BEBEK (“SERI OPINI : IBG DHARMA PUTRA”)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Minggu lalu, saya menulis tentang gajah dengan semua keistimewaannya dan kali ini akan menulis tentang bebek. Saya menulis tentang bebek karena bebek dan gajah, berada di puisi yang sama, puisi favorit yang sering dideklamasikan oleh murid taman kanak kanak sewaktu saya kecil.
Gajah saya tulis sebagai tokoh protagonis sedangkan bebek akan saya perankan secara antagonis, sebagai sebuah penyikapan saya terhadap dunia, sekaligus kesadaran bahwa kebaikan dan keburukan, akan sama kegunaannya jika dijadikan bahan pembelajaran.
Untuk mendapatkan kegunaan yang sama dari contoh baik maupun contoh buruk, langkah pertama yang harus dikerjakan adalah menggeser cara berpikir, dari cara berpikir negatif menuju cara berpikir positif, selanjutnya ke cara berpikir produktif dan akhirnya sampai pada cara berpikir kritis.
Bukankah cara berpikir kritis yang dipadu dengan kreativitas, serta dipertemukan dengan kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi adalah tangga yang terbaik untuk meraih kompetensi,
Bebek dikesehariannya merupakan unggas dengan solidaritas tinggi, memilih hidup berkelompok dan jika bergerak selalu bersama, kearah yang sama dengan bebek yang berjalan paling depan.
Karena sikapnya yang seperti itu, akan mudah menjadikannya sebagai tokoh antagonis, sebagai makhluk yang tidak punya pendirian, yang hanya bisa membebek, mengiringi jalan bebek yang didepannya. Untung saja bebek tak punya lidah yang lincah sehingga sewaktu membebek tak disertai dengan menjilat.
Sebenarnya hampir sebagian makhluk hidup bergerak seperti bebek, sebagian besarnya akan berjalan mengikuti arah jalan temannya yang terdepan. Manusia juga seperti itu dengan fenomena yang lebih canggih. Ada sedikit inovator dan early adopter, didominasi oleh silent mayority dan selalu ada sedikit penentang abadi.
Kerbau, domba, anjing, kucing, ikan dan berbagai hewan lain, juga begerak dengan fenomena yang sama. Selalu berada dalam komunitasnya dan jika berjalan selalu mengikuti teman yang berjalan didepannya,
Jika pernah ke danau panggang salah satu perkampungan nelayan terunik didunia dan sempat melihat kerbau rawa dimasukan ke kandang pada senja menjelang malam, maka akan terlihat bahwa kerbau rawapun bersikap begitu. Kerbau rawa akan berjalan mengikuti kerbau rawa yang didepannya.
Jika kegiatan tersebut dipertontonkan sebagai sebuah atraksi maka atraksi gembala, memasukkan kerbau rawa kedalam kandangnya, merupakan atraksi yang sangat indah, tak kalah indah dibandingkan dengan atraksi seorang cow boy yang memasukan dombanya kedalam kandang.
Bertambah menarik karena atraksi itu diadakan disebuah kampung nelayan terunik didunia. Saya katakan terunik, karena satu satunya kampung nelayan yang tak berada dilaut tapi berada di danau adalah danau panggang. Kampung nelayan lain seperti pantai pataya di thailand, pantai kusamba di Bali, pantai Los Angeles di Amerika dan kampung nelayan terkenal lainnya selalu berada di pantai.
Jika cow boy menunggang kuda dengan tali laso ditangannya sebagai alat untuk mengarahkan domba kedalam kandang maka gembala kerbau akan menaiki sampan kecil yang bernama cis, dengan membawa joran bambu panjang yang sama fungsinya dengan tali laso
Atraksi domba disebuah peternakkan domba dipinggiran kota sidney yang pernah saya tonton, mirip dengan kegiatan gembala kerbau di danau panggang, sewaktu memasukkan kerbau ke kandangnya.
Akan lebih dramatis, jika si gembala kerbau, bisa membuat kerbau pertama menolehkan kepalanya sebelum masuk kandang, tolehan kepala itu, akan diikuti oleh semua kerbau dibelakangnya, bak memberi hormat bersama ke kita yang sedang melihatnya, sebelum kerbau itu masuk kandang
Atraksi itu juga memberi bukti bahwa kerbau, dan domba serta banyak binatang lain, mempunyai sikap yang sama seperti bebek. Hidup berkelompok dan jika berkegiatan, para binatang itu bahkan berjalan mengikuti binatang yang berjalan paling depan.
