SCNEW.ID-Banjarmasin. Paman Dino mempunyai kebiasaan bangun pagi-pagi sekali, hal ini sudah menjadi kebiasaan sejak remaja dulu, dan membentuk kebiasaan atau habit bangun subuh ini ternyata mendapat pembenaran dari berbagai kajian “psikologis”, untuk mengamalkan sesuatu perbuatan baik apapun atau kalau mau merubah perilaku tertentu kearah yang positif mesti diamalkan 40 hari berturut-turut, dan setelah 40 hari tersebut, insyaallah akan terbentuk “refleks” atau perilaku spontan yang kita lakukan. Oleh karena itulah bagi Paman Dino bangun sebelum waktu sholat subuh itu sudah spontan tanpa ada yang membangunkan sehingga waktu dini hari itu dihiasi oleh ibadah ibadah sunat, khususnya membaca ayat suci Alqur’an, siapapun yang melewati tempat kediaman Paman Dino pada waktu dini hari atau subuh tersebut akan mendengar sayup-sayup suara lantunan ayat-ayat suci Alqur’an.
Pagi sabtu yang sejuk, udara pegunungan yang menyegarkan lahiriah dan menembus batiniah, terdengar kicau burung yang bersahutan menyambut pagi seolah music alamiah ber energi rasa menembus kalbu, kilauan daun yang basah berembun mulai tertimpa sinar matahari, secara perlahan matahari mulai muncul sedikit demi sedikit disekitar perbukitan. Alam nan hijau, langit nan cerah, merdunya suara burung bak layaknya panggung simphony kehidupan yang teramat indah yang akan membuat aura kebahagiaan meresapi siapapun yang menikmati pagi di Kawasan Wisata Alam ini.
Disetiap hari sabtu dan minggu suasana tempat Wisata memang rame dari pada hari-hari biasa, kecuali jika ada “event” atau “acara” yang dilakukan oleh Lembaga dan masyarakat pada moment-moment tertentu, oleh karena itu kesibukan nampak pada pekerjanya. Kalau diperhatikan pekerja tempat wisata ini adalah anak-anak muda warga kampung sekitar yang memang terlihat belum begitu profesional, namun cara dan gayanya bekerja dan menyapa tamu yang datang menjadi “keunikan sendiri” yang menggambarkan keluguan dan kesederhanaan, akan tetapi kalau diukur dengan standar kerja professional memang masih perlu pembinaan dan pelatihan sebagai pekerja yang berstandar nasional atau internasional.
Dihari sabtu dan minggu ini pula banyak pedagang yang membuka lapak dikawasan yang sudah ditentukan titik-titiknya oleh pengelola dengan berbagai macam dagangan khas kaki lima, oleh karena itu bagi pengunjung dijamin akan sangat mudah mencari makanan, dengan syarat tidak memilih milih makanannya, terdapat pula warung-warung sederhana yang dimiliki oleh masyarakat sekitar, dengan warung “ala hulu sungai”, duduk santai di kursi Panjang, kaki ke atas, suguhan teh manis dan kopi panas, disertai aneka kue dan roti kering serta mie instan. Berbeda dengan warung Paman Dino yang lebih refresentatif ala café dengan tetap memakai konsep warung, terdapat areal dalam yang dindingnya ditutup kaca dan ada areal terbuka dengaan lampu-lampu led bersusun rapi diantara batang pohon yang rindang, sehingga kalau malam hari terlihat terang dan indah dan juga romantis.
Pagi itu Paman Dino dengan dibantu oleh seorang asistennya sedang bersih-bersih warung untuk dibuka tepatnya pada jam 9 pagi, terlihat beberapa rombongan remaja ramai menghiasi Susana pagi yang cerah, melintas di sekitar warung Paman Dino. ada yang berolah raga jalan kaki dan ada yang naik sepeda sambal bercengkrama yang diselingi oleh tawa gembira mereka seperti menambah kecerahan pagi. Ada-ada saja tingkah polah mereka, ada yang sambal berlari-lari kecil mengajak temannya ikut berlari, ada yang sambil jalan sambil memainkan jarinya di smart phone yang sesekali matanya melihat ke jalan, ada terlihat begitu romantis ber-gandengan tangan yang sepertinya pasangan baru kawin, ada seorang bapa dengan cerianya menggendong anak kecilnya sementara ibunya memegang anaknya yang berusia sekitar 4 tahun, ada pula pasangan yang sudah berusia yang jalannya pelan, akan tetapi tetap romantic dengan pasangannya.
