
BLUNDER PEMBEKUAN REKENING BANK OLEH PPATK ?
Oleh : Syaifudin
(Seri Lensa Banua dutatv & dutatv.com & scnews.id)
Pengantar
Beberapa hari ini kita digaduhkan oleh pemberitaan dan juga Sebagian kita mengalami kebingungan dan kesulitan melakukan transaksi di perbankan, hal ini disebabkan adanya “pemblokiran” rekening bank yang dinilai tidak aktif yang disebut mereka sebagai rekening “dormant”. Tidak tanggung-tanggung rekening yang diblokir jumlahnya sangat fantastis, yaitu berkisar kurang lebih 28 juta, suatu jumlah yang sangat besar dan langsung atau tidak langsung akan menggoncang dunia perbankan di tanah air.
Memang dalam kajian hukum perbankan juga terkait dengan hukum pidana, disamping adanya ketentuan hukum pidana dalam undang-undang perbankna, juga terkait dengan kejahatan bisnis (business crime) yang menempatkan bank sebagai alat melakukan kejahatan dan menampung hasil kejahatan. Akan tetapi pendekatan kebijakan criminal (criminal policy) khususnya yang terkait dengan “penal policy” serta penerapannya wajib memperhatikan “nilai-nilai khusus’ yang berlaku dalam dunia perbankan.
Nilai-Nilai Khusus Dunia Perbankan
Mekanisme pihak-pihak yang terlibat dalam dunia perbankan itu bersifat unik, karena didalamnya terdapat 4 unsur, yaitu Negara sebagai regulator sekaligus umpire, Penguasa Bank sebagai pelaku usaha (khususnya bank Swasta, tapi da juga bank milik negara (BUMN dan BUMD) dalam posisi state as intrepeneur, dan Masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan.
Posisi negara sebagai regulator disini karakteristiknya sangat banyak mengatur perbankan, sehingga dalam kajian hukum bisnis, maka dunia perbankan adalah salah satu bisang “industry yang banyak diatur oleh hukum”, karena menjaga keseimbangan hubungan para pihak dalam dunia perbankan tersebut. Dan wajib diketahui posisi masyarakat yang dalam hal ini adalah nasabah mempunyai posisi yang sangat penting, karena ratio dana masyarakat pada bank jauh lebih besar dari pada modal bank itu sendiri, sehingga hubungan bank dengan nasabah berkarakter “hubungan kepercayaan” atau fiduciary relationship. Bank yang sehat saja ratio modalnya (Capital Adequacy Ratio (CAR) batasnya 8%, artinya diatas 8% tersebut adalah dana masyarakat yang ada pada Bank.
Dengan karakteristik yang seperti ini, maka mekanisme pergaulan antara bank dengan nasabah dan negara (pemerintah) harus menjaga harmonisasi agara kepercayaan masyakarat pada bank tetap terjaga, sehingga tindakan apapun yang akan membuat goyangnya kepercayaan masyarakat pada bank akan merusak dunia perbankan itu sendiri dan ujung-ujungnya bisa berakibat kepada “rush” yang akan mematikan bank itu sendiri.
Apa itu Rekening Bank ?
Rekening bank ini terkait dengan usaha bank, dan usaha bank adalah usaha yang secara limitative sudah ditentukan oleh Undang-Undang Perbankan, diantaranya adalah usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dan memberikan kredit (lihat pasal 6 UU Perbankan UU No.7/1992 jo UU No.10/1998).
Oleh karena itulah secara umum kita mengenal ada dua katagore nasabah bank yang popular, yaitu Nasabah Penyimpan Dana dan Nasabah Penerima Dana, dan karenanya pula hubungannya ditandai dengan penyelenggaran usaha bank dalam bentuk pembukaan dan atau kepemilikan rekening bank, yang bisa mencakup rekening giro, rekening tabungan, rekening lain, atau bentuk pencatatan lain, baik yang dimiliki oleh perseorangan, institusi, maupun bersama, yang dapat didebit dan/atau dikredit dalam rangka pelaksanaan Transfer Dana.
Dengan demikian secara operasional bank, maka posisi rekening bank adalah alat yang sangat penting untuk insteraksi (keuangan) antara bank dengan nasabah, dan sekaligus bukti adanya hubungan hukum dan hubungan “social” yang saling mengikat dan ketergantungan antara bank dengan nasabah tersebut.
Alasan Normatif Pembekuan Rekening Bank ?
Pada dasarnya pembukaan dan penutupan rekening pada bank adalah haknya para pihak dalam dunia perbankan, baik itu bank ataupun nasabah, karena diantara mereka terikat pada perjanjian pembukaan rekening tersebut dan sejalan dengan asas hukum perjanjian, bahwa perjanjian itu mengikat bagi yang membuatnya. Dan tidak hanya itu, bank juga terikat dengan aturan kerahasiaan informasi tentang nasabah dan kondisi keuangannya tersebut. Akan tetapi dalam regim hukum yang lain memungkinkan adanya intervensi pada hubungan tersebut, seperti yang diatur dalam UUTPPU (Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 Tahun 2010).
Pasal 44 ayat (1) UU TPPU telah memberikan kewenangan kepada PPATK untuk menghentikan sementara transaksi yang dicurigai terkait dengan tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu dengan dasar adalah transaksi yang mencurigakan PPATK membuat laporan dan dapat membekukan rekening bank tanpa terlebih dahulu adanya proses dalam system peradilan pidana.
Bagaimana dengan rekening yang tidak aktif dalam rentang waktu 3 sampai 12 bulan yang disebut rekeking dorman tersebut ?
