ADDED VALUE (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)

ADDED VALUE: Nilai Lebih

“…kata Added Value menjadi sebuah konsep yang amat strategis bagi setiap orang…”.

Oleh Tjipto Sumadi*

SCNEWS.ID-JAKARTA. Manusia memiliki kecenderungan sifat ingin lebih dari yang lain. Andai itu dilakukan dengan kerja keras, jujur, dan bertanggung jawab, tentu sangat baik. Namun sebaliknya, jika itu semua dilakukan dengan cara-cara yang tidak terpuji, seperti menggunting dalam lipatan, menyalip di tikungan, menggunakan teori katak: injak ke bawah, tarik ke atas, sikut kiri-kanan, dan atau cara lain yang menyakitkan orang lain, dengan pendekatan menghalalkan segala cara, tentu sangatlah tidak terpuji.

Added Value yang diilustrasikan dalam tulisan ini adalah hal-hal yang sederhana yang dapat dilakukan seseorang untuk meningkatkan kompetensinya, kontribusinya, dan dedikasinya untuk kebahagiaan diri dan lingkungannya. Dalam tulisan ini, Added Value dimaknai sebagai “nilai tambah” yang dapat dilakukan oleh seseorang guna meningkatkan kompetensi hard skills maupun soft skills yang ada pada dirinya.

Hidup ini dapat diibaratkan sebuah garis kontinum (continuum line). Jika diletakkan satu titik pada sebuah garis panjang itu, maka bukan berarti titik yang ada di sebelah kiri lebih buruk dari titik itu, atau titik lain yang berada di sebelah kanan juga bukan berarti lebih baik dari titik itu. Setiap titik memiliki makna tersendiri, bergantung pada pemilik titik itu. Apakah ia akan tetap pada posisi itu atau justru ia berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan memberikan nilai lebih dalam hidupnya. Proses penambahan nilai lebih dalam hidupnya, itulah yang disebut Added Value.

Sebagai ilustrasi, jika ada seorang pendidik, maka pendidik lain bukanlah kompetitor, tetapi justru sebagai mitra yang dapat dijadikan “milestones” atas kompetensi  yang dimiliki. Posisi mitra pendidik lain dapat dijadikan motivasi untuk memberikan nilai lebih atas potensi yang dimiliki seseorang.

Added Value dalam konteks pendidikan dapat berupa hard skills dan soft skills. Pada dimensi hard skills, seorang pendidik dapat meningkatkan kompetensinya untuk memperkuat metode mengajarnya. Misal mengubah dari Teacher Centred Learning (metode ceramah berbasis guru) menjadi Student Centred Learning (metode pembelajaran berbasis kepentingan siswa). Sementara pada dimensi soft skills, seorang pendidik dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung proses pembelajarannya. Misal seorang pendidik matematika (hard skills), untuk menambah kualitas kompetensinya, lalu ia memperkaya dengan kemampuan berbahasa asing (Inggris, Mandarin, Korea, atau Jepang) (soft skills). Soft skills yang menjadi pilihan pendidik mamtematika tersebut, merupakan Added Value bagi kompetensi dirinya.

Dalam perspektif religi, dinyatakan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang berusaha untuk mengubahknya. Dalam konteks ini, maka kata Added Value menjadi sebuah konsep yang amat strategis bagi setiap orang. Sebab, Tuhan telah memberikan hak “prerogatif” kepada hamba-Nya untuk memilih apakah ia akan tetap berada di zona nyaman, atau berubah menuju ke titik kehidupan yang lebih baik, tentu melalui peningkatan kualitas hidup (Added Value), baik dalam konteks hard skills maupun soft skills. Semoga bermanfaat.

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

*) Dosen Universitas Negeri Jakarta

3 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini