SURAT SEORANG KSATRIA (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

SURAT SEORANG KSATRIA
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Dini hari tadi, sebuah surat bisa membuat haru dan mengalirkan airmata sangat deras tak bisa terbendung, karena nuansa ketulusan, kejujuran yang dikandungnya. Surat sederhana teramat jantan dari pemimpin tidak banyak bicara tetapi tampak berwibawa, mengundang rasa hormat kepada pemimpin tertingginya. Surat terbuka dari Gubernur Aceh kepada Presiden Prabowo.

Surat itu, menampilkan kehormatan penulisnya, tak ditulis hanya dengan tinta tapi dengan jiwa, tidak berisi ratapan atau sanjungan palsu, tapi suara kalbu yang bernuansa gemuruh sejarah peperangan dan luka luka sunyi dimasa lalu, sekaligus sebuah pengingat bahwa kehormatan dan keadilan adalah dua cahaya yang harus dijaga agar tetap menyala, bahkan ketika langit politik berganti warna.

Ditengah keruwetan perselisihan perbatasan dan kepemilikan 4 buah pulau, surat ini tidak semata menulis tentang pulau tetapi tentang tanah dan air, sebagai tubuh sejarah dan jiwa masyarakat, tentang batas sebagai lambang harga diri. Dengan kata-kata yang sederhana namun berdaya, kata kata seorang ksatria yang memilih jalur damai, tanpa perlu kehilangan keberaniannya.

Tersirat lembut pada surat, bahwa perdamaian bukan hadiah, melainkan hasil dari proses yang saling menghormati. Persaudaraan merupakan komitmen yang dibangun di atas bekas luka dan harapan bersama serta bukan status semata. Damai harus dijaga dengan kesepakatan yang jujur, konsisten dan tanpa kepentingan selain perdamaian itu sendiri.

Keharuan memenuhi dada hingga terasa sesak dan hanya mampu dilegakan dengan keluarnya isak tanpa malu malu. Keharuan oleh indahnya panorama tampilan pemimpin yang tidak harus kehilangan keberanian hanya karena takut kursi kekuasaan telah diraihnya, berpotensi hilang karena suara hatinya. Sebuah keberanian untuk tetap memperjuangkan tanahnya, bukan dengan senjata, tapi dengan suara yang penuh cinta.

Surat yang wajib dibaca dengan hati dan bukan sekadar dengan mata supaya timbul kesadaran bahwa dalam politik, tidak tertutup keberadaan ketulusan dan kemungkinan keberadaan cinta, seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh para pendiri bangsa.

Surat ini memberi pelajaran tentang arti menjadi pemimpin sejati, dengan kepatuhan cerdas dan bukan kepatuhan dogmatis yang menjadikan penjilat tak tahu malu. Kepatuhan berisi berani yang paripurna, fisik, sosial, moral, spiritual, dan berisi cinta tanah air bukan sekedar cinta pada jabatan semata.

Surat ini ditujukan pada kita semua, surat yang mencerahkan dan membuat jatuh cinta. Surat seorang ksatria yang patut diapresiasi secara terbuka disertai rasa hormat yang tertinggi.

Mualem, terima kasih untuk pembelajarannya dan salam sangat hormat untukmu.

Jakarta
18062025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini