Al Kahfi: Kisah Keteguhan Iman Kaum Muda
“Ketujuh pemuda ini rela meninggalkan kenyamanan di rumahnya, guna mempertahankan keyakinan atas iman mereka, meskipun harus bersembunyi dan tertidur di dalam gowa. Kedua, keberanian untuk berkata “tidak” kepada penguasa dzalim yang dilakukannya, telah membesarkan dan mengabadikan namanya, bahkan dimaktubkan di dalam kitab suci. Ketiga, kisah ini tentu menjadi pembelajaran buat kita semua, bahwa keyakinan merupakan sesuatu yang hakiki, mendasar, dan fundamental, sehingga keyakinan dan keimanan yang kuat serta mengakar (radix), tidak akan dapat digoyahkan oleh godaan yang menggiurkan, apalagi kalau untuk “menjual” iman guna mendapatkan sebuah jabatan atau posisi yang bersifat un-lastingness”
(Oleh Tjipto Sumadi*)
SCNEWS.ID-JAKARTA. Pembaca yang Budiman, perjalanan dari Jakarta ke Yordania dapat ditempuh selama lebih kurang 12 jam 30 menit. Meskipun dalam penerbangan mendapatkan layanan baik, namun tak ayal, perubahan dan perbedaan waktu antara Jakarta dan Amman, cukup membuat lelah, baik secara fisik maupun psikis. Fisik pasti lelah, karena selama lebih dari duabelas jam duduk di pesawat, walaupun dalam kondisi tertentu penumpang dapat melepaskan kepenatan dengan berjalan di lorong pesawat. Lelah secara psikis pun dapat dirasakan oleh penumpang, terutama bagi penumpang non-maskapai Indonesia, sebab makanan 3 kali yang disajikan relatif berbeda dengan makanan kesehariannya. Namun, faktanya, tiba di kota Amman, semua penumpang merasa gembira, walaupun disambut udara dingin menggigil. Cuaca dingin bukan saja karena tiba di waktu dini hari, tetapi juga kebetulan saat berkunjung ke sini musim dingin, meskipun salju belum sepenuhnya menampakkan diri.
Letak gowa Ashabul Kahfi berada di daerah Abu A’landa, di perkampungan Ar-Rajib. Kira-kira berjarak 10 km dari Ibukota Yordania, Amman. Dari penjelasan penjaga situs diketahui, bahwa terdapat tiga lokasi yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian para pemuda beriman ini. Namun, masih menurut penjaga situs, dari ketiga gowa yang ada, yang memiliki ciri-ciri mirip dengan yang disebutkan di dalam kitab suci, hanyalah gowa yang berada di kampung Ar-Rajib ini.
Sesungguhnya gowa ini tidak terlalu luas, akan tetapi cukup lapang untuk dihuni 7 orang pemuda dengan seekor anjing peliharaannya. Bagian dalam gowa ini membentuk huruf T yang membujur. Di bagian sisi kiri dan kanan terdapat batu yang membentuk altar, yang dapat digunakan untuk tidur. Demikian pula bagian yang membujur dari pintu gowa ke bagian ujung, cukup luas untuk ditempati bersama. Pada bagian dinding gowa terdapat sedikit celah. Dari celah inilah udara dan sinar matahari menembus ke bagian dalam gowa. Dengan demikian, meskipun pengunjung berdiam cukup lama di dalam gowa ini, namun tidak merasa pengap, sebab ada semacam ventilasi alamiah yang ada di sudut atas gowa.

Di dalam gowa terdapat semacam gerabah yang diyakini sebagai peninggalan dari para penghuni gowa, juga terdapat beberapa bagian tulang hewan, yang disebut oleh penjaga situs, sebagai tulang anjing peliharaan para pemuda beriman ini. Semua benda-benda itu, tersimpan di antara bebatuan yang telah dibatasi oleh kaca tembus pandang. Tidak ada bukti otentik, bahwa benda-benda yang berada di dalam cawan kaca itu merupakan benda asli peninggalan pemuda beriman yang tertidur selama 309 tahun itu. Namun demikian, dalam hal ini penulis tidak menggunakan asumsi teoretis, namun menggunakan asumsi keyakinan berdasarkan cerita yang dikisahkan oleh penjaga situs. Jadi menerima saja semua penjelasan dari sang penjaga situs. Sikap ini dipilih, supaya tidak ada kebimbangan saat menziarahi gowa ini, maka no discuss and silent only merupakan sikap bijak dalam menikmati perjalanan.

Masih merujuk pada penjelasan penjaga situs bahwa, tatkala raja kota Afasus (bagian dari negeri Romawi) wafat, maka Raja Persia yang bernama Diqyanius, melakukan penaklukan ke daerah Ar-Rajib ini. Diqyanius digambarkan sebagai raja yang dzalim dan penyembah berhala ini, melakukan sweeping kepada semua orang yang beriman atau berbeda keyakinan dengan sang raja. Dengan kekuasaannya inilah, pasukan Raja Diqyanius mengejar tujuh pemuda beserta seekor anjing peliharaannya ini. Hingga akhirnya, ketujuh pemuda dan anjingnya, masuk dan bersembunyi ke dalam gowa.
Pembaca yang Budiman
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas secara detail apa yang terjadi di masa itu, sebab kisah ini dapat disimak secara lebih cermat pada kitab suci, untuk sahabat muslim dapat membacanya di dalam al Quran; surat Al Kahfi (ke-18) yang terdiri atas 110 ayat. Surat ini termasuk surat Makkiyah karena diturunkan di Makkah.
Hikmah apa yang dapat dipelajari dari kisah perjalanan ini?, pertama, kisah ini mengilustrasikan tentang keteguhan iman yang luar biasa dalam diri para pemuda tersebut. Ketujuh pemuda ini rela meninggalkan kenyamanan di rumahnya, guna mempertahankan keyakinan atas iman mereka, meskipun harus bersembunyi dan tertidur di dalam gowa. Kedua, keberanian untuk berkata “tidak” kepada penguasa dzalim yang dilakukannya, telah membesarkan dan mengabadikan namanya, bahkan dimaktubkan di dalam kitab suci. Ketiga, kisah ini tentu menjadi pembelajaran buat kita semua, bahwa keyakinan merupakan sesuatu yang hakiki, mendasar, dan fundamental, sehingga keyakinan dan keimanan yang kuat serta mengakar (radix), tidak akan dapat digoyahkan oleh godaan yang menggiurkan, apalagi kalau untuk “menjual” iman guna mendapatkan sebuah jabatan atau posisi yang bersifat un-lastingness.
Semoga Bermanfaat.
Salam Wisdom Indonesia
*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987
Dosen Universitas Negeri Jakarta