HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)
Oleh:
Robensjah Sjachran
SCNEWS,ID-BANJARMASIN. Kesadaran hukum berkelindan dengan ketaatan hukum. Kesadaran hukum yang tinggi akan meningkatkan kepatuhan hukum, sebaliknya kesadaran hukum yang rendah akan melemahkan ketaatan hukum. Bangsa yang maju karena tingkat kesadaran hukumnya tinggi, hal itu disebabkan karena kepatuhan warganya akan hukum membuat kehidupan bermasyarakat menjadi semakin tertib. Kepatuhan terhadap hukum pada dasarnya adalah sebuah pilihan terhadap perilaku, antara “tahu”, “tidak tahu”, dan “tidak mau tahu”. Misalnya dalam aturan berlalu lintas, bahwa saat melintas di perempatan jalan yang tidak ada alat pemberi isyarat lalu lintas, kita wajib memberikan hak utama kepada kendaraan dari jalan utama, jika kita datang dari cabang persimpangan yang lebih kecil, atau dari pekarangan yang berbatasan dengan jalan (Pasal 113 UU Lalu Lintas). Contoh lain, dalam Perda Kota Banjarmasin ditentukan dilarang memberi uang atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di persimpangan jalan (traffic light), jalan protokol, pasar, tempat ibadah, taman dan jembatan serta tempat-tempat umum lainnya (Perda tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis). Pada Perda Kota Banjarmasin yang lain, kita dilarang membuang sampah tidak pada tempatnya yang telah ditentukan, tidak dalam kemasan yang rapi, tidak membuang sampah dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 20.00 Wita, tidak membuang sampah di jalan-jalan, di drainase, di sungai (Perda Pengelolaan Sampah/Kebersihan). Faktanya, dapat kita lihat di sungai ada saja yang membuang botol plastik hingga sofa rongsokan. Cobalah lihat budaya antre (queue, stand in line) di lift, konter check in di bandara, di pintu kereta api, di depan kasir Alfamart/Indomaret, masih banyak saudara-saudara kita yang egois, tidak menghargai yang sudah berada lebih dahulu di baris depan. Kesadaran hukum dituntut tidak hanya patuh terhadap hukum yang tertulis, tapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Hukum itu tidak berada dalam aturan tertulis saja, tapi juga ada dalam kebiasaan (tidak tertulis). Sikap tepo sliro (KBBI: tepa salira) misalnya, adalah budaya kearifan lokal masyarakat suku Jawa yang bermakna menenggang rasa, kolaborasi antara toleransi dan empati. Jadi yang dimaksud “hukum” dalam kesadaran hukum tidak hanya pada norma yang sudah dibakukan, melainkan lebih kepada “hukum sebagai perilaku”.
Hukum berfungsi sebagai sarana untuk melindungi kepentingan manusia agar dapat mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia. Sebagaimana yang sudah dikemukakan, pergaulan hidup manusia penuh dengan segala aktivitas. Salah satu aktivitas kehidupan manusia adalah berinteraksi dan interdependensi (saling bergantung; saling membutuhkan) antar sesamanya, sehingga manusia disebut homo homini socius – manusia adalah teman bagi manusia lainnya. Dalam perspektif hubungan antar manusia, masing-masing adalah makhluk yang bersifat dualistis, yaitu sebagai pribadi (individu), dan sebagai komponen dalam kehidupan sosial. Kebersamaan manusia dalam satu komunitas diperkirakan dapat memunculkan ketamakan manusia yang semakin menguat, dimana keserakahannya merugikan bahkan dapat menindas manusia lainnya. Dalam keadaan demikian, tak pelak berpotensi terjadi konflik antar individu atau kelompok; terjadi pencemaran nama baik, tawuran, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, gugat-ginugat, konspirasi antar penegak hukum dan hakim, dan perbuatan melanggar hukum lainnya, abus de droit hingga abuse of power. Dalam kondisi seperti itulah diperlukan norma sosial berupa peraturan tingkah laku, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi tegas, yaitu (norma) hukum.
Penegakan hukum (law enforcement) gampangnya berarti upaya yang terorganisir untuk menjaga, mengawal, dan menghantarkan hukum agar tetap tegak hingga sampai kepada yang dituju hukum untuk mengayomi manusia, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Siapa yang bertugas menegakkan hukum ? Sudah barang tentu Negara bertanggungjawab terhadap penegakan hukum, sesuai dengan komitmen dalam UUD 1945 bahwa negara kita adalah negara hukum. Namun demikian, dalam berbagai teori, proses penegakan hukum dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain menurut Lawrence M. Friedman bergantung dengan tiga (3) komponen sistem hukum, yaitu 1) Substansi Hukum, yang mencakup pembentukan hukum, dimana hukum yang akan ditegakkan itu apakah dilahirkan melalui proses dan memuat aturan atau norma hukum yang adil yang memuat prinsip-prinsip hukum yang baik dan berkeadilan; 2) Struktur Hukum, yang berkaitan dengan pelaksanaan penegakan oleh aparatur penegak hukum dan hakim yang menentukan dilanggar atau tidaknya aturan hukum, dijalankan atau tidaknya aturan hukum, dibengkokkan atau tidaknya antara keadaan senyatanya (law in action, das sein) dengan fakta hukum yang diungkapkan para ahli dalam tataran teoretik (law in the books, das sollen); dan 3) Budaya Hukum, karena berkaitan dengan nilai-nilai, adalah unsur dari sistem hukum yang paling sulit untuk dibentuk karena membutuhkan waktu relatif panjang.
Itulah yang kita maksud dengan “kesadaran hukum”, yang bermukim dalam tiga faktor tersebut. Mulai dari pembentukan substansi hukum oleh yang berwenang terhadap legislasi, kemudian terhadap watak aparat penegak hukum, hingga budaya hukum yang memerlukan pendidikan formal dan non formal yang dilakukan secara kontinyu dan meluas kepada masyarakat umum. Seyogyanya, sebagai refleksi pentingnya peran hukum yang bermaksud melindungi setiap kepentingan masyarakat, di wilayah kita dapat dicontoh “Law Day” di Amerika Serikat yang digagas oleh Hicks Epton, seorang pengacara dari Oklahoma dan diproklamirkan oleh Presiden Eisenhower tanggal 1 Mei sebagai Hari Hukum Nasional. Pada kesempatan itu Eisenhower mengatakan:”Dunia tidak lagi memiliki pilihan antara kekuatan dan hukum. Jika ingin bertahan peradaban harus memilih aturan hukum”. Di India, hari hukum tanggal 26 November disebut “Samvidhan Divas” (Hari Konstitusi) yang diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain kompetisi kuis dan esai, debat dalam parlemen dan pengadilan simulasi, diseminasi dan penyuluhan hukum. Di Australia, malahan diadakan Hari Pekan Hukum Nasional tanggal 15 – 21 Mei setiap tahun, yang diisi berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman tentang hukum yang lebih baik dan perannya dalam masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum. Demikianlah, idealnya kita dapat memupuk kesadaran hukum anggota masyarakat melalui gerakan serentak, simultan, dan terorganisir berupa “Hari Hukum” sepekan misalnya oleh lembaga swadaya masyarakat seperti KLBH, asosiasi advokat, organisasi notaris, persatuan hakim, persatuan jaksa, warga Bhayangkara, para akademisi, dan pegiat hukum dan sosial lainnya dengan pemerintah kota setempat sebagai motor penggeraknya. BEN