ASUMSI & AKROBATIK LOGIKA
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! secara gramatikal asumsi diartikan (1) dugaan yang diterima sebagai dasar; (2) landasan berpikir karena dianggap benar (KBBI web), dan secara etimologi asumsi berasal dari kata “assumpsion” yang berarti anggapan, atau sebagai hal yang diterima sebagai kebenaran tanpa disertai bukti. Oleh karena itu secara populer “asumsi diartikan sebagai praduga atau anggapan sementara” dan untuk mengetahui kebenarannya diperlukan bukti dan pembuktian. Berasumsi berarti menduga, memperkirakan, memperhitungkan atau meramalkan. Dan kalau dikaitkan dengan penelitian, maka asumsi itu sifatnya masih belum dibuktikan dengan sebuah penelitian, dan seorang peneliti memang membutuhkan sumsi tarhadap masalah yang akan ditelitinya.
Kali ini saya tidak akan membahas kajian yang mendalam terhadap asumsi dalam kaitannya dengan metode penelitian, namun hanya untuk menekankan bahwa yang namanya sebuah asumsi itu kebenarannya bersifat relatif, sebuah asumsi memungkinkan benar dan mungkinkan juga salah.
Dengan membangun kesadaran eksistensi dan “nilai” sebuah asumsi ini, mempunyai uregensi dalam kehidupan kita, terlebih di era Teknologi Informasi dimana setiap orang dapat dengan mudah memberikan penilaian dan atau penafsiran dari suatu gejala atau peristewa yang terjadi dan kemudian memuat dan atau menyebarkannya diberbagai flatform media yang dimiliki dan diaksesnya.
Saya dan juga sahabat semua setiap saat menerima berbagai informasi yang beredar konten dan linknya di smart phone kita dan setelah kita baca dan cermati umumnya berupa asumsi berdasarkan pendapat, pemahaman dan penafsiran orang yang menulis dan mensharenya. Namun pada phase konten itu di sebarkan, maka terdapat pembenaran dari mereka yang menyebarkan dan menerima konten itu, sehingga asumsi yang dibangun dari konten itu tanpa diverifikasi dinilai sebagai suatu “kebenaran”.
Penerimaan asumsi sebagai suatu kebenaran yang umumnya menyebar dimedia sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor penunjang dari penulis dan penyebarnya, seperti ketokohan, kepopuleran, kualifikasi pendidikan atau keilmuan, kesamaan ideologi, kesamaan politik, kesamaan agama, dan faktor lain yang bersifat adanya kepentingan tententu. Dengan kualifikasi beragai fantor ini, maka kita sering terjebak untuk langsung menerima dan tidak sadar lagi bahwa yang dibangunnya dalam sebuah tulisan itu masih berupa asumsi.
Terjebaknya kita pada kebenaran sebuah asumsi ditunjang oleh kepiawaian penulisnya membangun alur fikir yang kita sebut “akrobatik” logika atau pemikiran, seperti menguraikan suatu fakta atau peristewa yang satu dan dirangkai dengan fakta atau peristewa lainnya dengan memberikan “penafsiran” pada fakta atau peristewa tersebut, sehingga kita hanyut terbawa pada alur fikir yang disusun tersebut, dan akhirnya kita tergiring pada kesimpulan yang dibangunnya sebagai sebuah kebenaran.
Makna sebuah fakta atau peristewa sesungguhnya mempunyai sifat yang relatif, artinya tergantung pada pihak yang memberikan makna atau fakta dan peristewa tersebut, sehingga antara “pemaknaan dan yang dimaknai” tidak selalu mempunyai hubungan yang pasti. Sahabat kita dr.dharma pernah mengilustrasikan gambar orang-orang yang ditutup matanya memegang se eokor gajah dan kemudian mendefinisikan gajah, hasilnya tentu akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, karena mereka memegang bagian tubuh gajah yang berbeda. Begitu pula kalau ada 5 orang di membawa baskom berisi air dibawa ke tempat terbuka dan disuruh menjawab apa warna matahari, hasilnya akan berbeda warnanya, tergantung warna baskom yang masing-masing mereka bawa.
Sahabat ! saya tidak bermaksud untuk mengajak berhenti menulis atau membuat konten di media sosial yang berisi asumsi, karena asumsi ini penting untuk mengasah daya nalar dan daya fikir kita dalam menafsirkan sebuah fakta atau peristewa, namun saya hanya sebatas mengajak agar kita menyadari bahwa sebuah asumsi belum mempunyai kebenaran, dan bahkan sebuah asumsi yang kemudian diteliti mempunyai kebenaranpun kemudian kebenaran ini dapat digugurkan oleh asumsi dan kebenaran lainnya.
Kalau asumsi dibidang ilmu bernilai seperti itu, lantas bagaimana adanya asumsi yang dibangun dalam perhelatan politik.
Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.