Berdasarkan penjelasan dari PPATK diterangkan bahwa Rekening dormant disebut rawan disalahgunakan dalam tindakan ilegal, seperti menampung dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, sampai korupsi. Dan tujuannya adalah menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia”.
Aspek Hukum Pidana dan Blunder yang mengganggu hubungan Bank dengan Nasabah ?
Regim PPATK terkait dengan Tindak Pidana Pencucian uang memang dapat mengintervensi hubungan antara bank dan nasabah, akan tetapi dalam hukum pidana itu sendiri berlaku prinsip-prinsip hukum yang wajib dipertimbangkan atau diterapkan implementasinya, yaitu prinsip “ultimum remidium”, prinsip ini akan dapat melindungi suasana hubungan yang harmonis antara bank dengan nasabah keseluruhan, artinya PPATK terlebih dahulu berkordinasi dengan bank apakah rekening nasabah yang masuk katagore dorman tersebut adalah rekening yang “mencurigakan”, sehingga hanya terhadap rekening yang indikasinya kuat berdasarkan prinsip “mengenal nasabah” mengarah kepada penyalahgunaan rekening kepada TPPU (kejahatan).
Sayangnya kita tidak ada panduan atau rambu-rambu apa yang digunakan dalam menilai “kecurigaan) tersebut, sebagaimana juga PPATK tidak menjawab pertanyaan apakah 25 Juta jumlah rekening yang dibekukan itu telah didasari bukti bukti awal adanya keterkaitan dengan kejahatan.
Tanpa adanya bukti permulaan yang cukup untuk menilai rekening dorman dikaitkan dengan TPPU, maka hal ini akan merugikan nasabah pemilik rekening, karena pembekuan tersebut secara normative harus dibuka lagi dengan prosedur yang “rumit” yang memerlukan waktu bagi nasabah datang ke CS bank, belum lagi kondisi CS Bank yang “didatangi” banyak nasabah akan kewalahan meyalaninya (contoh keterangan Dirut Bank Kal-Sel yang 50 ribu nasabahnya termasuk rekeningnya diblokir atau dibekukan). Walapun adanya jaminan uang yang ada pada rekening dibebukan tersebut masih utuh, namun telah merugikan waktu apabila nasabah memerlukan uang itu segera, disamping tidak terpenuhinya keperluan untuk menggunakan uang tersebut.
Secara factual didapatkan beberapa katagore tujuan orang menyimpan atau menaruh dananya di Bank yang tidak semuanya ditujukan bersifat aktif, seperti rekening tabungan untuk anak atau investasi, untuk keperluan ibadah umroh dan haji, serta berbagai keperluan lainnya yang sifatnya simpanan. Oleh karena itu pembekuan tanpa bukti awal terkait TPPU adalah “blunder” yang merugikan “lahir” dan “batin”.
Coba perhatikan tataran normative betapa rumitnya permasalahan pembekuan yang terkait dengan regim TPPU ini, yaitu :
- Nasabah tidak dapat melakukan transaksi apapun, baik itu transfer, penarikan, maupun pembayaran;
- Untuk mengaktifkan kembali rekening, nasabah harus melalui serangkaian prosedur yang rumit dan memakan waktu, karena prosesnya wajib mengisi formulir keberatan, melakukan verifikasi data di bank, dan peninjauan kembali oleh PPATK.
- Nasabah menjadi resah dan bingung, karena tidak adanya konfirmasi atau sosialisasi atau pemberitahuan terlebih dahulu kepada nasabah;
- Nasabah menjadi khawatir akan kondisi rekeinginya di Bank yang sewaktu waktu dapat dibekukan tanpa tahu apa penyebabnya.
Prosedur membuka pembekuan rekening tergolong tidaklah mudah, yaitu harus menempuh Langkah-langkah sebagai berikut :
- Mengisi Formulir Keberatan: Nasabah harus mengisi formulir keberatan yang disediakan oleh PPATK, biasanya melalui tautan daring.
- Mendatangi Bank: Setelah mengisi formulir, nasabah perlu datang ke kantor cabang bank tempat rekening dibuka untuk melakukan verifikasi data (Customer Due Diligence/CDD).M
- Menyiapkan Dokumen: Nasabah harus membawa dokumen-dokumen pendukung seperti KTP, buku tabungan, dan bukti pengisian formulir.
- Proses Verifikasi: Bank akan melakukan verifikasi dan mencocokkan data nasabah dengan sistem PPATK.
Dan setelah itu rekening akan aktif kembali, jika tidak ditemukan indikasi tindak pidana, yang kesemuanya memakan waktu dikisaran 5 hingga 20 hari kerja.
Kesimpulan
Adanya kewenangan PPATK untuk memblokir atau pembekuan rekening yang tidak aktif atau dormant tidak berdiri sendiri. Harus ada syaratnya, yaitu adanya indikasi atau bukti awal rekening tersebut terkait TPPU (termasuk pendanaan terorisme), oleh karena itu memasukan dengan kereteria tidak aktif saja selama 3 sampai 12 bulan adalah belum cukup dijadikan dasar keterkaitannya suatu rekening dengan TPPU.
Terlebih tujuan nasabah menyimpan danya di bank itu bermacam-macam, karena ia sudah menjadi bagian dari kebutuhan kehidupan masyarakat, jadi dalam konteks ini PPATK harus hati-hati dan jangan melakukan blunder “mau membunuh tikus digudang padi, lantas Gudang padinya padinya dibakar”.
Senin 4 Agustus 2025