“Dalam rangka menjaga keseimbangan dan saling menghargai itulah, maka tidak ada istilah kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam aspek apapun (dunia nyata dan dunia maya termasuk medsos) pada kehidupan masyarakat, karena ada batasan yang ditentukan oleh moral, etika, agama dan hukum”
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-Banjarmasin. Garis keras dan garis lembut (lemah) adalah dua sudut yang bertolak belakang, ibarat sebuah garis tergambar keduanya berada pada ujung yang berbeda, sehingga bisa dikatakan yang satu berada disebalah “kanan” sedangkan yang satu lagi berada disebelah “kiri”. Oleh karena itu mempertemukan kedua “ujung” kiri dan “kanan” ini terasa mustahil.
Antara kedua ujung garis tersebut terdapat titik tengah, karena titik ini persis berada antara kedua ujung garis tersebut, sehingga garis tengah ini berada dalam posisi tidak ke kiri dan juga tidak ke kanan. Karena titiknya yang ditengah, maka perspektif titik tengah inilah, sesungguhnya ia adalah titik pertemuan antara kedua ujung tersebut.
Dari ilustrasi garis tersebut, maka kita akan menemukan tiga titik utama, yaitu titik ujung kanan, titik ujung kiri dan titik tengah, dari ketiga titik inilah tamsil kehidupan bisa kita mulai memperhatikan, merenungkan dan mengambil pelajaran tentang digaris mana sesungguhnya kita berada dalam menjalani hidup ini ?
Ringkasnya saat dipadankan ketiga titik itu dengan kondisi social tergambar dari istilah “elit” dan “marginal”, dipadankan dengan kondisi ekonomi terlihat dalam kelompok “kaya” dan “miskin, dipadankan dengan politik akan tergambar pada “penguasa” dan “rakyat”, dipadankan dengan agama tergambar pada aliran “radikal” dan aliran “sangat sangat moderat. Begitu pula kalau dipadankan dengan sifat dan karakter manusia tergambar dengan sifat dan karekater “pemarah” dan “penyabar” dan seterusnya. Dan diantara dua hal yang berbeda itu akan selalu ada satu garis penemu yang mempersatukannya, yaitu titik tengah yang sering disebut kelompok “moderat”.
Keberadaan ketiga titik ini adalah keniscayaan pada kehidupan, artinya kita akan selalu temui pada setiap bidang kehidupan kondisi kondisi tersebut, sehingga sesungguhnya ketiga titik ini telah menyatu dalam kehidupan kita secara keseluruhan atau holistic. Oleh karena itu untuk mengendalikan ketiga titik ini menjadi titik yang baik bagi kehidupan adalah dengan cara menyatukannya dalam PARADIGMA KETERGANTUNGAN YANG SALING MENGHARGAI DAN TIDAK MEMPERTENTANGKANNYA ANTARA YANG SATU DENGAN YANG LAINNYA.
Secara metodelogi sederhana agar dapat dibangun saling menghargai tersebut, adalah dengan cara (1) MEMBANGUN KESADARAN SECARA MORAL, ETIKA DAN AGAMA, (2) MEMBENTUK HUKUM YANG DISEPAKATI SEBAGAI BATASAN PERILAKU DARI KEBEBASAN EKSPRESI KETIGA TITIK ITU.
Kalau terbangun kesadaran dari kita semua bahwa saling menghargai itu adalah norma moral, norma etika dan norma agama, maka nilai-nilai perilaku kita terhadap perbedaan adalah dikembalikan pada kesadaran akan norma-norma tersebut yang melingkupi kehidupan kita. Namun pada saat kesadaran itu harus dipaksakan, maka norma hukumlah yang akan diterapkan, karena norma hukum itu bersifat memaksa, dan hukum itu sendiri dalam teori consensus dibentuk sebagai perwujudan kehendak bersama dalam menyelesaikan adanya konflik atau perbedaan pada setiap orang dan kelompok masyarakat.
DALAM RANGKA MENJAGA KESEIMBANGAN DAN SALING MENGHARGAI ITULAH, MAKA TIDAK ADA ISTILAH KEBEBASAN YANG SEBEBAS-BEBASNYA DALAM ASPEK APAPUN BAIK ITU DI DUNIA NYATA MAUPUN DIDUNIA MAYA (MEDSOS) PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT, KARENA ADA BATASAN YANG DITENTUKAN OLEH MORAL, ETIKA, AGAMA DAN HUKUM.
Cara pandang yang mengatakan salah satu titik yang paling benar dan diikuti oleh Tindakan untuk menghilangkan, mengharamkan, mengejek, memusuhi, menindas dan sebagainya dari satu kelompok titik pada kelompok titik lainnya adalah Tindakan harus dikembalikan pada titik keseimbangan agar tidak merusak tatanan kehidupan.
Oleh karena itu cara pandang sinergi, saling melengkapi, bergandengan tangan, kritik yang membangun adalah proses berkerjanya kehidupan itu sendiri untuk saling menyatukan, sehingga kehidupan itu terasa indah dan dinamis. Kalau proses integrasi pada itik keseimbangan tidak dilakukan, maka akan melahirkan masyarakat yang kacau yang seolah-olah apapun dapat dan bisa dilakukan seperti ketiadaan norma dalam kehidupan (normless).
Membangun kesadaran “berbeda tapi saling menghargai” dengan mengembalikan kepada tatanan norma norma kehidupan itulah, ibarat titik-titik yang dinamis bergerak kekiri dan kekanan yang tidak pernah berhenti pada satu titik, bergeraknya titik-titik ini berporos pada satu kekuatan yang tertuju kepada PENCIPTA TITIK TERSEBUT, seperti layaknya planet-planet di alam raya yang berputar pada porosnya, seperti tawaf yang mengelilingi kabah, seperti benda-benda kecil dan besar yang bergerak teratur.
Salam Wisdom Spritual.