HAJI – SEBUAH PERJALANAN SPIRITUAL TERINDAH

SCNEWS – Sayup-sayup takbir menggema di penghujung 9 Dzulhijah 1442 H, hati ini terasa perih dan diam-diam airmata mengalir membasahi pipi. Memandangi senja di jendela, berkecamuk rasa dan kenangan, bercampur antara rindu dan kepedihan sebuah jarak yang memisahkan. Hari ini terasa begitu lengkap, jarak yang memisahkan tak harus panjang, bahkan sekedar dinding dan pintu pun memisahkan dengan yang tersayang. Tetapi inilah yang harus diterima dengan ikhlas, sebuah ketentuan yang pasti terjadi karena ijinNya. Bahkan selembar daun yang gugur pun adalah takdir yang telah disuratkan atasnya, termasuk berbagai episode kehidupan manusia.

Hari ini, episode dimana kita harus menggali makna dari apa yang terjadi, dimana sabar, menahan diri dan terus berpikir positif serta bersyukur menjadi kunci agar kita bisa tenang dalam menjalani semua ketentuanNya. Mereka yang mengkaji ilmiah boleh saja berdebat atas apa, mengapa dan bagaimana. Yang memilih untuk terus berkutat dalam pro kontra membela dan menyudutkan pun adalah pilihan. Tetapi pada akhirnya, jika kita menarik ke hal yang lebih dalam, meraba dengan hati, sesungguhnya DIA sedang menginginkan kita mawas diri.

Secara logika semua yang terjadi pasti sebab akibat, ada ulah ada konsekuensi. Bahkan jika melalui ketentuanNya, digerakkan hati sekelompok manusia untuk berulah, itu hanya sebagai ‘syariat’ agar kondisi ini terjadi. Kita terus diajak untuk berpikir mencari solusi, bahkan jika ini dilihat sebagai sebuah giringan skenario sekelompok yang berakibat masal, pada akhirnya yang yang kita jalani sesungguhnya adalah skenarioNYA.

Saat kita lelah dengan debat kusir, dan kurang ilmu untuk menelusuri sebab atas akibat ini, maka berhentilah untuk melihat dengan kasat mata. Kembalilah kepada kesadaran bahwa tak ada yang terjadi tanpa ijinNya, dan berpeganglah pada kunci dalam menjalani takdirNya, sabar, prasangka baik dan berikhtiar yang terbaik. Saat mencaci, mengeluh atau mengutuki kegelapan yang kita jalani malah membuat beban semakin berat, maka menerima dan terus berupaya menjadi jalan terbaik untuk menjalani semuanya. Ketika kita belum bisa berbuat untuk orang banyak, maka memastikan kita tidak berkontribusi buruk pada kondisi ini, jauh lebih baik. Bahkan dengan perilaku yang paling sederhana, yang paling mungkin kita lakukan dan paling mudah dijalani, itu adalah cara sederhana dalam menghadapi hari ini.

Memandangi dan melihat kehidupan akan terasa seperti membaca sebuah novel, jika apa yang dipandangi adalah kisah orang lain. Ketika peristiwa atau kejadian itu ternyata menimpa dan dekat dengan diri kita, barulah ada getaran hebat dalam hati, atas was-was dan kecemasan bercampur dengan kesedihan. Tetapi saat kita pernah menuliskan dan mengkaji yang terjadi dengan pikiran positif, hanya selangkah saja kita dekatkan untuk lebih nyata pada takdir yang menimpa. Tidak mudah tapi bisa jika kita mau.

Tiba-tiba hati bertalu-talu, seperti kenangan akan beduk yang ditabuh sebagai bentuk kegembiraan di masa kecil saat menyambut hari raya tiba. suara itu telah lama menghilang, ribuan purnama, tapi tetap lekat dalam ingatan. Seperti kuatnya rasa saat Allah ijinkan untuk memenuhi panggilanNya di tanah haram.

Arafah adalah inti Al Hajj, berkumpul seluruh umat yang telah diberangkatkan atas ijinNya, dari berbagai belahan dunia dengan beragam adat dan budaya. Berkumpul menjadi satu berbalut ihram, menanggalkan semua kemewahan dan atribut kehidupan. Bagai gambaran padang mahsyar, dilatih menahan diri meski kita mampu, bersabar tetap ditempat dan khusuk berdoa. Ihram adalah gambaran kepatuhan, dipaksa melepaskan semua atribut. Diasah untuk menanggalkan kemauan dan kemampuan, hanya taat pada aturan. Dan kita pun tertunduk mengejar penilaian tertinggi dariNya, dengan kualitas doa, kekhusukan dan tidak terpengaruh olah siapapun kecuali kebenaran aturan.

