Dialog Klien dan Staf
oleh :
Robensjah Sjachran
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Dalam beberapa tulisan berikut saya akan menulis sekitar pengalaman praktik di kantor semasa masih aktif sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Banjarmasin. Semoga tulisan berikut menginspirasi dan bermanfaat bagi para pembaca.
Di Kantor Notaris & PPAT di mana dulu saya melayani klien dalam berbagai urusan, terutama terkait dengan urusan keperdataan dan lebih khusus lagi dengan pelayanan pembebanan dan peralihan hak atas tanah, pernah terjadi seorang tamu marah besar gara-gara salah paham dengan seorang staf yang melayani untuk transaksi jual beli sebidang tanah berikut bangunan rumah (proper) yang akan dilakukan pengecekan sertipikatnya. Sang tamu bertanya: “Untuk apa sih sertipikat tanah harus dicek lagi, berulang kali ?”. Wajar beliau bertanya, karena pengecekan sertipikat memerlukan proses dengan waktu yang tidak pasti. Dapat selesai satu minggu, boleh jadi berbulan-bulan bergantung sudah ditemukan atau tidaknya Buku Tanah di Kantor Pertanahan oleh petugasnya. Staf tadi menjawab dengan vulgar dan apa adanya: “Oh …pengecekan diperlukan supaya tahu sertipikat pian palsu atau kada”. (“Oh … pengecekan perlu untuk mengetahui apakah sertipikat bapak palsu atau tidak”). “Haaah…ikam pikir aku ini manjual tanah handak manipu kah ? Manjual tanah pakai sartipikat palsu ?”. (“Hah…kamu pikir aku ini mau menjual tanah dengan cara menipu kah ? Menjual tanah dengan sertipikat yang palsu”) ? Selanjutnya sang klien berkata dengan nada tinggi: “Mata ikam kada melihatkah (anda tidak melihatkah) … berapa kali (sertipikat) itu sudah keluar masuk di bank”. Maksud beliau dengan seringnya dijadikan agunan atas pinjaman kepada Bank, berarti sertipikat itu mestinya tidak perlu lagi diragukan keasliannya karena sudah sering dilakukan pengecekan. Nah lo….
Lalu untuk apa sesungguhnya pengecekan sertipikat tanah itu ? Apa fungsi & tujuan pengecekan sertipikat ? Untuk menjawabnya memang harus dipahami lebih dahulu pengertian sertipikat itu sendiri, karena berkorelasi dengan tujuan & fungsi pengecekan sertipikat. Inilah yang mungkin saya telah lalai mengedukasi staf di kantor perihal latar belakang mengapa harus dilakukan pengecekan sertipikat terlebih dahulu; yang ada hanya secara praktis dikemukakan bahwa sertipikat dicek untuk mengetahui sesuai tidaknya sertipikat yang ada di tangan pemilik dengan data-data di Buku Tanahnya yang tersimpan di Kantor Pertanahan.
Sertipikat tanah tidak lain surat bukti kepemilikan tanah yang dikeluarkan Pemerintah sebagai sebuah pengakuan bahwa seseorang memiliki hak atas tanah sebagaimana yang disebut dalam tanda bukti tersebut. Sebelum sertipikat itu diterbitkan, Pemerintah terlebih dahulu melakukan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang dilakukan Pemerintah adalah atas perintah pembentuk undang-undang. Menurut Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk menjamin kepastian hukum – oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus dengan cara mengumpulkan, mengolah, membukukan, dan menyajikan data fisik dan data yuridis terkait bidang-bidang tanah, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Data fisik itu mengandung keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya, dan data yuridis adalah keterangan mengenai apa hak atas tanahnya, berapa lama berlaku hak itu, siapa pemegang haknya, dengan cara apa beralihnya hak tanah dari pemilik lama ke pemilik baru, dan ada tidak hak lain yang membebaninya.
Tugas-tugas pemerintahan di bidang pertanahan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dahulu BPN sebagai lembaga pemerintah non kementerian, namun sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo fungsi dan tugas organisasi BPN dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga kementerian yang diberi nama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Pelaksanaan tugas dan fungsi BPN di wilayah Kota/Kabupaten diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan setempat, misalnya Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin, namun orang tetap saja menyebutnya BPN.
Kembali kepada cerita “Dialog Klien – Staf” tadi, staf kami sebenarnya berkata benar, tidak ada yang salah, hanya saja tidak takjual ng. Untungnya saya cepat keluar ruang kerja dan mendengar percakapan itu. Maka saya “luruskan” apa yang dikatakan staf, bahwa pengecekan kali ini justru ingin membuktikan bahwa klien bukanlah menjual tanah bagai menjual “kucing dalam karung”, tetapi membuktikan calon penjual menjamin properti yang akan dijual dalam kondisi “clean and clear”…bersih dan bebas dari segala masalah. Padahal sejatinya, pengecekan itu memang diwajibkan bagi PPAT sebagaimana dimaksud Pasal 97 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 “Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli”.
