SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Saking khusunya Darel merenung di atas sajadahnya, ia tidak menyadari Santi bergerak mendekatinya, sehingga saat Santi menyapa, iapun kaget, “assalamualaikum Darel”, Waalaikum salam warahmatullahiwabarakatuh” jawab Darel spontan dan langsung berdiri. “duduk aja Darel, tidak apakan aku ikut duduk disini mau ngobrol denganmu”, kata Santi. “akh Santi seperti orang lain aja, lagi sensi ya, baper nih”, goda Darel. Sambil menarik nafas dalam, Santi kemudian mengeluarkan nafas itu pelan-pelan, dan berucap “Alhamdulillah…akhirnya aku lega sekarang”, “udah clear ya dengan Hendra”, “iya sudah”, “lalu hasilnya, apa baikan, apa putus, apa …., “baikan tapi putus” sela Santi.
Darel sudah menduganya dari awal, adanya kesepakatan untuk tidak sepakat tersebut, model kesepakatan seperti ini dalam kajian negosiasi perselisihan adalah “menyepakati hal-hal yang bisa disepkati tapi sekaligus juga menyepakati hal-hal yang belum atau tidak disepkati”, oleh karena itu tidak ada istilah “deadlock” dalam suatu mediasi. Darel mengenal baik sosok Santi yang berbeda dengan cara pandang gadis kebanyakan, dia pasti akan sanggup menghadapi semua itu, bahkan bisa tetap bersahabat dengan baik, walaupun tersakiti, sementara banyak orang saat putus justeru membenci sebagaimana layaknya musuh.
Siapa yang tidak sakit hati kalau mengalami putus cinta, semua orang normal pasti merasa sakit namun bagi mereka yang sakit tapi mampu mengendalikan diri untuk tidak larut dalam kesedihan adalah pribadi yang Tangguh. Secara sederhana orang yang Tangguh ibarat seseorang menaruh zat pahit kedalam gelasnya, ia tetap minum dengan merubah anggapan atau cara pandang, zat pahit itu adalah obat yang menyehatkan, oleh karena itu anggapan orang umum akan ia akan sakit kepahitan meminumnya, namun ternyata ia pahit menjadi manis dalam pandangannya.
Orang yang seperti ini, adalah orang yang mempunyai kesadaran mendalam tentang hakikat kehidupan, dari mana dia berasal, sedang berada dimana dan mau kemana hidupnya ini, atau antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, atau dari tiada, menjadi ada dan akan tiada lagi. Oleh karena apa sesungguhnya yang ia lakukan dan dapatkan dalam kehidupan ini, selain menyatunya takdir, ikhtiar dan doa, yang kemudian hasil akhirnya sepenuhnya “berserah” kepada Allah dan apapun benuk dan wujud kehidupan yang ada pada setiap manusia adalah hak prerogative dari Maha Kuasa untuk menentukannya.
Beranjak dari sinilah saat Darel merenung dalam lapak sajadahnya, ia merefleksikan hal-hal yang manusiawi mengenang dan merenungkan babakan sejarah hidupnya, yaitu tentang masa lalunya, tentang masa kini dan tentang masa akan datang. Ketiga waktu ini sebenarnya menjadi rangkaian yang utuh dalam kehidupan, dan bahkan ketiga babakan itu bisa menjadi lima, yaitu saat sebelum keberadaan di dunia, dan nanti setelah kehidupan itu sendiri berakhir. Ada semacam misi dan rahasia besar yang didesain oleh Sang Pencipta pada setiap kehidupan ciptaanNya ini, sehingga satu sisi percaya pada takdir kehidupan yang sudah menjadi suratan, akan tetapi karena suratan takdir masih menjadi rahasia, maka manusiapun disuruh ikhtiar atau berusaha menjadi yang terbaik dan yang paling bermanfaat bagi manusia dan makhluk lainnya. Antara suratan takdir dan ikhtiar itulah terletak doa yang selalu terucap pada setiap orang yang beriman kepada Yang Maha Kuasa.