Saat itu kami diijinkan untuk ikut dalam kloter jamaah umum, dimana merasakan makna perjalanan yang sesungguhnya. Bersabar atas pelayanan, fasilitas dan atas keragaman sifat dan sikap orang. Tetapi kenikmatannya luar biasa, terutama rasa syukur atas ijinNya untuk bisa menyempurnakan rukun islam. Amarah, kecewa, jengkel, lelah itu pasti ada dalam perjalanan selama 40 hari. Kadang muncul gemuruh di hati untuk protes, menggugat, menegur dan hal-hal yang membangkitkan jiwa muda saat itu. Tetapi Masyaa Allah, masih dilindungi untuk diasah agar bisa bersabar, dengan kunci empati, maklum dan terakhir adalah menerima takdirNya. Mengembalikan pada titik dimana menyadari sebetulnya Allah sedang ingin kita belajar apa atas yang sedang terjadi. Maka ketika hal tersebut muncul, hilang segala gusar, kecewa dan kemarahan.

Pada sesuatu diluar diri kita, dimana kita tidak mempunyai kendali atasnya, maka diam dan mencoba merenungi apa yang sebenarnya ingin Allah ajarkan dari persitiwa itu. Ketika kita terlatih untuk mengembalikan setiap keadaan pada pikiran tersebut, maka kita akan lebih tenang, dan tidak akan mengijinkan hal buruk di luar kita untuk mengendalikan diri. Kita dibentengi untuk tidak terjerumus pada pikiran buruk yang pada akhirnya meresahkan dan membuat keburukan untuk diri kita sendiri. Karena tidak ada yang serba terlalu, semua pasti akan berlalu.

Perjalanan Haji dengan jamaah umum di Tahun 2007, dimana media banyak menyiarkan bahwa kami jamaah haji asal Indonesia terlantar dalam pengangkutan bus dari Mudzalifah ke Mina, dengan judul headline bombastis. Tetapi yang terjadi saat itu sebetulnya tidak sedahsyat apa yang diberitakan. Betul bahwa kami agak tersendat, dan kami pun sempat terduduk dan berebut bus, tetapi hanya masalah macetnya alur bus karena jalan yang sempit, bukan kekurangan armada. Kita hanya diminta sedikit bersabar, karena pada akhirnya semua terangkut.

Kami menikmatinya dengan duduk-dukuk dan mencari kerikil untuk lempar jumroh. Dinikmati dengan menyeruput kopi dan tertawa bercengkrama dengan teman-teman. Beberapa yang tampak tidak sabar, marah, mengumpat, pada akhirnya tidak menjadi lebih baik. Karena tetap belum terangkut, tetap harus menunggu dan lelah dengan kemarahan yang diumbar. Nama baik hancur, kehilangan simpati semua orang yang merasakan hal yang sama, sehingga mundur menjauh. Jadi pada akhirnya yang menyakiti diri sendiri pada sebuah peristiwa adalah kemarahan, kekecewaan dan hal negatif yang kita ijinkan untuk menguasai diri kita. Manahan diri, mencoba tenang dan mencari paham apa yang terjadi, akan jauh membuat kita lebih baik.

Bukan berarti kita tidak boleh mengupayakan perbaikan, sehingga menjadi kesempatan bagi oknum curang yang berlindung dibalik prasangka baik orang-orang, tetapi masalah cara, waktu dan tempat. Adakalanya argumen, protes atau kritik membangun harus dilakukan, tapi dengan cara paling efektif. Untuk bisa menentukan dan menemukan cara efektif, kita harus tenang dan jernih. Spontanitas boleh saja dilakukan asal kita terlatih untuk berpikir jernih dan menentukan langkah yang tepat. Dan jika latihan belum cukup, maka mengendapkan setiap peristiwa sebelum memberi makna atas langkah-langkah selanjutnya adalah cara terbaik.

Saat ini kita dikurung peristiwa, dimana dalam segala aspek, harus terus bersabar dan berpikir jernih agar kita tidak tambah terpuruk dengan pikiran-pikiran negatif yang kita ijinkan. Saat ini bahkan mau dan mampu bukan ukuran untuk seseorang bisa melakukan dan mendapatkan apapun. Termasuk untuk perjalanan ke tanah suci, melaksanakan ibadah haji. Banyak orang mau, banyak yang mampu, dan keduanya, tapi Allah sedang tidak ijinkan untuk beribadah, maka kita tidak bisa melakukannya. Sekuat apapun keinginan tersebut. Berlaku juga untuk ibadah lainnya dan hal-hal praktis dalam kehidupan.

Jika kondisi ini membakar emosi kita sehingga kita menjadi bersedih, marah dan kecewa, maka kita akan sesak dan menyebabkan hal lebih buruk terjadi seperti  imun menjadi drop. Maka mari kita bersama melihat dan memahami bahwa ada makna besar dibalik ini semua yang harus kita gali. Mengasahnya setiap saat agar kita menjadi lebih tenang dan terjaga kesehatan lahir batin.

Hidup adalah tentang menjalani irodahnya, segala peristiwa adalah atas ijinNya, dan ikhtiar terbaik adalah wasilah menuju tercapainya kehidupan terbaik dalam pandanganNya. Biarkan setiap luka yang menyayat hati dan kehidupan kita menjadi jalan menuju kedekatan dengan Sang Pemilik Cahaya.

DariNya semua terjadi, hanya padaNya kita bergantung, dan padaNya kita kembali.

DhyRozz

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini