GATOTKACA DAN PILKADA (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

GATOTKACA DAN PILKADA
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat saya sekaligus keluarga, tidak terlalu bersetuju jika seseorang meminta restu untuk menjadi pemimpin dengan alasan yang masuk akal. Karena menjadi pemimin bisa dilakukan dengan cara curang seperti halnya menjadi kaya dengan korupsi ataupun menjadi pejabat dengan menjilat, menyuap, menjual diri kepada atasan ataupun dengan cara licik yang lain.

Diapun tak inginkan restu keselamatan untuk memasuki medan pertempuran karena nyata baginya, seorang pengecut yang melarikan diri dari medan pertempuran cendrung selamat. Sebuah pendapat yang sesuai kenyataan dunia karena melepaskan restu sebagai restu semata sehingga wajar diperoleh dengan menghalalkan segala cara, dan tidak melihat restu disertai niat mulia sehingga wajib ditempuh secara baik dan benar.

Restu dengan niat mulia ada di ranah ideal dan mengingkarinya, dengan memakai cara jahat, akan membuat ibunda, pemberi restu berada dalam kehinaan. Idealisme tersebut perlu dijaga keluhurannya dan didudukan di dunia nyata sesuai situasi dan kondisi kesehariannya.

Jika ada keraguan dan tak ingin menempatkan pemberi restu di pintu masuk neraka, maka bisa menempuh alternatif, meneladani Gatotkaca, sebelum terjun ke arena Bharatayudha, mohon restu ibunda, untuk mati sebagai ksatria. Asa yang hanya dapat dicapai oleh ksatria sejati dengan integritas sangat tinggi.

Dalam kontestasi pilkada serentak, mati bagai ksatria setara dengan menang bermartabat atau kalah terhormat. Kondisi sulit serta maha rumit yang tak hanya memerlukan moral serta intergritas tetapi syarat lebih hakiki yang lebih mendasar berupa keberadaan sang petarung sebagai manusia merdeka sekaligus manusia kuat.

Seperti ungkapan singkat yang tercetus dari bibir Ibnu Khadun tentang beda prinsip antara manusia merdeka dengan budak, bahwa orang merdeka membela ide ide benar dari siapapun sedang budak membela ide apapun dari sang tuan. Dilain sisi manusia kuat adalah manusia yang punya pembenaran untuk berbuat sesuka sukanya tetapi memilih untuk tetap mematuhi aturan dan mengikuti norma.

Gatotkaca mati sebagai ksatria, dia hanya bisa terbunuh oleh senjata pamungkas hingga Karna terpaksa menggunakan senjata pamungkasnya dan senjata itu, tak lagi dapat dipakainya untuk melawan Arjuna. Pengorbanan nyawanya yang membuat Bharatayudha dimenangkan oleh lima Pandawa. Niscaya kontestan yang meneladani Gatotkaca akan menjadi pembuka kemenangan demokrasi di negeri tercinta.

Banjarmasin
22072024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini