INTIMACY: Keintiman
Oleh : Tjipto Sumadi
SCNEWS.ID-JAKARTA. Cerita fiksi yang berkisah tentang seseorang yang hidup di tengah hutan atau terdampar di pulau terpencil, lalu hidup sendiri dan menyendiri, boleh dibilang itu hanyalah dongeng belaka. Sebab sejak Adam diciptakan dan terdampar di muka bumi, ia merasa kesepian. Dalam sepinya, Adam berdoa agar dosanya diampuni dan sekaligus memohon diberi teman hidup. Dengan kasih dan ampunan-Nya, Tuhan mengampuni dan menciptakan Hawa dari tulang rusuknya. Hawa diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan jantung; karena ia dicipta untuk dicinta. Diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan hati; karena ia dicipta untuk menjadi buah hati yang disayangi. Dan… diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan qolbu; karena ia adalah tambatan hati dan pujaan yang dicipta untuk dicumbu dan dimanjakan.
Dalam budaya Jawa, ada fase kehidupan manusia bagian ini, disebut sebagai asmarandhana. Fase ini merupakan era yang ditandai dengan seseorang yang menggebu mencari pasangan hidup. Fase ini, biasanya terjadi pada masa-masa dewasa awal, seperti saat-saat menjadi mahasiswa yang baru lulus SMA. Jika semua berjalan mulus, maka fase asmarandhana ini akan berlabuh di pelaminan, yang disebut fase Gambuh. Pada fase Gambuh inilah terjalinnya pernikahan suci antara dua sejoli yang memadu janji sehidup semati. Fase ini akan memasuki fase Dhandang Gula. Fase Dhandang Gula merupakan representasi dari suksesnya pasangan dalam mengarungi kehidupan yang serba berkecukupan. Namun terkadang, di sini pula ujian hidup mulai melanda. Banyak yang bertahan, namun tidak sedikit pula yang tak mampu mengatasi ujian, dan akhirnya perpisahan pun tak terelakkan.
Dalam perspektif psikologi, Frank Bruno menyatakan bahwa fase pencarian pasangan hidup merupakan fare intimacy. Intimacy merupakan keeratan hubungan emosional antarindividu yang ditandai dengan tidak adanya penyalahgunaan, bahkan terjalinnya komunikasi yang otentik dan intensif. Pernyataan cinta yang dilontarkan oleh keduanya, merupakan ungkapan kasih sayang yang tulus tanpa putus dan rasa cinta yang tiada tara. Cinta dan kasih sayang yang berkembang, seolah telah membawa mereka menuju nirwana yang penuh pesona.
Sementara itu, dalam pandangan Erik Erikson, fase keintiman (intimacy) merupakan masa yang amat penting bagi perkembangan manusia. Pada fase ini seseorang dapat melakukan hubungan yang amat dekat dengan orang lain dan bahkan dapat berkomitmen, demi terjalinnya hubungan keintiman ini. Manakala seseorang memasuki fase ini, ia akan memasuki hubungan intim yang secara emosional akan tercermin dalam perilakunya. Orang Amerika menandainya dengan “cough and love can’t be hidden” (penyakit asma dan asmara tak dapat disembunyikan). Hal ini karena fase intimacy memainkan peran penting dalam kenyamanan emosional seseorang. Secara eksplisit, Erikson menggambarkan hubungan intim (intimacy) sebagai fenomena yang ditandai dengan kedekatan, kejujuran, dan rasa cinta. Hubungan romantis yang tercipta pada keintiman ini, dapat menjadi bagian penting dari tahap kehidupan manusia. Sebab keintiman yang terjadi dapat pula mencakup rasa persahabatan yang erat dan langgeng dengan orang yang berada di luar anggota keluarganya
Dalam perspektif religi, ungkapan yang sering terdengar dan terkait dengan pasangan yang menempuh hidup baru, yaitu semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Sakinah dimaknai sebagai ketenangan atau ketenteraman yang dinikmati oleh pasangan yang baru menempuh hidup baru. Sedangkan kata mawadah dimaknai sebagai rumah tangga yang penuh kasih sayang dan cinta yang membara atas asmara yang melanda pasangan tersebut. Sementara, kata rahmah dimaknai sebagai belas kasih, rasa simpati, dan atau kemurahan hati. Jadi rahmah merupakan ungkapan tentang terjalinnya komunikasi yang penuh belas-kasih, rasa simpatik, serta kemurahan hati antar-pasangan yang sudah terikat dalam janji setia. Dengan demikian Intimacy yang berkembang dalam diri setiap anak Adam dan Hawa, seharusnya akan penuh dengan rasa cinta yang menggebu dengan kasih sayang yang tanpa batas, serta kemurahan hati yang saling mejaga dan menyinta.
Wallahu a’lam bishowab, semoga bermanfaat.
*) Dosen Universitas Negeri Jakarta