GITU AJA KOK REPOT (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

GITU AJA KOK REPOT
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Gitu aja kok repot merupakan ungkapan yang diajarkan oleh Guru Bangsa, Semar Super Gus Dur, merupakan ungkapan pemungkas dalam menghadapi polarisasi isi dunia. Pembelajaran silent tolerance, toleransi diam, saat berhadap hadapan dengan berbagai perbedaan pikiran manusia. Dunia ditakdirkan dipenuhi berbagai warna sehingga kehidupan selayaknya dijalani dengan penuh suka cita.

Isi pikiran manusia, mungkin bisa diduga dari berbagai postingannya di media sosial harian. Ada pemikiran lucu, aneh, nyeleneh, setengah pamer ataupun bersandiwara serta berbagai bentuk ekspresi lain yang akan bisa membuat pusing sampai sakit kepala jika disikapi amat serius, sehingga sebaiknya disikapi santai dan cukup dipahami dengan hati lapang disertai pikiran terbuka, jika bisa dijadikan inspirasi, diambil hikmahnya dan selanjutnya dibiarkan mengalir sesuai kehendak alam.

Bayangkan ada situasi unik akibat pemikiran unik di media sosial seperti pikiran berbeda terhadap kegiatan jalan ataupun lari. Banyak anggota masyarakat yang rutin lari dengan niat sehat dalam upaya logis memperpanjang umur karena sesuai pandangan umum ilmu kesehatan dan kedokteran. Tetapi karena adanya data emperis memperlihatkan bahwa penyu lebih panjang umur dibanding semua makhluk yang suka berlari, ternyats ada yang mengajak olah raga jalan penyu, agar panjang umur, seolah jalan pelan pelan sepelan penyu membuat makhluk berumur panjang.

Ada banyak orang yang menjauhi arak untuk tak meminumnya karena memabokan bahkan mematikan, tapi ada yang menganjurkannya. Bagi para penganjur, arak baik jika diminum satu sampai dua sloki, barulah jika berlebihan membuat mabok dan menimbulkan kematian. Bagi penganjurnya minum satu sloki arak bisa menghangatkan badan, meminum dua sloki melancarkan peredaran darah, mengkhayal sebagai raja di sloki ketiga, minum empat sloki membuat onar bak kera berebut buah buahan, lima sloki membuat kehilangan rasa malu dan merasa terhebat, enam skoli menjadikan amat mudah tersinggung dan merasa terbenar, sloki ketujuh menjadikan banyak bicara bak burung kehujanan, bicara tak terkontrol dan cendrung menghina di sloki delapan, sembilan sloki menghilangkan tenaga dan kesadaran, di sloki sepuluh bak raksasa sudah mati.

Ada kesalah pahaman tentang peran ceramah agama antara orang tidak seagama. Ceramah dengan penjelasan logis, keajaiban kitab suci, oleh penganutnya, baik moderat atau radikal, dianggap dapat mempengaruhi umat agama lain, padahal kenyataannya kitab suci hanya menarik bagi yang tertarik saja, artinya peran takdir, sangat dominan menentukan agama seseorang, nyatanya banyak yang beragama yang sama dengan agama keluarga orang tua yang ditakdirkan melahirkannya. Kalau sudah sadar begitu, sebenar benarnya tidak perlu ngotot ngototkan, tentang agama seseorang dan biarkanlah Tuhan menentukan jalannya.

Ada kebodohan polos, yang jika diungkap bisa membawa celaka hingga sebaiknya didiamkan saja. Seperti tak mengenal orang populer yang dihormati masyarakat hingga oleh pemujanya, bisa dikesankan tidak memiliki kepedulian dan meremehkan tokoh tersebut. Sebuah opini yang akan bisa membuat babak belur senyata nyatanya dan sebenar benarnya. Mosok tokoh panutan yang tangannya dicium tidak cukup sekali tetapi bolak balik berkali kali diajak ngobrol seperti ngomong dengan orang asing.

Ada juga peringatan sia sia karena dilakukan untuk yang tak atau belum lupa dan masih ingat. Orang tak bertindak bukan hanya karena tak tahu tapi juga karena tak mampu dan tak mau. Mengingatkan hanya berguna untuk yang tidak tahu ataupun lupa, yang tahu tapi tak mampu memerlukan bantuan sedang yang tidak mau, diperlukan rayuan ataupun paksaan. Tak harus diingatkan semuanya, karena bisa berarti menunjukkan rendahnya empati dan kecerdasan komunikasi. Tindakan seperti itu, dapat menjadi paradok, sehingga selayaknya ditujukan secara tepat bagi yang perlu sehingga layak didahului komunikasi disertai empati dan kepedulian, disampaikan dengan pengendalian diri. Dengan demikian mengingatkan yang terbaik, ditujukan kepada diri sendiri sehingga bisa menjadi aksi yang menginspirasi tanpa banyak narasi yang bisa timbulkan mispersepsi.

Ada ketentuan lucu membuka aib masyarakat yang tamak. Seperti ketentuan berobat bagi peserta BPJS Kesehatan, peserta kelas 3, jika opname di RS, tak boleh naik kelas perawatan, karena jika naik kelas, tanggungannya hangus sedangkan peserta dengan kelas lebih tinggi, diperbolehkan. Tampak seperti diskriminasi, tapi bisa juga karena penyalah gunaan kepesertaan kelas terendah itu, banyak orang berpunya, membayar murah dengan harapan jika opname, minta dinaikkan kelas perawatan dengan menambah biaya jauh lebih murah dibanding tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Begitulah dunia, ditampaknya di media sosial tak serupa aslinya. Dunia yang didominasi oleh orang baik ditampilkan seolah keburukan sering mengalahkan kebaikan sehingga timbul duka jika terlalu dipikirkan. Dunia dalam media sosial adalah dunia khayal yang tertampakkan seolah olah kenyataan sehingga kalau diambil hikmahnya akan muncul tiga kalimat penting untuk mensikapinya, yaitu pastikan benar, nilai kebaikannya dan diposting hanya jika punya manfaat. Kalimat selanjutnya adalah, GAKR, Gitu Aja Kok Repot. Semoga, Gus Dur selalu berada didalam rahmat Tuhan YME.

Banjarmasin
05022023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini