SCNews — “Hanya dengan hati, kau dapat menyentuh langit” – Rumi
Tertawamu begitu hampa tanpa rasa, dan aku pun tercenung berupaya merasa. Kau keluhkan setiap jengkal yang membatasimu. Mencengkerammu dari langkah-langkah bebasmu. Sayapmu, yang penuh kemegahan tak bisa kau ajak terbang. Angka-angka yang menuliskan kekayaanmu tak mampu mendatangkan semua angan yang kau inginkan saat ini. Kau resah, kau mengeluh, dan tak sadar kau kutuki setiap inci kenaikan air yang telah membatasimu.
Aku hanya mendengar, terbatas di ruang maya, tak dapat kutatap tajam sampai ke ujung relung hati, untuk menenangkanmu. Aku pun tak kuasa untuk menghakimi, kau adalah wakil dari beribu jiwa yang sama, yang sangat berjaya tapi tak berdaya. Dan tak mungkin dihakimi, karena sesuatu yang tiba-tiba mencengkeram. Saat kau berjaya terbang bebas, menghirup keindahan dunia, tiba-tiba terkurung bagai burung dalam sangkar. Kau gemetar hebat, tak dapat memenuhi segala hasrat, sementara di tanganmu berkilau permata dan angka-angka, yang tak bisa menjawab apa yang kau pinta. Pasti menyakitkan, mengerikan dan mengagetkan.
Aku hanya bisa mencoba memahami, dan mengajak kau bersenda. Kutunjukkan 2 butir telur, dan 2 mug beras terakhir yang kupunya. Kukatakan padamu, kapan terakhir kau merasakan, nikmatnya melahap satu telur dadar dibagi empat, dengan sepiring nasi hangat dan sambal kecap ???
Kudadar satu telur itu, hanya dengan sedikit garam, dan taburan rasa cinta. Kuhidangankan di meja, dengan piring terbaik yang menampung nasi hangat yang kuliwet dengan apik, dan cocolan sambal kecap yang lezat. Kami makan bersama, seperempat telur dadar menjadi luar biasa nikmat. Kulombakan, yang pertama habis mendapat bonus seperempat kedua. Kuabadikan keindahan itu, kukirimkan rasanya padamu. Rasa nikmat luar biasa, karena taburan syukur padaNya. Kukatakan padamu, bahagiaku karena nanti malam masih tersisa satu telur yang akan menjadi asupan kekuatan dan cinta untuk kami.
Kau pun terdiam, kau tunjukkan masih ada 3 rak telur, 2 kardus mie instan, kulkas yang penuh dengan bahan makanan, serta tadah beras yang masih penuh. Lalu kau pun menangis, atas keresahan yang kau rasakan. Kau tersentak, betapa tak bersyukurnya dirimu, kau sesali rasa nikmat yang menjauh darimu karena ukuran-ukuran yang kau tinggikan.
Tak mengapa sayang, jangan kau sesali apa yang pernah kita lalui. Perjalanan spiritual seseorang pasti berbeda, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa berubah mendekati cahaya, menuju Sang Maha Pemilik ‘Nur’.
Aku pun pernah merasakan yang sama, tentang kesedihan, kaget, gagap dengan keadaan yang tiba-tiba harus kita hadapi. Satu tahun terakhir kita diajarkan untuk intropeksi diri, dikurung ketakutan melalui jalan hadirnya makhluk yang berukuran nano, Sang Covid-19. Memahami bagaimana kita bersabar atas keadaan, menahan diri meski kita mampu melakukan lebih. Bertenggang rasa karena mungkin saja kelalaian kita bisa menjadi jalan duka untuk orang lain. Yang lebih penting lagi, memahami bahwa apa yang kita ‘punyai’ saat ini tak akan menolong jika kita jumawa. Kepasrahan padaNya menjadi semakin kuat, karena DIA lah Sang Kuasa yang sebenar-benarnya.
Wahai Kau, mari kita asah lagi, bagaimana mensyukuri setiap jengkal karunia dan kesempatan dariNya. Mari kita merenungi dan merubah standar rasa syukur. Janganlah selalu mendongakan diri ke atas, sehingga kita teraniaya oleh asa, dan lupa merasakan kenikmatan pada hal-hal kecil. Karena terbiasa melahap ‘steak’ di piring kristal, sampai kita lupakan rasa nikmat sepotong telur dadar di piring kaleng. Jangan kau gaduh untuk hal-hal besar, cemas untuk keadaan yang belum kau jelang, sampai kau terbakar oleh khayalmu akan keburukan dalam kecemasanmu.
Mari tengok ke bawah, mereka yang lebih menderita, diselimuti oleh genangan air, dan perut melilit menahan sakit. Mata tak berhenti menangis memandang atap berlindung yang runtuh dan hanyut. Mereka yang terpaksa menyuapkan sesendok mie instan setengah matang pada bayi-bayinya yang kelaparan, karena bahkan asi pun mengering ditengah basahnya hujan. Saat kita masih begitu beruntung, mari gerakan tangan menekan angka-angka, mengirimkan secara maya, yang akan sangat membantu mereka. Angka-angka dalam bukumu tak terlalu berkurang banyak, meski kau teruskan untuk mereka. Alirkan untuk membersihkan kran rejekimu, agar aliran dari atas menjadi lancar. Sedikit tapi akan sangat berarti, dan energinya akan merubah cahaya dalam hatimu, menjadi lebih tenang.
Saat kita hanya bisa memandangi lewat jendela, karena langkah tertahan oleh aral, maka berikanlah semangat untuk mereka, yang rela berjuang melawan arus. Mereka yang mungkin hanya punya tenaga, tapi hatinya penuh iba dan ikhlas hanya mengharap ridhoNya. Tidak ada satu lebih baik dari yang lain, karena semua saling terkait. Maka dimanapun aku, kau dan mereka menetapkan diri, selagi terhubung oleh rasa yang sama, maka kita menjadi satu aliran energi. Rasa untuk saling membantu, meringankan duka, menghibur hati yang patah.
Wahai kau, aku, dia dan mereka, tahukah bahwa Tuhan sedang membukakan jalanNya untuk mendekat. Karena luka dan duka adalah pintu menuju cahaya. Mari bersama memahami lembaran ini, kita bersama membuka pintu cahaya.
Banjarmasin, 22 Januari 2021
Catatan Dhy Rozz
#catatandhyrozz #perempuansetengahabad #perempuan indonesia #refleksi #kontemplasi #monolog #satir #podcast #ceritahariiniuntuknanti