INCIDENTAL LEARNING: Pembelajaran Insidental (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)
“…..Dalam proses berbagi ini, tidak ada kurikulum, tidak ada rencana pembelajaran, tidak ada presensi atau daftar hadir, juga tidak ada waktu yang ditentukan untuk membaca atau memberikan komentar. Proses pembelajaran seperti ini disebut sebagai Pembelajaran Insidental (Incidental Learning)…..”
Oleh : Tjipto Sumadi
SCNEWS.ID-JAKARTA. Belajar adalah proses sepanjang hayat. Belajar tidak hanya sebatas di bangku sekolah atau kuliah saja. Belajar tak mengenal gender, waktu, suasana, atau tempat; siapa saja dan kapan saja dapat belajar. Belajar merupakan proses transformasi nilai dan transfer pengetahuan, dari narasumber kepada“narasepter”, tak peduli keduanya saling mengenal atau tidak.
Program Berbagi Catatan yang disuguhkan di SCNews.idini juga merupakan salah satu bentuk proses transformasi nilai dan transfer pengetahuan. Dalam proses berbagi ini, tidak ada kurikulum, tidak ada rencana pembelajaran, tidak ada presensi atau daftar hadir, juga tidak ada waktu yang ditentukan untuk membaca atau memberikan komentar. Proses pembelajaran seperti ini disebut sebagai Pembelajaran Insidental (Incidental Learning).
Sekedar memberikan ilustrasi dari konsepIncidental Learning dalam tulisan ini. Dalam sebuah permainan “Asah Otak”, para peserta diminta mengingat dan menyebutkan kota-kota besar di Indonesia, seperti nama sungai terpanjang di setiap pulau, atau lagu daerah, atau peristiwa bersejarah yang tejadi di daerah tertentu, dan sejenisnya. Nah… informasi yang berseliweran dalam permainan tersebut, menjadi bahan pembelajaran bagi yang baru mendengar. Bahkan, jika ada yang memberikan penyebutan salah pun menjadi bahan candaan, bukan pengurangan penilaian terhadap harga diri yang bersangkutan.
Proses pembelajaran insidental memiliki 2 ranah, pertama perhatian dan kedua hubungan yang saling melengkapi. Jika seseorang memberikan perhatian pada sebuah fenomena yang ada di sekitarnya, makaia akan memberikan komentar yang gayut, relevan, dan berhubungan dengan fenomena yang terjadi. Sebaliknya, jika seseorang tersebut tidak memperhatikan fenomena itu, maka yang terjadi, dia akan menanyakan kepada teman yang ada di sampingya…. MIsal, “eh… apaan sih tadi, koq pada ketawa?” Dalam kondisi seperti ini, justru dia akan menjadi “bahan lelucon baru”. “Ah… dasar Lu tulalit … hahahaha”.
Dalam perspektif religi, ada konsep “belajarlah dari buaian hingga kepasarean” (Utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi).Jadi, dalam belajar, tak ada sekat waktu, tidak pula ada pematang ruang, pun tiada batas usia. Dimensi waktu, ruang, dan usia hanyalah tanda pembeda keadaan, itu semua bukan ukuran kedalaman dalam meraih nilai dan pengetahuan baru untuk diakuisisi oleh seseorang. Untuk itu, ada baiknya belajar selagi bisa, belajar selagi mampu, belajar selagi suka, dan belajar selagi ada kesempatan. Sebab proses pembelajaran insidental memberikan peluang kepada semua orang untuk tetap belajar hingga mata tak lagi berkedip, jantung tak lagi berdetak, dan waktu tak lagi berdetik.Semoga bermanfaat.
*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987
*) Dosen Universitas Negeri Jakarta
Terima kasih banyak catatan yang telah menyadarkan saya, untuk belajar, berbagi dan memberi apa yang kita tahu kepada banyak orang dengan iklas tanpa berharap apapun dari lawan bicara…. saatnya kita RELA BERBAGI IKLAS MEMBERI….