“SHIFTING THE PARADIGM”

“SHIFTING THE PARADIGM”

Hakekat dari daya tahan yang paling puncak adalah ketertundukan dan kepasrahan mutlak karena hanya dengan laku seperti itulah homo sapien akan terangsang untuk menghidupkan pertahanan imunologis dengan pemahaman sederhana tanpa pemikiran rumit. Caranya Ikutilah laku yang dianjurkan dan cegah yang dilarang pada lima tingkatan hirarki kebenaran yang ada, mulai dari puncaknya, berupa benar yang tersirat atau tersurat di kitab suci, lanjut pada tingkah laku dan nasehat para nabi, perjalanan sejarah kebenaran, hasil mufakat para cendikia serta hirarki terakhir berupa keputusan personal, mandiri berakal sehat.

(Oleh : IBG Dharma Putra)

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Manusia adalah homo sapien, makhluk mulia yang diciptakan mempunyai akal dan tentunya juga berbudi. Ciptaan tuhan yang menempati strata tertinggi kehidupan  untuk memimpin makhluk ciptaan tuhan yang lainnya. Tapi ternyata ciptaan yang maha canggih itu ternyata mati langkah dalam cengkraman pandemi covid 19.

Homo sapien, kehilangan kelincahan berakal dan kelenturannya berpikir sehingga seolah hanya bisa berdiam dalam kepasrahan dan kehilangan inisiatif, kreatifitasnya sebagai manusia. Dalam cengkraman rasa takutnya, manusia hanya bisa bersuara seragam dipimpinan oleh organisasi kesehatan sedunia  (WHO) dan saking cemasnya telah lupa akan keberadaan dirinya sebagai makhluk terhebat sekaligus lupa berkonsultasi kepada Tuhannya.

Homo sapien akan terjerumus kedalam jurang “seorang pencundang” jika tidak segera sadar bahwa kesakitan dan kematian, adalah takdir yang pasti jika tuhan menghendaki. sehingga menghindarinya akan berujung pada kesia-siaan. Dalam hal ini  sakit dan mati tak perlu dilawan karena melawannya akan menjadikan manusia sebagai pecundang yang tak akan pernah menang. Raihan kemenangan dan penonjolan karakter kemanusiaan, hanya bisa digapai melalui peduli yaitu tindakan untuk tetap berkomunikasi walaupun kondisi sangat jelek.

Sebuah tindakan mulia, yang pantas dilakukan oleh homo sapien dengan memberi kepedulian bagi manusia sakit maupun manusia yang mati karena covid 19. Mulia karena si sakit dirawat sesuai ketentuan dan yang meninggal tak dibiarkan terlantar dipinggir jalan seperti binatang.

Sebuah kepedulian yang nempatkan manusia dalam hirarki tinggi kehidupan, sekaligus akan menjadi awal pengendalian penularan covid 19 dan sebagai inspirasi kemanusiaan, bahwa pemenang melawan covid, hanya bisa didapat  jika homo sapien meredefinisi ketahanan imunologis, kerakusan dan pengendalian pikirannya.

Kepedulian membuat manusia tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi semata tetapi meletakan kepentingan pribadinya didalam kepentingan bersama. Dengan demikian prinsip jaga menjadi paripurna, meliputi jaga diri, jaga teman, jaga lingkungan dan jaga bangsa. Oleh karena itu prinsip jaga paripurna itu harus diterapkan karena aspek ketahanan imunologis sangat komplek dan bukan bergantung pada satu macam daya tahan saja. Sebegitu kompleknya sehingga sangat sulit dipahami dan tidak terlalu jelas dapat dimengerti berbagai mekanismenya .

Hakekat dari daya tahan yang paling puncak adalah ketertundukan dan kepasrahan mutlak karena hanya dengan laku seperti itulah homo sapien akan terangsang untuk menghidupkan pertahanan imunologis dengan pemahaman sederhana tanpa pemikiran rumit. Caranya Ikutilah laku yang dianjurkan dan cegah yang dilarang pada lima tingkatan hirarki kebenaran yang ada, mulai dari puncaknya, berupa benar yang tersirat atau tersurat di kitab suci, lanjut pada tingkah laku dan nasehat para nabi, perjalanan sejarah kebenaran, hasil mufakat para cendikia serta hirarki terakhir berupa keputusan personal, mandiri berakal sehat.

Homo sapien selayaknya konsisten mengikuti kebenaran hirarkis tersebut dengan amat taat dan menyerahkan hidup matinya pada peduli sesama serta kepasrahan kepadaNya. Kepedulian juga memberi kesadaran bahwa kejadian covid 19 bermula dari sebuah kerakusan yang menghancurkan bio diversitas dan hancurnya ekosistem serta habitat normal untuk membalas menjadi penyakit melalui adaptasi mutasi yang semakin ganas.

Kerakusan yang menyalahi aturan kehidupan sementara serta sangat singkat jika dibandingkan dengan kehidupan abadi setelah dijemput kematian. Rakus itu akibat ketidak seimbangan pembelajaran kehidupan dengan pembelajaran kematian. Bahkan selayaknya manusia lebih banyak belajar mati dibandingkan dengan belajar hidup karena kondisi kebenaran keabadian itu.

Hidup dalam kehidupan adalah waktu untuk belajar, mulai dari belajar hidup sampai belajar mati. Belajar hidup adalah belajar menerima, dilanjutkan belajar menyeimbangkan antara menerima dan memberi, sedangkan belajar mati diawali dengan belajar memberi sampai puncaknya pada situasi tidak memberi serta tidak menerima. Dimasa anak sampai dewasa adalah masa belajar menerima, selanjutnya mulai belajar memberi di masa perkawinan dan belajar memberi menjelang tua, sehingga menikmati usia senja tanpa memberi dan menerima.

Pada hakekatnya kehidupan abadi setelah kematian adalah kehidupan bebas yang tak memberi serta tak menerima. Sebuah kehidupan untuk menikmati semua hasil pembelajaran di alam kehidupan. Dan dengan cara berpikir seperti itu, maka kerakusan yang mencengkeram cara pikir hanya bisa dinetralisir dengan kesadaran akan adanya kehidupan abadi. Dengan begitu maka hidup tidak dibiarkan liar tapi tetap bebas dan disertai pengendalian pikiran. Sebuah kendali agar hidup selalu dan selamanya sesuai kebutuhan dasar dan tak mengejar keperluan yang berlebihan.

Pada hakekatnya hidup akan membahagiakan bagi semua makhluk jika dikelola secara sederhana, yang juga merupakan akronim dari sesuai kebutuhan, dermawan, hati hati serta nabung.  Rumus hidup sederhana, akan ditulis tersendiri untuk tidak mengacaukan pemahaman tentang perlunya pergeseran cara berpikir manusia sebagai homo sapien untuk bisa memenangkan perang suci melawan pandemi covid 19.

Sebuah kemenangan yang didasari oleh pergeseran pemikiran dan cara berpikir tentang ketahanan imunologis, ketakusan dan pengendalian pikiran. Ketiganya ditempatkan pada kepedulian, sekaligus pada pelaksanaan hirarki kebenaran dengan cermat, seksama, teliti, secara konsisten serta paripurna.

Itulah tindakan memuliakan kemanusian dan tindakan memuliakan kemanusiaan itulah yang membuat manusia menang melawan pandemi covid 19, sekaligus cocok diberi nama homo sapien.

Ditulis dalam saat transit di Surabaya,

Dalam perjalanan dari Banjarmasin,

Menuju Denpasar

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini