CARPE DIEM (REFLEKSI DARI : ROBENSJAH SJACHRAN)

 CARPE DIEM

Oleh: Robensjah Sjachran

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sadarkah anda bahwa dunia ini hanya tiga hari saja: hari kemarin, hari esok, hari ini. Hari kemarin, sudah pergi dengan segala isinya, tanpa bisa diulang kembali;  hari esok, yang mungkin saja engkau tidak bisa menjumpainya lantaran ajal menjemputmu; dan hari ini, itulah yang menjadi milikmu, maka isilah dengan amalan. Demikian itu petuah Al Hasan al Bashri, ulama besar yang termasuk golongan Tabi’in, lahir di Madinah 9 tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dan besar serta wafat (642 – 728) di Basrah, Irak kini. Untaian nasihat yang sarat makna dari cendekiawan Muslim yang hidup di masa awal kekhalifahan Ummayah ini mestinya menyadarkan kepada kita bahwa hidup itu amat singkat, kematian adalah keniscayaan dalam hidup. Saya teringat dengan pesan Marcus Aurelius (121 – 180) yang ditulisnya dalam Meditations, catatan hariannya: “Jangan bertingkah seolah-olah kau akan hidup hingga sepuluh ribu tahun. Kematian ada di dekatmu. Selama kau masih diberkahi hidup, selagi kau masih punya kemampuan, jadilah orang yang baik”.

Namun, sebelum Marcus Aurelius, bahkan jauh sebelum Hasan al Bashri berkata demikian, Horatius, lengkapnya Quintus Horatius Flaccus, dan dalam literatur Barat sering disebut Horace, yang lahir di Venusia (kini Venosa, Italia Selatan) 65 SM dan wafat di Roma 8 SM, berujar: “Carpe Diem”, yang bermakna “petiklah”, atau “petik hari ini”. Pepatah singkat (aforisme) itu lengkapnya “Carpe diem, quam minimum credula postero”. Frasa berbahasa Latin itu dimaknai sebagai  “Raih hari ini, beri sedikit kepercayaan pada hari esok (masa depan)”.

Akan tetapi pemaknaan ucapan Horatius ini bisa bercabang dengan kutub yang berlawanan arah, negatif dan positif. Kutub negatif mengartikan pepatah dalam Kumpulan Puisi berjudul “Odes” oleh penulis Romawi Kuno itu sebagai: “YOLO”, akronim slank internet dari “You Only Live Once, anda  hanya hidup sekali”. Oleh karena itu, pesan ini menyiratkan makna: nikmati hidup selagi anda hidup. Ini jelas pemahaman hedon (Yunani: hedone) yang tidak percaya pada Hari Pembalasan (Yaumul Jaza), Hari Kebangkitan (Yaumul Kiyamah), Hari Perhitungan (Yaumul Hisab), sebagaimana disebut dalam banyak ayat  eskatologi berbagai agama. Gaya hidup hedon masa kini dimaknai identik dengan kemewahan, gaya hidup berlebihan, mengumbar hawa nafsu tak peduli ruang dan waktu. Pepatah Latin itu oleh kaum hedon diartikan sebagai: “nikmati hari ini seakan esok ajal akan tiba”, atau “nikmati kesenangan saat ini tanpa memperdulikan masa depan”. Jack Black, aktor, komedian dan musisi Amerika Serikat, mengatakan: “Saya cukup yakin YOLO hanyalah Carpe Diem untuk orang bodoh. Saya pribadi tidak setuju dengan pernyataan ini”.

Sebaliknya, kutub positif mengartikan Carpe Diem sebagai “manfaatkanlah hari ini”. Frasa itu, menurut yang memaknai kutub positif Carpe Diem, adalah harus diingat ada kata lanjutannya, yaitu quam minimum credula postero, beri sedikit kepercayaan pada hari esok. Natalia Wiechowski, penulis, fotografer, dan konsultan beberapa perusahaan multinasional mengatakan: “Filosofi Carpe Diem menghendaki anda bekerja aktif setiap hari,  bukan tidak percaya masa depan, oleh karenanya tidak berarti mutlak mengabaikan masa depan, malahan carpe diem percaya bahwa apa yang anda kerjakan hari ini adalah bukti tanggung jawab atas masa depan dan (kualitas) hidup anda”. Artinya. janganlah menunda sesuatu (untuk dikerjakan), selesaikanlah hari ini selagi kita bisa dan waktunya ada. Esok ? Horatius menganjurkan untuk hidup memanfaatkan hari ini secara lebih optimal, tidak menunda sesuatu untuk hari esok.   

Marcus Aurelius adalah kaisar Romawi sejak tahun 161 hingga kematiannya tahun 180. Dia adalah salah satu dari lima “Kaisar Romawi Yang Baik” versi bapak filsafat politik Nicollo Machiavelli. Selain sebagai kaisar, Marcus juga dikenal sebagai seorang filsuf mazhab Stoa, yang seperti umumnya filsuf Stoikisme, sangat mengedepankan filosofi yang menekankan kepada takdir, logika, dan pengendalian diri.

Seakan menafsirkan apa yang dikatakan pendahulunya, Marcus dalam catatan pribadi untuk dirinya sendiri menimpali ucapan Horatius: “Betapa sering dirimu mendapat kesempatan, akan tetapi tidak menggunakannya. Padahal, ada batas waktu yang sudah ditetapkan untukmu. Jika kau tidak memanfaatkanya, maka waktu akan berlalu, kau akan meninggalkan dunia ini, dan kesempatan itu tidak akan kembali”. Dalam catatan yang lain, ia menulis juga: “Semua yang ada di masa kini, adalah benih dari semua yang ada di masa depan”. Seneca, filsuf Stoa lainnya namun sezaman dengan Marcus Aurelius, berujar: “Ketika kita menunda-nunda, ingatlah bahwa hidup terus berjalan”. Jadi, tak dapat disangkal bahwa waktu atau masa kini amat sangat penting, selaras dengan petuah Hasan al Bashri: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari demi hari. Tatkala satu hari berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.” Ben

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini