ERA BARU DI RAMALAN DUKUN WABAH
“Taktik Keju Swiss adalah sebuah strategi yang berisikan berbagai cara, mulai dari jaga imun, berbarengan dilakukan dengan upaya mencari perlindungan vaksin serta upaya deteksi kasus agar segera dapat ditangani pengobatan jika sudah tertular. Kondisi ekonomi kerajaan yang mulai menipis, membuat taktik ini, tidak dilakukan sempurna karena tidak cukup biaya untuk menopangnya serta dibuatlah berbagai kompromi ketahanan ekonomi sebab ekonomi sama kepentingannya dengan kesehatan. Dan kompromi, yang tidak dikomunikasikan, membuat kesan inkonsisten disertai kebinggungan yang membuat wabah tak kunjung berhenti”.
(Oleh : IBG Dharma Putra)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Jika semua terdiam beribu bahasa maka pada saat sama, dukun peramal wajib mulai bicara. Bercerita tentang perjalanan hidupnya, dalam pandemi khayal untuk temukan makna, susuri zaman purba, supaya dampak kelam enggan terulang hanya karena membiarkan sejarah berlalu begitu saja, tanpa sempat dipelajari hikmahnya.
Cerita Baruna Dwipa, kerajaan besar di zaman dahulu kala, disebuah dataran yang teramat indah, tepat ditengah tengah dunia. Lahannya luas, sangat subur sehingga bisa ditanami apa saja keperluan hidup masyarakatnya dan juga mengandung emas permata, minyak dan mutu manikan berharga didalamnya.
Rakyatnya berjumlah empat juta jiwa, hidup damai, sehat, bersekolah atas biaya kerajaan serta dicukupkan kebutuhan sandang, pangan serta papannya. Kehidupan masyarakat penuh kedamaian karena pemerintah yang melayani dan sangat mengayomi
Raja nan bijaksana, menduduki singasananya cukup lama di kota pusat perdagangan dunia yang cukup ramai dengan hilir mudik manusia.
Sang raja bertahta di Astana Baruna, istana nan elok dan asri. Didalam menjalankan roda pemerintahannya, raja dibantu oleh Adipati di 13 buah Kadipaten Kota.
Suatu ketika, negeri yang indah Baruna Dwipa, tertimpa bencana, dalam bentuk wabah besar berkepanjangan, masih berlangsung sampai kisah ini dituliskan. Rakyatnya, yang dulunya hidup sejahtera, terusik cemas karena banyak diantara mereka yang menjadi sakit, bahkan meninggal dunia.
Setiap hari, ada saja berita duka dari keluarga, sanak saudara maupun tetangga. Tidak ada hari yang bisa dinikmati suka, waspada seolah tanpa jeda, membuat resah dan gelisah. Jemu dan kebosanan, telah melanda jiwa dan raga, hampir setiap penduduk Baruna Dwipa.
Kepanikan melanda karena wabah tak kunjung diketahui obat dan cara penanggulangannya. Semua dukun yang ada, menjelaskannya serba terbata karena hanya bisa meraba raba, lewat pendapatnya yang tidak sempurna. Sebenar benarnya, mereka sangat ingin mencegahnya, tetapi tidak tahu seperti apa, sementara obat bukan tidak tersedia tetapi tidak ada. Mereka terdiam, tidak kuasa berkata kata.
Tak satupun dukun bicara, untuk membiarkan saja orang tertular serta menjadi sakit asalkan tidak meninggal dunia, seperti dulu, biasanya mereka katakan. Mungkin karena panik atau risiko penularan yang tinggi disertai kematian yang terlihat sangat menyiksa.
Tidak juga mereka berkata, bahwa mencegah lebih murah dari mengobati, karena mencegah wabah menyiksa kemakmuran masyarakatnya dan agak merenggangkan rasa kekerabatan diantara mereka, yang selama ini, merupakan budaya yang biasa dibanggakan serta sudah ada dan sulit diubah begitu saja.
Akhirnya, mereka hanya bisa tarik ulur dengan mengkombinasikan berbagai cara yang berisi mencegah serta mengobati, sambil berharap peran semua masyarakat dan menamakannya Taktik Keju Swiss karena berlapis lapis seperti makanan bule di kerajaan sana.
Taktik Keju Swiss adalah sebuah strategi yang berisikan berbagai cara, mulai dari jaga imun, berbarengan dilakukan dengan upaya mencari perlindungan vaksin serta upaya deteksi kasus agar segera dapat ditangani pengobatan jika sudah tertular. Kondisi ekonomi kerajaan yang mulai menipis, membuat taktik ini, tidak dilakukan sempurna karena tidak cukup biaya untuk menopangnya serta dibuatlah berbagai kompromi ketahanan ekonomi sebab ekonomi sama kepentingannya dengan kesehatan. Dan kompromi, yang tidak dikomunikasikan, membuat kesan inkonsisten disertai kebinggungan yang membuat wabah tak kunjung berhenti.
Saat ini, sudah diketahui bahwa sakit dimulai setelah dua tiga hari terinfeksi. Munculnya tak bergejala atau hanya bergejala ringan semata, akan berlanjut sampai lima hari sesudahnya, sebelum berangsur sembuh sepuluh hari sejak sakit dimulai. Sembuh sendiri tak perlu diobati.
Masalah utama di periode ini, terjadi karena wabah mirip dengan banyak penyakit, bahkan tak bergejala dan tak merasa sakit, sehingga mirip orang sehat, cendrung tak terdeteksi dan akan potensial menular tanpa sepengetahuan yang punya diri. Sehingga testing laboratorium wajib diikuti.
Ada sedikit kasus yang tidak sembuh sendiri, bahkan menunjukkan peningkatan gejala serta perlu diobati. Mereka ditandai oleh demamnya yang bertambah tinggi, batuk yang bertambah sering dan sesak nafas yang bertambah berat.
Tidak diperlukan Keahlian khusus untuk secara dini mendeteksi keparahan yang terjadi, dilima hari mulai timbulnya penyakit.
Jika itu yang terjadi maka indikasi bagi si sakit untuk dimintakan bantuan dukun paling dekat, karena memang perlu diobati. Dukunlah yang akan mencari solusi karena tidak semua kasus perlu di rawat di rumah sakit tapi cukup hanya diisolasi, supaya tidak bepergian sehingga tak menularkan penyakitnya.
Semua masyarakat berkewajiban memahami perjalanan penyakit seperti ini, supaya dapat berperan disertai dengan tetap meningkatkan imunitas, menjaga diri dan mengikuti vaksinasi sebagai hakekat strategis penjagaan penyakit secara paripurna.
Masalah lain, yang perlu diketahui oleh semua masyarakat adalah kemungkinan keberadaan penyakit baru, yang belum pernah terdeteksi sebelum dia terserang wabah. Bisa berbentuk tekanan darah tinggi baru, diabetes baru dan penyakit lainnya.
Seorang dukun, yang mencoba mempengaruhi raja dengan ramalannya, agar tidak terlambat dua kali mengatasi wabah ini. Karena sudah pernah terlambat pertama kali, sewaktu amat terlambat, menangani wabah. Keterlambatan karena pra wabah tak terdeteksi jelas karena memang penyakitnya baru.
Keterlambatan pada masa awal wabah, wajib diambil hikmahnya, sehingga Era Baru pasca wabah tak terlambat disikapi. Untuk itu, harus diprediksi situasi pasca wabah secara sangat jelas dan dukun menyatakan ditandai dengan terkendalinya penyakit di Baruna Dwipa, yaitu jika hanya ada sebanyaknya 800 orang saja yang tertular penyakit dalam setiap bulannya.
Didalam Era Baru, semua orang yang tertular ditemukan dan tidak satupun yang tertinggal. Sehingga penelusuran dan pelacakan dengan kontrol pada jumlah rumah yang didatangi dan rasio kasus tertular yang didapatkan harus dijaga pencapaiannya serta tak ada yang alfa. Dan penelusuran paripurna dengan pelacakan seksama seharusnya sudah mulai dibiasakan sejak sekarang.
Semuanya diperiksa sehingga tak ada potensi kasus yang tidak ditemukan dan selanjutnya diisolasi dan ditangani hingga berangsur turun mencapai sisa sebanyaknya, 800 orang saja. Semuanya, wajib dibuat tidak berjalan dengan mobilitas mendekati 0 km selama 14 hari.
Hal itu berarti, diperlukan 5 Ruangan Isolasi di daerah kekuasaan Tumenggung, jika seorang Adipati berkuasa atas 6 orang Tumenggung, disertai 10 tempat tidur di RS Kadipaten Kota. Sedangkan Kerajaan, wajib menyediakan 25 Ruang Isolasi dan 20 tempat tidur bagi kasus wabah, di ibu kota Kerajaan Baruna Dwipa
Disaat yang sama, semua daerah perbatasan kerajaan dijaga ketat tanpa kompromi, karena pendudukan yang berpotensi tertular takkan dibolehkan masuk ke wilayah Baruna Dwipa, sebelum dipastikan tidak tertular, kalau perlu dengan mengkarantinanya. Gedung Karantina yang bermartabat serta penuh hormat akan disediakan oleh kerajaan.
Sementara itu, semua penduduk diwajibkan berdisiplin dalam pemakaian masker, menjaga jarak aman dari penularan dan menghindari kerumunan. Tentunya juga dengan penyediaan vaksinasi gratis bagi semua penduduk. Artinya, Taktik Keju Swiss akan tetap berjalan.
Kesungguhan disertai tanggung jawab untuk menjemput Era Baru, sangatlah diperlukan dan bukan sekedar bekerja rutin seperti biasanya. Karena Jebakan rutinitas yang terjadi, serupa dengan menyerahkan pengendalian kejadian wabah pada penyakitnya dan dengan begitu, berarti membiarkan wabah untuk menaik serta menurun sekehendak hatinya. Kerja seperti itulah yang akan berpotensi bagi terjadinya pertambahan jumlah orang sakit yang diikuti dengan kematian tidak terkendali, dikemudian hari lagi, akan terulang kembali.
Banjarmasin
09092021