Tapi begitulah manusia, yang tak mau tahu akan keterbatasan pengetahuannya dan hanya akan merundung makhluk yang lebih kecil dan lebih lemah saja. Sekaligus disaat yang sama, terkesan tak berani melakukan perundungan pada makhluk besar serta lebih kuat dari dirinya.
Sikap kejam sekaligus kepengecutan manusia yang seperti itu, membuat manusia melawan kodratnya sebagai makhluk sosial serta menjelmakannya sebagai makhluk terkejam yang akan memangsa sesamanya jika terbukti dan tampak lebih lemah
Kita kembali pada pandangan, atau lebih tepat perundungan manusia tentang bebek. Sebuah pandangan yang selayaknya tidak ada karena manusia bukan bebek, hingga pandangannya itu tidak akan sahih.
Manusia bijak selalu menyarankan untuk tidak membahas “sesuatu” dari sudut pandang “sesuatu” yang lain, karena berpotensi bias dan pasti akan salah. Saran tersebut, juga termasuk tentang pembahasan agama.
Memandang agama sebaiknya dengan kaca mata agama tersebut dan tidak pernah boleh membahasnya dari sudut pandang agama lain. Membahas agama dengan cara berpikir agama yang lain akan menempatkan agama yang dibahas ditempat yang selalu salah.
Kalau sampai bahasannya menempatkan agama terbahas ditempat yang ternyata benar maka dapat dipastikan, si pembahas telah pindah agama dan agama barunya adalah agama yang dibahasnya itu.
Dan dilain sisi, disarankan untuk tidak menolak kebenaran agama, yang sedang dijelaskan oleh pemeluknya karena memang begitulah kenyataan pandang dari pemeluk agama itu. Mereka sudah dengan jujur menjelaskan kepercayaannya itu.
Biarlah para pemeluk, mengikuti agama yang benar menurut mereka masing masing dan tak ada salahnya jika kebenaran tersebut dihargai walaupun kita tak harus beragama yang sams dan tetap memilih untuk mmeluk agama kita.
Jika ditanya dan diharuskan menjawab, maka akan sangat cerdas jika kita katakan bahwa pendapat mereka benar tapi kita tetap memilih untuk memeluk agama kita
Begitu pula sebaiknya sikap bebek terhadap pandangan manusia tentang bebek, tak harus dilawan tapi sebaiknya dibiarkan saja walapun bebek akan tetap memilih jadi bebek dan tak ingin berubah jadi manusia.
Dalam bahasa keseharian, bebek juga disebut sebagai itik dan dalam puisi klasik yang lazim dideklamasikan oleh murid taman kanak kanak, itik ditulis bersama gajah. Jika gajah ditulis mentereng maka itik ditulis suram
sebagai binatang berparuh yang punya sayap tapi tidak bisa terbang
BERPARUH.
Suka ngomong kemana mana, memperpanjang berita dan mengada ngada. Suka ngegosip, atau dizaman sekarang bisa berupa kesukaan untuk posting informasi tanpa memastikan kebenaran, kebaikan dan kegunaan dari informasi tersebut. Merupakan tindakan ceroboh dari sifat yang teramat jelek
PUNYA SAYAP TAPI TAK BISA TERBANG.
Sindiran yang sangat sarkastik, dengan menempatkan si bebek sebagai makhluk yang hanya bisa ngomong tapi tak punya pendirian, tak punya prinsip, tak pernah punya ide, cuma mencari aman dengan ikut kelompok besar yang menjadi tempatnya berkumpul. Makhluk yang tak akan pernah memcapai puncak karirnya
Sejelek jeleknya pandangan manusia tentang bebek, tetaplah bisa menjadi inspirasi pembelajaran bagi semua, untuk tidak menjadi manusia yang hanya mencari aman, bersembunyi diketiak pimpinan, tak berani menyampaikan ide dan kenyataan sehingga akhirnya menjadi penyebab pemilihan jalan kegagalan.
Tentunya pandangan manusia tentang bebek itu, merupakan pandangan yang rawan salah karena hanya berisi persepsi semata. Pandangan yang lebih mendekati kebenaran adalah pandangan si bebek sendiri, padangan bebek tentang bebek. Dan jika mau melihat yang benar, marilah bersabar, menunggu pandangan bebek tentang bebek dan sekaligus pula menunggu tulisannya bebek tentang dirinya.
Tetapi setidaknya, tulisan saya tentang bebek ini, telah membawa ke kampung nelayan terunik didunia dengan atraksi kerbau rawanya, melihat produksi wool di peternakan domba dipinggiran kota sidney, belajar agama secara dangkal dan sembrono, sambil menunggu tulisan bebek yang pasti tak kunjung ada
Selamat berkhayal.
Luar provinsi kalsel
05052021