Inilah pagi di Kawasan wisata alam, terlihat semuanya bergembira dan bersuka ria menyatu dengan alam yang hijau, udara segar, cahaya lembut matahari yang menerpa kulit, semilir angin berhembus pelan, suara burung bernyanyi bersahutan menambah kesempurnaan pagi yang indah. Terlihat disela-sela pepohonon berjalan santai seorang gadis remaja dan seorang pemuda dengan berjarak yang menandakan bukan sedang “pacaran”, mereka secara pasti mengarah mendekat ke warung Paman Dino, wajahnya sang remaja gadis ini terpancar prinsip hidup dan keimanan yang selalu terbasuh oleh air wudhu, tutur kata yang lembut, cara berpakaian yang relative sopan, balutan jeans, kaos casual lengan Panjang berwarna hijau muda yang dipadu dengan jilbab kuning muda telah memperlihatkan kecantikan alaminya. Apa yang Nampak di muka gadis muda ini, tidak bisa membohongi Paman Dino yang sudah banyak mengalami asam garam kehidupan, gadis ini masih berusaha menutupi kegalauannya kemaren, walaupun ia terbawa oleh arus aura kecerahan dan kegembiraan orang-orang di suasana pagi.
“Assalamualaikum Paman” sapa Santi kepada Paman Dino yang lagi asyik mempersiapkan kopi dagangannya, “alaikum salam warahmatullah hiwabarakatuh” jawan Paman Dino sambal tersenyum, “mari nak Santi masuk” “Alhamdulillah Nak Santi jadi tamu pertama Paman pagi ini, bersama…” “oh ini Darel yang kemaren ikut berombongan datang, “terus yang lainnya kemana”, “yang lain lagi menuju puncak tempat perahu di atas gunung sana” kata Santi menjelaskan. “Dan si Cowo yang …” stop Paman jangan dilanjutkan pertanyaannya” kata Santi, yang membuat Paman jadi tersenyum.
“Paman bikinkan kami dua gelas kopi, tapi kali ini yang “low” kopinya”, biar tidak terlalu pahit” kata Santi. Memang biasanya Paman Dino menjelaskan kalau takaran kopi beratnya yang sedang itu berkisar 20 gram dengan air 150 milileter, sedangkan yang “low” itu berat biji 20 gram dengan air 220 milileter, sedangkan kepanasan airnya tetap berkisar antara 80 sampai dengan 90 derajat celcius. “ok nak Santi dan Nak Darel, tunggu sebentar ya, paman bikinkan”. “oh ya paman sekalian dengan kue roti yang ada di box itu ya Paman”, “siap nak Santi” jawab Paman yang sudah memulai pembicaraan selayaknya sudah sangat akrab.
Sholawat Kembali terlihat pada gerak bibir Paman Dino saat menuangkan air sedikit-demi sedikit di atas filter yang sudah tersedia kopinya itu, inilah barangkali yang membedakan kopi bikinan Paman Dino dengan kopi kopi di warung lainnya. Ada semacam sentuhan spiritual dalam pembuatannya yang insyaallah kopinya menjadi enak dan berkah untuk diminum, seperti cerita seorang tokoh, bahwa “segala sesuatu yang dibuat dengan ibadah dan doa, akan melahirkan citra rasa “berkesan”, karena terdapat ketulusan hati saat membuatnya tersebut.
“Nak ini kopinya dan ini kuenya”, “wah mantap ini Paman, aromanya sudah menggoda saya” kata Darel dengan tersenyum dan langsung mengangkat gelas menyeruput kopi itu. “Alhamdulillah, pokoknya kopi Paman top deh”. Alhamdulillah, kan bikinan barista tua, ha ha…” Jawab Paman yang membuat Darel jadi tersenyum dan Santi juga ikut tersenyum, Pamanpun kemudian berlalu meninggalkan meja yang ditempati kedua anak muda ini.
Kembali Paman Dino asyik menyiapkan menimbang biji kopinya untuk mempersiapkan, sesekali ia memperhatikan Santi dan Darel yang lagi ngobrol, mereka terlihat sangat akrab, walaupun ada jarak duduk yang berseberangan dalam berbicara, tidak terlihat rimantisme seperti orang pacaran, akan tetapi dimata Paman Dino ada sesuatu yang tersembunyi dibalik ke akraban mereka ini, sesuatu yang hanya bisa dilihat dan dirasakan oleh orang yang sudah mengalami banyak cerita kehidupan, sesuatu yang bisa saja masih menjadi misteri atau dimisterikan oleh mereka…Lantas siapakan sosok Darel ini dan misteri apa yang ada di antara mereka…” (bersambung)