komunikasi tanpa kecerdasan, pendekatan tak setara, tak terbuka tanpa kepedulian sosial,
Kebencian dapat menguat karena pemahaman agama yang keliru, dominasi pada salah satu bidang kehidupan, adab diskriminatif ataupun kecurigaan tiadanya loyalitas tunggal terhadap sebuah kelompok pada negara bangsa. Curiga yang umumnya terjadi pada kaum pendatang dan minoritas.
Bangsa Yahudi pernah dicurigai punya loyalitas lain disamping loyalitas pada negaranya, yaitu loyalitas pada jaringan Yahudi Internasional dan kecurigaan inilah yang menjadi pemicu gerakan Anti Yahudi yang menjadikan Bangsa Yahudi, sebagai pelampiasan marah dalam PD II.
Ditemukan bahwa tragedi kehidupan sering kali berlatarkan faktor ekonomi, kepentingan politik serta ketidak tegasan hukum. Sebuah hikmah yang jelas terbaca,untuk dijadikan dasar prinsip pergaulan internasional tetapi sering berpotensi gagal dilaksanakan karena adanya kerakusan.
Kerakusan akan membuat dunia tak terkendali, sebab keinginan bersinar tak tertandingi, nikmat kekuasaan dinikmati sendiri dan demokrasipun disisihkan. Terlihat cemerlang bahkan diteladani sehingga semua manusia tertular kerakusannya dan Tuhan tidak dipercaya lagi. Rakus adalah sumber kehancuran sehingga wajib dihilangkan.
Hikmahnya adalah bahwa mencegah perang bisa dilakukan dengan menghilangkan rakus dan benci secara pribadi dan secara kelompok dengan membuat semua curiga tak terbuktikan secara jujur dan terbuka. Rasa benci, jangan diguyur dengan resistensi terhadap arogansi kemuliaan diri, caci dan maki, disertai teriakan penghinaan dan ajakan berkelahi, seperti yang terdengar dari mulut busuk, beberapa oknum berkedok penceramah agama.
Banjarmasin
04102024