
HIJRAH
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Pada tahun 622 Masehi, sejarah menulis noktah tentang perpindahan fisik sekitar 200 an orang anggota masyarakat dari kota Mekkah ke kota Madinah. Sebuah peristiwa yang pada akhirnya diketahui sebagai langkah amat strategis serta bersifat prinsipal dari seorang pemimpin untuk menang. Titik kecil itu yang hakekatnya adalah gempa lembut yang mengguncangkan dimensi waktu dan nilai.
Sebuah langkah sunyi menuju cahaya, tindakan yang mengandung pelajaran abadi bagi setiap anak manusia yang ingin memahami kehidupan karena kesyahduan agung penyelamatan diri ini, akan terbuktikan menjadi titik balik peradaban. Sebuah perpindahan dari kota dagang megah, berpenduduk 6 ribu jiwa, 2 persen memercayai Nabi Muhamad SAW ke lembah pertanian nan damai, dihuni 20 ribu jiwa dan 20 persennya memercayai Nabi Muhammad SAW.
Jika diperdalam, akan terlihat bahwa hijrah bukan bicara angka, bukan tentang jumlah jiwa atau kilometer yang ditempuh dan bukan juga tentang perpindahan geografis semata, tetapi catatan keberanian memilih prinsip, ketika dunia menggoda untuk menyerah. Berkorban untuk bisa menjaga prinsip hidupnya, menjaga nilai luhur kehidupan sekaligus mencari kebebasan untuk menerapkan nilai itu untuk mewujudkan masyarakat adil dan damai.
Sebuah kesadaran untuk berpindah dari sebuah kekuasaan, kekayaan dan kegilaan hidup yang membelenggu jiwa menuju hidup sederhana, apa adanya tetapi memberi kemandirian yang mencerahkan. Merupakan kejadian penting karena dilakukan untuk mengikuti perintah Tuhan, bukan sekedar sebuah strategi manusia untuk menghindarkan segala bentuk resistensi dan penindasan.
Hijrah adalah momen pemisah antara dua fase hidup, masa tekanan dan masa pembangunan. Pengikutnya menunjukkan kemantapan kepada komitmen nilai hidupnya serta berani melakukan pengorbanan. Mereka tak hanya meninggalkan rumah dan harta, tapi juga egonya. Menjawab panggilan langit, saat bumi tidak bersahabat. Mereka bertaruh pada nilai, bukan kenyamanan.
Sedang yang tak ikut mempunyai alasan serta latar masalah beragam, yang nantinya terbukti sebagai alasan yang dimaklumi ataupun dicela. Mereka punya berbagai kisah atau dilema yang mengajarkan bahwa pilihan adalah ujian batin, antara ketakutan dan kepercayaan atau antara keraguan dan asa masa depan.
Mempelajari hijrah adalah belajar kerendahan hati. Bahwa perubahan tak selalu ditandai oleh teriakan, tapi lebih sering dimulai dari langkah pelan dan sepi. Perbedaan bukan alasan untuk saling menjauh, tetapi undangan untuk saling memahami. Bahwa kedamaian bukan dibangun oleh persaingan, apalagi oleh kedengkian yang saling mencaci, melainkan oleh kebersamaan, penghormatan, dan kasih sayang.
Tentu ada luka akibat resistensi awal tapi berani berkorban untuk membangun ruang pengertian, akan berujung pada persuaan yang memberi saat pada dialektika lebih lembut, lebih adil dan lebih manusiawi dalam membangun dunia baru berisi silaturahmi dan kebersamaan.
Mempelajari sejarah dan latar belakang hijrah adalah belajar tentang perlunya toleransi dan kerendah hatian. Belajar tentang diperlukannya keterbukaan terhadap perbedaan serta sifat penerimaan perubahan dan bahwa menolak karena apriori atau menerima secara dogmatis bukan pilihan cerdas yang dikehendaki oleh kesejahteraan masyarakat
Hijrah bercerita tentang keinginan untuk mampu bermasyarakat yang hidup dalam kasih, bukan caci, dalam kerja sama, bukan persaingan buta serta sebuah undangan untuk mengelola hidup secara perlahan menuju keluhuran berdasarkan keadilan, cinta kasih, ketulusan, dan kebenaran.
Di setiap zaman, hijrah selalu relevan, karena hijrah sejatinya adalah panggilan abadi bagi manusia yang rindu mengganti benci dengan saling mengerti, mengganti marah dengan kasih, dengan sebuah kesadaran puncak bahwa kesejahteraan, keadilan dan kedamaian serta kemakmuran itu, dilandasi kebersamaan bukan persaingan apalagi kedengkian dipenuhi hinaan dan caci maki.
Walau akhirnya, mengubah pola pikir terpaksa memakai intervensi militer maka semata untuk melemahkan penguasa yang arogan yang tidak memberi pilihan bebas kepada masyarakatnya, terhadap pembaharuan. Intervensi wajib berada dalam kendali supaya tak banyak menimbulkan korban. Pelajaran langkah strategis penyiapan pasukan untuk berperang tanpa korban banyak jika dialog menemui jalan buntu.
Hijrah adalah momentum istimewa bagi sebuah perubahan menuju situasi saling menghormati dan menjaga silaturahmi. Selamat Tahun Baru, mari berkontemplasi bagi kasih , keadilan dan perdamaian.
Banjarmasin
28062925