“Begini bang (biasa di kantor untuk terdengar akrab saya memanggil klien “abang”, untuk lebih menghormati saya biasa memanggil “bapak”, tidak perduli dengan usia)…. abang kan mau menjual properti tentu layaknya seorang ksatria, pantang disebut sebagai pengecut yang menjual barang bagai “kucing dalam karung”. “Ya pastilah….saya berani jamin, apabila rumah yang saya jual bermasalah, tentu sampai kapanpun saya bertanggung jawab,” ujar calon penjual tadi masih bernada tinggi, namun kini terkesan tidak marah, tapi penuh semangat. “Saya orang B…s (menyebut nama satu suku) pantang menipu” ujarnya lagi. Berhasil pancingan saya, beliau sendiri yang mengamini hal sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 1491 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): “Penjual wajib menjamin pembeli bahwa barang yang dijual adalah miliknya sendiri, bebas dari sitaan, tidak dalam keadaan dijaminkan, dan tidak ada cacat yang tersembunyi pada properti tersebut”. Jaminan seorang penjual itu tidak perlu atau tidak harus dibuat tertulis oleh karena menurut Pasal 1492 KUH Perdata jaminan seorang penjual kepada pembeli sudah menjadi asas hukum umum yang menyertai setiap akad jual beli, apapun bendanya.
“Bang, pengecekan atau pemeriksaan kesesuaian sertipikat tanah dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan tidak hanya bertujuan untuk mengetahui sertipikat itu asli atau tidak, akan tetapi juga untuk tahu: apakah ada sengketa antara pemilik tanah dengan penggugat yang kemudian Pengadilan melakukan sita jaminan Conservatoir Beslag agar tindakan penggugat mengajukan gugatan tidak illusoir (tidak hampa, sia-sia), adakah sanggahan tentang kepemilikan maupun batas-batas tanah, apakah sertipikat tanahnya tidak cacat, atau apakah ada hak jaminan yang membebani tanah.“ “Ooh begitu…..tapi kan sertipikat saya sudah dicek beberapa kali sebelumnya, kan sudah terjawab pertanyaan-pertanyaan itu ?”, tandasnya. Nah….ini kesempatan saya untuk mengedukasi warga agar memahami soal jual beli tanah. “Abang benar….tapi saya mengingatkan ya bang…saat ini abang berposisi sebagai penjual….kalau suatu saat abang sebagai pembeli…apakah masih merasa aman dengan pengecekan terakhir yang dilakukan misalnya satu tahun lalu ? Kondisi dahulu dengan saat ini kan dapat saja berbeda bang !” Saya lanjutkan: “Dulu mungkin saja tanah belum disita, tapi sekarang si pemilik tanah bersengketa dengan bekas rekan usaha yang mengajukan sita jaminan atas kewajiban keuangannya. Atau dari tanah yang kita beli ternyata tetangga yang berbatasan baru saja melayangkan surat sanggahan ke Kantor Pertanahan untuk mencegah transaksi peralihan hak sebelum batas-batas tanah dipastikan karena mungkin si penjual dianggap mendirikan pagar di luar batas tanahnya”. Terdiam sejenak si abang sambil menerawang. “Wah betul juga ya….tak lama saudara saya beli tanah yang ternyata dalam sengketa, dia percaya saja dengan si penjual karena sudah kenal lama, dan hingga sekarang PPAT tidak dapat memproses pelaksanaan jual beli, padahal pembayaran sudah lunas.”
Selang beberapa hari, pengecekan sertipikat selesai dengan hasil bersih dan tak ada masalah, transaksi jual beli dilakukan, pembeli senang memiliki rumah yang diidamkan dengan aman, dan penjual keluar kantor dengan gagah karena mungkin merasa bagai ksatria yang “dalas hangit- waja sampai kaputing”. Dua bulan kemudian, si abang yang menjual propertinya datang kembali dan kebetulan langsung saya yang menghadapi. Beliau membeli sekaligus dua properti, yang satu tanah kosong, lainnya ada bangunan rumah di atasnya. Setelah mereka mengemukakan segala sesuatu termasuk memenuhi segala persyaratan, antara lain sertipikat bukti pemilikan tanahnya, lalu si abang tadi berkata, jangan lupa pak Notaris dilakukan pengecekan sertipikat terlebih dahulu di BPN. Lalu si pemilik tanah bertanya kepada saya: “Untuk apa dilakukan pengecekan segala, tuh lihat sertipikat saya kan bolak balik beralih haknya dan beberapa kali sudah pernah saya agunkan di Bank ?”. Belum sempat saya bereaksi, si abang sudah menjawabnya terlebih dahulu dengan lancar sembari si penanya manggut-manggut tanda mengerti. Alhamdulillah. Bens – Emeritus Notaris/PPAT