“Khusu sekali kamu duduk di sajadahmu sejak sholat tadi” kata Santi, “ya begitulah Santi, orang seperti aku mesti bijak menyikapi hidup agar selalu bisa bersyukur dan tegar dalam setiap keadaan” jawab darel, kemudian Darel menceritakan fikiran yang muncul dalam renungannya di atas. “hem, terimakasih ya Darel telah menceritakan hasil renungan dan pemikiranmu itu”, “sebagai perempuan terkadang lebih menilai sesuatu itu dengan perasaan, bahkan sedemikian tajamnya perasaan perempuan itu bisa menjadi sinyal peringatan bagi dirinya untuk memberikan keputusan”, kata Santi sambal menarik nafas dalam.
“Perasaan bersumber dari naluri, sedangkan logika bersumber dari ratio” jelas Darel, “sehingga keduanya sesungguhnya menyatu dalam diri seseorang dalam mengambil sikap atau respon terhadap suatu keadaan, Adapun mana yang lebih dominan yang dijadikan dasar bagi seseorang laki-laki atau seorang perempuan sebagai dasar pertimbangan semata-mata ditentukan oleh karekter alamiahnya, karena faktanya dalam kehidupan sering bertutur ada banyak lelaki menggunakan perasaan dan ada banyak perempuan yang menggunakan akal. Atau bahkan antara perasaan dan akal itu menyatu sehingga out put berupa reaksi yang keluar dari seseorang sebenarnya didasarkan pertimbangan keduanya dan reltif sulit untuk disebutkan mana yang dominan”.
“Bisa saja apa yang kamu putuskan itu sebenarnya bersumber dari keduanya, namun karena sudah diberi label selama ini dalam berbagai kajian psikologis perempuan lebih tinggi pertimbangan perasaannya, maka kamu menyebutnya seperti itu”, “aku sendiri melihatnya suatu reaksi atau putusan itu diambil tepat atau tidak tepat, berdasarkan kondisi dan situasi yang melingkupinya”, tegas Daerel. “Apakah menurut kamu apa yang kuputusakan itu sudah tepat?”, kata Santi menegaskan Kembali terhadap apa yang sudah diputuskannya tersebut.
“Sebagaimana yang saya sampaikan di awal, apa yang kamu putuskan itu termasuk putusan yang bijak dan tepat, karena sudah mempertimbangkan kepentingan persahabatan secara umum, dan secara khusus melihat kondisi Hendra dan kamu sendiri”, “kamu berhak lega dan merayakan apa yang sudah diputuskan itu, suatu yang sudah berhasil dikeluarkan dari benakmu, termasuk bagaimana nanti kamu menjalani lagi kenormalan baru dalam bergaul sesama teman”.
“Ada istilah populer, siapa yang kehilangan maka akan mendapatkan” kata Darel, “lalu apa kaitan istilah itu dengan aku”, sela Santi, “artinya kamu akan mendapatkan pacar baru” ha ha ha…. Goda Darel, yang membuat Santi tersenyum dan mencoba seolah-olah mau melemparkan smart phone yang ada ditangannya, dan Darelpun pura-pura menghindar. “emangnya saya ini tipe yang bisa cepat menerima atau mencari kekasih baru”, “atau murahan gitu”, kata Santi. “Bagiku cukup dululah pengalaman pahit dengan Hendra, yang selanjutnya kita lihat bagaimana nanti aja”, “kaga patah hatikan” sela Darel, “ya tidaklah, kalau sakit hati ya pasti, karena akukan manusia biasa, tapi kalau sampai patah hati no”, kata Santi. “kok nanya patah hati, jangan-jangan kamu pernah patah hati ya Darel ?, kata santi lagi.
Darel menjadi terdiam mendengar pertanyaan Santi yang terakhir dan juga tidak diduganya, tentu pertanyaan ini akan mengungkap tabir perjalanan hidup asmara Darel, dimasa lalu, dan sebagaimana anak muda dan manusia lainnya secara alamiah anugerah cinta ini bisa dirasakan dan dialaminya, Begitulah juga dengan sosok Darel yang kelihatan “setengah bijak” atau lebih bijak dari rata-rata temannya ini, ternyata juga menyimpan misteri cintanya yang membayang Kembali saat Santi balik menyerangnya dengan kata-kata “jangan-jangan kamu pernah patah hati ya Darel ?”, padahal pertanyaan apakah kamu patah hati sebenarnya lebih kepada “godaan” semata terhadap Santi. (…BERSAMBUNG)