HAJI BIRUANG (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

HAJI BIRUANG
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Bermula dari obrolan kosong dipenuhi kelucuan lokal, tentang seseorang yang diberi gelar haji, padahal belum menginjakkan kakinya di kota suci Mekkah. Obrolan konyol dengan sumber berita dan waktu terlupa, sehingga tempat tak berani dikata, walaupun isi pembicaraan masih tertancap jelas di benak, tentang haji biruang.

Pemberian gelar yang sebenar benarnya salah, karena haji adalah ziarah ke Mekkah, diwajibkan bagi yang mampu, setidaknya 1 X seumur hidup sedang haji biruang adalah padanan lokal bagi orang yang selamat dari serangan beruang

Mari melupakan gelar yang salah dengan mulai melihat potensi kontemplatifnya. Sebuah saat dengan kemungkinan keberhasilan kontemplasi serupa walau tidak setara. Berada di tanah suci ataupun berada diperbatasan hidup dan mati ataupun berada dikehampaan sebab penolakan cinta adalah waktu terbaik berkontemplasi.

Situasi fokus dan seriusnya penyerahan diri saat ibadah serupa dengan kepasrahan yang timbul karena kepasrahan dipuncak ketakutan dibunuh beruang ataupun kepasrahan karena perasaan sangat rendah, amat tidak berguna, tersisihkan oleh dambaan hatinya, sebenarnya adalah saat evaluasi diri dan pengambilan hikmah sehingga setelahnya potensial menjadi lebih baik. Secara nyata, pada saat humor terasakan tidak lucu dan hiburan tidak lagi menyenangkan, dapat digunakanlah untuk mengapresiasi diri

Ada perbedaan mendasar diantara ketiganya, khususnya antara ibadah dengan dua peristiwa lain karena ibadah adalah upaya penyembuhan rohani sedangkan serangan beruang dan patah hati, memerlukan pemulihan nyata agar menjadi penyintasnya. Potensi kepulihan ditentukan oleh kejelasan saat berakhirnya optimisme ataupun penyebab awal terjadinya kepasrahan.

Ketiga peristiwa, dengan caranya sendiri, akan menghilangkan ketakutan dengan menyisakan keberanian serta menghilangkan sombong dan menyisakan kerendah hatian. Keberanian akan muncul diujung rasa kecukupan, kesakitan dan ketakutan. Kerendah hatian merupakan puncak kepasrahan dalam hinanya penolakkan,

Bukankah kehidupan memerlukan keberanian untuk mengekoresikan sikap serta rasa serta melakukan eksekusi pilihan hidup. Beribadah, melawan beruang, mencintai ataupun dicintai memerlukan keberanian. Secara keseluruhan, hidup menyimpan nasehat bagi kehidupannya, bahwa hidup harus dijalani selayaknya seorang petarung, jika takut terluka, jangan lewati jalan penuh duri, karena hanya petarung yang berani yang bisa melewati badai peluru, ditanah penuh ranjau.

Kerendah hatian menguatkan kehidupan, hidup dikerendahan bak rumput, sehingga angin tidak pernah mampu menghinanya. Ditempat paling rendah, rumput biasa terinjak tapi tetap mampu mempersembahkan semua luka serta jasadnya, yang terjadi akibat injakan itu, menjadi humus penyubur ibunda bumi.

Haji biruang berpesan kepada semua, supaya menikmati perjalanan hidup dan menjadikannya sebagai pengalaman berharga,setidak tidaknya dengan tak melewatkan semua kondisi ekstrim dalam kehidupan tanpa hikmah.

Banjarnasin
13042023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini