DOME OF THE ROCK DAN TEKAD SPIRITUALITAS (Bagian 2)

DOME OF THE ROCK DAN TEKAD SPIRITUALITAS (Bagian 2)

 keyakinan imani yang hakiki tidak akan dapat digantikan dengan dan oleh apapun. Jika keyakinan imani ini sudah tergantikan dengah sesuatu, maka ia akan menjadi relatif. Keyakinan yang relatif akan sangat mudah tergoyahkan oleh godaan yang datang dari berbagai arah. Keyakinan imani tidak perlu dirasionalisasikan, karena keyakinan adalah keteguhan yang membuat iman kian bertambah

Oleh Tjipto Sumadi*

Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya’bana wa balighna Ramadhana.

Di dalam kehidupan, keindahan menjalankan ajaran agama yang kita anut merupakan sesuatu yang amat agung nilainya. Itu sebabnya, terkadang meskipun iman seseorang tidak kuat, tidak tebal, tidak menjalankan ajaran secara baik dan benar, tetapi jika keyakinannya tersinggung, maka akan terjadi gejolak di masyarakat. Keyakinan beragama dijalankan oleh setiap penganutnya dengan penuh keimanan. Untuk itu, membangun rasa toleransi menjadi amat sangat penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di negeri yang majemuk ini.

Tulisan ini tidak akan membahas tentang pelaksanaan toleransi antarumat beragama di negeri ini, yang kian perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita semua. Seiring hadirnya bulan Rajab dalam kalender Hijriyah, maka tulisan ini membahas secara ringan tentang Dome of the Rock: Batu Pijakan Miraj yang berada di kompleks Masjid Al Aqsho Palestina. Dome of the Rock, yang dikenal juga sebagai Qubbat al Sakhrah atau Kubah Batu adalah sebuah bangunan bersegi delapan dengan kubah emas murni, yang terletak di dalam kompleks Masjid Al Aqsho. Kompleks ini berada di dalam tembok kota Lama Yerusalem, yang dijaga oleh polisi Israel pada bagian luar pintu gerbang kompleks masjid dan oleh polisi Palestina pada bagian dalam pintu gerbang kompleks masjid. Jadi, kalau umat muslimin akan berziarah atau sholat ke Masjid Al Aqsho, mereka akan melewati dua penjagaan, pertama di pintu gerbang utama kota Lama Yerusalem (gerbang luar). Pintu Gerbang luar ini tersebar di tujuh lokasi. Ketika para peziarah melewati pintu gerbang ini, bukan berarti sudah masuk ke Masjid Al Aqsho, mereka baru memasuk kompleks perumahan yang ditempati oleh warga Palestina yang tinggal di perkampungan kota Lama Yerusalem. Kedua, ada penjagaan di pintu gerbang (bagian dalam) kompleks Masjid Al Aqsho, di pintu gerbang ini terdapat dua macam penjagaan, sebagaimana sudah disampaikan di atas, yaitu; di bagian luar pintu gerbang masjid; dijaga oleh polisi Israel dan pada bagian dalamnya dijaga oleh polisi Palestina.

Tidak semua peziarah diizinkan memasuki kompleks masjid ini. Persyaratannya sederhana; berpakaian rapi ala muslim atau muslimah, aurat tertutup, dan tidak membawa makanan atau minuman berlebihan, serta tidak membawa senjata tajam. Manakala lingkungan kompleks Masjid Al Aqsho dalam keadaan “damai”, maka masjid terbuka sejak menjelang waktu sholat Subuh hingga setelah sholat Isya. Selain waktu yang ditentukan itu, lingkungan masjid tertutup untuk dikunjungi oleh para peziarah.

Bangunan Dome of the Rock atau Qubbat al Sakhrah atau Kubah Batu berbentuk segi delapan dengan kubah emas murni ini, berada di bawah pengawasan pemerintah Kerajaan Yordania. Pada bagian dalamnya terdapat dua lantai. Lantai pertama merupakan ruangan untuk para pengunjung berkumpul dan berdzikir (ruangan ini tidak diperuntukkan bagi sholat berjamaah). Di ruangan ini pula terdapat sejumah peninggalan Rasulullah SAW., seperti potongan jenggot dan telapak kaki beliau. Di samping itu, di bagian tengah menggunuk bongkahan batu, yang tersembul dari dasarnya. Batu ini diyakini terangkat dari landasannya, karena ingin ikut Mi’raj bersama Rasul ke Sidratul Munthaha. Sementara itu, pada lantai “minus satu” (-1), artinya ke bagian bawahnya, (para peziarah dapat turun mengikuti tangga ke ruangan bagian bawah); terdapat semacam gowa. Bagian bawah bangunan ini (gowa), cukup luas dan dapat dikunjungi oleh sekitar 25 hingga 30 orang sekaligus. Dari bagian bawah ini, tampak bongkahan batu yang terangkat dari dasarnya. Seperti kebalikannya dengan bongkahan batu yang berada pada bagian lantai atas (lantai 1). Dengan demikian. pada bagian bawah ini terdapat batu yang terangkat dari dasarnya. Keadaan batu ini, dalam ajaran Islam, diyakini bahwa batu ini ingin menyertai perjalanan Rasulullah ke Sidratul Munthaha.

Bersama Imam Utama Masjid Al Aqsho Syekh Yusuf Abdelwahab Abu Snena dan Edy Hamdi (Satriani Wisata).

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah bahwa keyakinan imani yang hakiki tidak akan dapat digantikan dengan dan oleh apapun. Jika keyakinan imani ini sudah tergantikan dengah sesuatu, maka ia akan menjadi relatif. Keyakinan yang relatif akan sangat mudah tergoyahkan oleh godaan yang datang dari berbagai arah. Keyakinan imani tidak perlu dirasionalisasikan, karena keyakinan adalah keteguhan yang membuat iman kian bertambah. Perjalanan mengunjungi masjid ketiga yang disucikan umat Islam, merupakan perjalanan fisik yang melelahkan, bahkan ada perasaan khawatir (mungkin lebih tepat rasa takut), karena memasuki wilayah yang dikuasai oleh kaum Yahudi. Namun tekad spiritualitas-keimanan yang tinggi dan agung, telah membuat semua terasa indah dan nikmat. Tekad spiritualitas inilah yang tidak dapat diukur dan dinilai dengan apapun.

Semoga Bermanfaat.

Salam Wisdom Indonesia

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

Dosen Universitas Negeri Jakarta

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini